Perfect Stranger

Perfect Stranger

Perfect Stranger
Oleh: Karna Jaya Tarigan

Untuk ukuran seorang anak baru gede, dia terlihat sesuai dengan umurnya. Tak ada yang berbeda. Layaknya sekuntum mawar yang baru saja merekah. Gadis mungil berkulit kuning langsat dengan rambut sedikit pendek dan sepotong poni menghiasi keningnya. Namun ada satu kelebihan yang membuat aku sungguh menyukainya—selain kecantikannya yang sebening embun. Dia memiliki wajah yang tak berdosa, seperti sehabis bangun tidur.

Dia tetangga baru kami. Melewati dua rumah dari rumahku. Tinggal bersama seorang adik dan ibu—yang katanya adalah seorang janda. Aku mendengar dari mulut ibu-ibu yang sedang bergosip di depan rumahku, di sebuah pagi yang cerah. Sebuah kebiasaan yang sebenarnya kurang elok tetapi selalu disukai dan dipelihara oleh kaum Hawa.

Bagi anak lelaki seusiaku yang belum pernah mengenal sesuatu yang bernama “cinta”, aku merasa seperti manusia paling bodoh dari yang pernah ada. Bolak balik melewati beranda sebuah rumah tanpa pernah berani menyapa atau melemparkan senyum di saat empunya rumah sedang membersihkan halaman. Seolah-olah cinta seperti sebuah kejahatan yang sempurna. Betapa lugunya.

Hal terbaik yang bisa aku lakukan, hanyalah bermimpi bisa menyentuh bibir tipisnya di dalam tidur yang melelapkan.

***

Pada suatu sore menjelang gelap seusai mengikuti les bahasa Inggris di suatu tempat. Masih tersisa banyak waktu untuk sedikit memanjakan mata. Mengunjungi sebuah mal adalah pilihan yang sangat menarik. Bisa mampir ke sebuah toko buku besar untuk membaca gratis. Atau sambil melihat sneakers terbaru berlogo tiga garis. Sudah lama aku mengidamkannya. Toh, celengan kaleng bergambar “Hello Kitty” yang kusembunyikan di balik lemari sudah hampir penuh isinya.

Kupingku disumbat oleh sepasang earphone. Mendengar alunan lagu yang dimainkan dari alat pemutar musik yang tersembunyi di dalam tas. Asyik sendiri menikmati dentumannya. Sampai tak sadar, aku hampir menabrak sebuah tong sampah kaleng berwarna mengilat di depan resto cepat saji. Sungguh kaget bukan kepalang, tetapi yang membuat aku lebih terkejut adalah ….

Gadis itu! Di—dia yang bahkan aku belum pernah mengetahui siapa namanya meskipun telah ratusan kali melewati rumahnya. Seorang lelaki botak dan agak berumur tampak sedang menggenggam jemari halus tangan kirinya. Di atas tempat duduk, tergeletak beberapa kantung belanja dengan merek ternama. Aih, dia sedang menikmati potongan french fries dan saus dengan begitu nikmat. Sesekali bibir tipisnya menimpali rayuan si Om dengan santainya. Tak peduli dengan pandangan sinis dari orang lain di sekitar.

Tatapanku menjadi nanar—lalu menjadi buyar. Sejenak aku terseret dalam pusaran lamunan gelap. Andai saja tidak ada tembok yang berdiri sebagai sandaran, pastilah aku sudah terjatuh. Entah mengapa kedua lutut ini terasa lemah lunglai tak bertenaga. Kupastikan sekali lagi pemandangan yang baru saja aku lihat tadi. Masih tetap sama.

Kini hilang semua kekaguman yang pernah aku miliki. Orang asing yang selalu mengisi khayalanku, setiap detik, setiap menit, setiap jam bahkan tiga per empat waktu yang selalu kuhabiskan. Penglihatanku masih sedikit berbayang, seolah ada banyak bintang berkelap-kelip dan menari di depan pelupuk mata.

***

Sebuah pisau kuat dan berkilat ada di dalam genggamanku, juga palu besar yang telah menunggu untuk dihantamkan. Pelan-pelan tanpa mengeluarkan suara. Aku menunggu saat yang benar-benar tepat. Sampai semua orang pergi dari dalam rumah.

Crash. Suara pisau menembus.

Buk. Buk. Dua kali hantaman, kini habislah umurnya. Pisau ini menghujam tepat di tengah. Membuat sebuah lubang besar yang menganga.

Sepotong kaleng tabungan teronggok, bersembunyi di balik undukan sampah. Tadi siang aku telah menghitung jumlah uang yang ada di dalamnya. Hampir dua juta rupiah. Esok pagi akan aku kumpulkan seluruh keberanian yang pernah aku miliki. Menemuinya dan bertanya, “Berapa harga yang kamu minta untukku bisa menikmati tubuhmu sebentar saja?”

 

Karna Jaya Tarigan. Seorang penulis pemula. Terdampar di laman Facebook: sebuah dunia baru untuk berkarya. Tinggal di Kota Bekasi.

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply