Platonic Love

Platonic Love

Platonic Love

Oleh Ken Lazuardy

 

Aku akan menunggunya.

Laki-laki yang sungguh aku harapkan kedatangannya, tak jua tertangkap oleh kedua netraku. Aku hanya bisa menghibur diri dengan bermonolog dalam hati, ‘Dia akan datang,’ sambil menyesap sisa Cinnamon Hot Chocolate yang tak lagi hangat. Ternyata secangkir coklat dengan aroma kayu manis ini tak cukup untuk menenangkan hatiku.

“Belum datang ya, Nis?” suara sahabatku Alya seketika membuyarkan lamunan dan pandangan kosongku.

Aku hanya menghela napas panjang lalu menggeleng pelan. Alya merengkuh tubuhku yang seperti tanaman peace lily ketika Ibu lupa menyiraminya. Rasanya ada bola besar yang tersendat dalam tenggorokan, bulir bening yang tadinya hanya menetes mulai menganak sungai, membanjiri kedua belah pipiku.

“Sabar, ya, Nisa sayang. tunggu dulu aja di sini.” Belaian tangan Alya di punggung menambah pilu hati ini. “Kamu mau aku buatin minuman hangat yang lain?” tanya Alya tanpa melepas tubuhku dari pelukannya. Lagi-lagi, aku hanya menggeleng.

Sambil melepaskan tubuhku dari pelukan Alya, aku mengusap butiran air yang masih menghiasi mata. “Makasih banyak ya, Al. Hmm. Aku pulang dulu aja deh. Nggak ada harapan kayaknya.”

Ketika aku hendak beranjak dari tempat duduk, seorang laki-laki berkemeja abu-abu berjalan memasuki café, terlihat mengedarkan pandangan. Lalu, pandangan kami bersirobok, lelaki itu perlahan berjalan mendekati meja tempat aku dan Alya duduk, berkali-kali melihatku seperti mencocokkan dengan sesuatu yang sedang dia pegang.

“Mbak Anisa Latifah ya?”

“Iya. Saya sendiri. Bapak siapa ya?”

“Saya Edi, Mbak. Oh iya. Saya mau mengantarkan ini, titipan dari seseorang untuk Mbak Nisa. Beliau hanya berpesan minta maaf karena tidak dapat menemui Mbak di sini seperti yang beliau janjikan,” jelasnya sambil menyodorkan sebuah kado, yang dibungkus indah dengan kertas berwarna merah berpola hati.

“Oh….” Hanya itu yang dapat keluar dari mulutku.

Setelah aku menerima kado dan mengucapkan terima kasih, lelaki paruh baya yang mengenalkan dirinya sebagai Pak Edi itu segera meninggalkan café.

“Waduh apa ya ini? Kok kamu terima begitu aja?”

“Ini kado darinya, Al. Dia nggak dateng, sesuai dugaanku. Dia sepertinya nggak pernah menyayangiku. Aku balik dulu nggak apa-apa, ya? Aku pasrah, deh. Nanti aku hubungi lagi, ya.”

“Iya, Nis. Kamu itu harusnya nggak boleh keluar di saat seperti ini. Cepetan pulang. Ati-ati, ya.” Alya tak pernah lupa memberikan support pelukan hangatnya.

Kulajukan motor dengan kecepatan lebih tinggi daripada biasanya. Aku berharap kado ini dapat memberiku cukup penjelasan atas semua tanda tanya selama ini. Sesampainya di rumah, aku pun segera menuju ke kamar. Aku sampai tak sempat menyapa Ibu yang terlihat sibuk bersama para tetangga yang sedang rewang di rumah.

Kubuka perlahan pembungkusnya, terdapat sepucuk surat yang menempel di bagian cover buku “Bahagianya Merayakan Cinta” karya Salim A. Fillah beserta satu kotak merah kecil yang berisi cincin sepasang. Tanpa berpikir Panjang, aku buka surat itu.

Assalamualaikum, Bidadari kecilku, Anisa Latifah.

