Puisi-Puisi Denny Ketip (2)

Puisi-Puisi Denny Ketip (2)

Puisi-Puisi Denny Ketip

RUMAH UNTUK WALET 

Malam ditemani jangkrik

pekarangan sebelah segera menjadi bertingkat tiga

rumah wallet yang terkadang menjatuhkan

kotorannya di atas jok motor

Yuk Ilut meradang

jemurannya bakalan susah kering

atau mungkin dititipi

kotoran wallet juga

lorong sempit

motor-motor bersenggolan

gedung bertingkat sudah dipondasi

matahari tak mampir di jendela Yuk Ilut lagi.

 

SAJAK UNTUK BUMI YANG DINISTAI

Langit murka, tanah bergetar

tanah  bergetar, air menggenang coklat

air menggenang coklat, asap berpesta pora

asap berpesta pora, pohon-pohon bergelimpangan tidur terbakar

 

o…ya…aya…ya…ya…ya

manusia menari di atas arang

arangnya membara, burung-burung berhamburan menangis

o…ya…aya…ya…ya…ya

manusia bermandi kubangan lumpur

lumpurnya kental, ikan-ikan haus air segar

 

tanah kering

air coklat

udara berasap

pohon berhangus

manusia tertidur di kasur empuk

menikmati asap rokok yang diisap anak-anaknya

 

langit murka, tanah bergetar

tanah  bergetar, air mengenang coklat

air mengenang coklat, asap berpesta pora

asap berpesta pora, pohon-pohon bergelimpangan tidur terbakar

 

manusia menjual ikan dari laut

air lautnya adalah limbah pabrik

limbah pabriknya bercampur cairan kimia

cairan kimianya bercampur racun

maka manusia memakan racun dari manusia sendiri

 

aku menanam pohon

reboisasi atas pohon-pohon mati

: itu hanya orasi-orasimu saja

buanglah sampah pada tempatnya

sampah organik dan nonorganik

: itu juga program besarmu saja

nyatanya asap rokokmu diisap bayi-bayi

 

langit murka, tanah bergetar

tanah  bergetar, air menggenang coklat

air menggenang coklat, asap berpesta pora

asap berpesta pora, pohon-pohon bergelimpangan tidur terbakar

 

ah … sudahlah

tutup proposal untuk bumimu

kerjakan saja apa yang ada di depanmu

cukup bergerak dan bekerja.

 

GADIS KERUNTUNG

Gadis cantik bergerai rambut

duduk dengan keruntung di punggung

 

gadis cantik tersenyum di atas trotoar

mengenang masa kecil yang ditinggalkan jaman

melempar pecahan genteng yang jatuh di tanah

karena saatnya giliran main cak engkleng

atau saat giliran jaga kaleng

waktu kalah terus main lempar kaleng

bermain singitan, mendekam di bawah panggung, sebelah tumpukan kayu siap bakar

 

gadis cantik bergerai rambut

duduk di trotoar bersandar keruntung penuh petai yang belum juga laris

 

dulu emak-ebak tinggal di sini

kakak-adik bercanda di sini menunggu penjual onde-onde

‘i…ooooode…ondeeeee….’

atau anak kecil pembawa empek-empek

‘i…oooo mpek-mpek goreng……’

sementara uwak sibuk mencari kutu rambut yang terus bertelur

ayam jago diadu di depan rumah

‘siapo yang kalah dak boleh belago’

 

gadis cantik masih terduduk

bersandar keruntung warisan emak

melihat ruko-ruko bertingkat menutup silau matahari

berbaris panjang meninabobokan walet

sepanjang Yos Sudarso

 

dulu di sini kami dilahirkan dukun beranak

di rumah panggung warisan moyang

 

Batu Urip…

biarlah indah pangung-panggungmu

meninabobokan dongeng nenek moyang kita

 

selamat malam Linggau

tidurmu nyenyak malam ini.

 

Denny Ketip, menetap di Lubuklinggau.

 

Grup FB KCLK
Halaman FB kami:
Pengurus dan kontributor
Cara mengirim tulisan
Menjadi penulis tetap di Loker Kita