Bagaimana kabar Nisa? Ayah sangat bahagia menerima surat undangan pernikahanmu, Nak. Maafkan Ayah yang tidak bisa menemuimu sesuai janji, terlalu pengecut untuk menemuimu. Terima kasih sudah mengingat Ayah. Perlu Nisa tahu, Ayah mencintaimu sejak suara tangisanmu terdengar. dan segera kulantunkan azan di telingamu, dan rasa itu tetap sama besarnya hingga detik ini.

Banyak kesalahan yang telah Ayah lakukan di masa silam. Ayah sangat menyesal, kesalahan terbesar dalam hidup Ayah adalah meninggalkanmu dan ibumu beberapa puluh tahun yang lalu. Namun, Ayah tidak punya pilihan kala itu. Ayah dan ibumu menikah secara sirri (agama) karena profesi Ayah sebagai Pegawai Negeri Sipil yang tidak diperbolehkan untuk beristri lebih dari satu. Ibumu adalah istri kedua Ayah. Ayah sangat menyayangi Ibu, Nak. Ayah merasa tak bahagia dengan pernikahan sebelumnya, yang menikah atas dasar relasi bisnis orang tua. Jika saja Ayah mampu bertindak tegas dan menentukan pilihan untuk rela meninggalkan jabatan Ayah demi kamu, Nak. Bahkan hadiah di setiap ulang tahunmu dan uang bulanan yang kukirimkan ke ibumu, tidak mampu menebus kesalahan yang Ayah perbuat. Ayah hanya bisa memandangmu dari kejauhan dan menyayangimu dalam diam.

Ayah akan sangat bahagia jika kamu menjadi istri yang baik dan salihah seperti ibumu. Temanilah suamimu dalam suka dan duka. Semoga kalian senantiasa bahagia dan menjadi keluarga sakinah mawaddah warrahmah. Ayah bersedia menjadi wali nikah di hari bahagiamu. Ayah senang karena saat ini ada lelaki yang akan mencintai dan menjagamu di sepanjang hidupnya. Selamat berbahagia ya, Nak.

Salam Sayang, Ayah.

Bergetar hatiku kala membaca setiap aksara yang digoreskannya. Aku menutup secarik kertas itu dan mencoba mencerna apa yang tertulis di sana. Tak mampu kubayangkan bagaimana rasanya menjadi Ibu selama ini yang berjuang membesarkanku seorang diri. Setiap kali aku menanyakan hal tentang Ayah, Ibu selalu menjawab dengan jawaban yang sama, “Ayahmu bekerja di tempat yang jauh, jadi kita nggak bisa ketemu Ayah.”

Sampai akhirnya, kemarin aku menemukan alamat dan nomor telepon Ayah di sebuah bungkus paket. Dari situlah aku menghubungi Ayah dan mencoba membuat janji bertemu dengannya.

Meskipun tak berhasil bertemu dengan Ayah hari ini, bingkisan dan surat darinya menjadi pelajaran berharga sekaligus kado pernikahan yang istimewa. Tak sabar rasanya besok akan bertemu dengan lelaki yang menjadikaku cinta pertama dan mungkin selalu menyebut namaku dalam setiap lantunan doanya, Cinta Platonis*)ku, Ayah.

Cinta adalah sebuah anugerah,

yang bahkan kata-kata pun tak mampu melukiskannya.

*) Cinta platonis diambil dari nama filsuf asal Yunani bernama Plato, yang berarti perasaan mencintai seseorang dengan tulus, ikhlas, tanpa mengharapkan balasan meskipun tak pernah diutarakan.

 

Bionarasi: 

Ken Lazuardy. Perempuan kelahiran November 1990 di Pasuruan, Jawa Timur ini mencoba menekuni dunia kepenulisan pada bulan Oktober 2019 dengan mengikuti sebuah kelas menulis online. Masih dan akan terus belajar di berbagai grup kepenulisan, salah satunya di Kelas Menulis Loker Kata. Jika ingin berkenalan lebih lanjut, silakan berkunjung ke akun sosial medianya, WA: 082234570275, IG : ken_lazuardy, Facebook : ken_lazuardy.

 

Editor: Erlyna

Leave a Reply