Bibir ranum itu tak mampu tersenyum lagi. Padahal aku sudah menunggu kedatangannya setiap hari. Hanya sekadar melihat senyuman di bibirnya. Tangan putih mulus itu mencoba menyentuhku. Membelai pelan. Aku menutup mata, mencoba merasakan kehangatan yang dulu pernah dia berikan. Cinta pertamaku, namun takdir berkata lain. Gadisku dipinang kakakku. Yang lebih mengecewakan, Tania menerimanya. Lalu selama ini dia menganggapku apa? Mainan atau dompet berjalan? Ya, aku tahu … Andrea lebih kaya daripada aku.
“Maafkan aku, As.”
Akhirnya kata maaf keluar juga dari mulutnya. Waktu aku minta penjelasan dari Tania, dia hanya bungkam. Menatapku saja tidak mau. Seperti ada yang disembunyikan. Aku berpikir, mungkin rasa bersalahnya yang tak mampu menatapku apalagi meminta maaf.
Bibir Tania bergetar menahan tangis. Namun beberapa detik kemudian tangisannya pecah lalu memelukku erat. Berulang kali kata maaf diucapkan. Mungkin dia sangat menyesali perbuatannya karena telah meninggalkanku atau menyesal karena telah menikah dengan kakakku.
“Aster, aku….”
Tania mengusap air mata yang membanjir di kedua pipinya. Aku harap kali ini Tania mengatakan alasannya padaku kenapa dia mengkhianatiku. Apa yang dia lihat dari kakakku hingga dia beralih pada Andrea. Hati kecilku berkata, mungkin itu bukan tentang harta atau jangan-jangan Andrea mengancam Tania?
Hanya isakkan tangis yang terdengar. Tania tidak berbicara apa pun setelah itu, kemudian bangkit dari tempatnya.
“Besok aku ke sini lagi,” katanya yang membuat kekecewaanku semakin bertambah. Bisakah kamu lebih lama di sini … menemaniku?
Kesepian dan kehampaan kembali menghantuiku. Menunggu kehadirannya. Hanya itu yang mampu membuatku bertahan di sini. Selama apa pun, aku akan tetap menunggu kedatangannya.
***
“Hallo, As.”
Wangi ini, aku sangat rindu. Sudah satu minggu lamanya aku menunggu kedatangan Tania kemari. Mataku terbuka dan tersenyum lembut menyambut kedatangan wanita yang masih kucintai sampai saat ini, ya, meski dia sudah memiliki suami.
Kulihat Tania menekuk wajahnya dan berkata, “As, aku hamil.”
Apa? Aku tercekat mendengar itu semua. Jadi, Tania hanya datang ke sini hanya untuk memberikan kabar duka padaku?
“Maafkan aku.”
Lihatlah, sekarang dia begitu gampangnya mengucapkan kata maaf. Tania … aku bisa apa dengan kondisi sekarang ini. Ikut bahagia atas kehamilanmu dan ikut merayakannya?
“Aster, aku merindukanmu,” katanya sembari memelukku. “Hanya kau lelaki yang kucintai di dunia ini,” lanjutnya di sela tangis. Suaranya terdengar parau. Apa karena kehamilannya membuat Tania ragu untuk menemuiku?
“Aku juga merindukanmu dan juga sangat mencintaimu, Tania.”
“Kenapa kau meninggalkanku, As?” tanya Tania tiba-tiba—masih memelukku.
“Bukankah kau yang meninggalkanku, Tania? Menerima pinangan kakakku, lalu menikah dengannya?”
Tania tidak menjawab. Dia menangis tersedu-sedu. Aku pun tidak tidak tega melihat keadaannya yang tampak tertekan. Ingin sekali membelai rambut hitam panjanganya agar tangisannya berhenti, seperti dulu. Namun tanganku tak mampu menyentuhnya.
“Andai saja kau tidak menemui mantanmu saat itu … dan Andrea tidak akan mengantikan posisimu saat ini, As. Aku tidak bisa mencintainya. Dia sudah kuanggap kakak sendiri.”
“Mantan?”
Bayangan tentang kecelakaan itu berputar seperti melihat sebuah potongan film di depan mataku. Aku ingat. Waktu itu aku menemui Milanda—memberikan surat undangan pernikahanku padanya. Saat pulangnya, aku mengendarai sepeda motor. Dan dari arah berlawanan, mobil dengan kecepatan tinggi menabrak kendaraanku. Gelap. Aku tidak tahu apa yang terjadi setelah itu.
Saat membuka mata, aku segera menemui Tania. Kecewa. Aku menemukan Andrea di sana, dia mengatakan ingin menikah dengan kekasihku. Kurasakan tatapan Tania agak bimbang. Aku berharap dia tidak menerimanya. Aku ingin menghampiri dan menghajar Andre saat itu juga, namun seorang gadis menarikku paksa keluar dari sana. Aku meneriaki orang yang tidak kukenal itu, dan kembali masuk ke dalam. Mencoba meminta penjelasan pada Tania, kenapa dia melakukan ini. Kenapa dia menerima Andrea, kakak kandungku!
Tania bungkam. Tidak berkata apa-apa. Kepalanya hanya menunduk, tak berani menatapku.
“Sadarlah, Aster. Kau sudah mati!”
Mulutku bungkam seketika mendengar seseorang yang tidak kukenal berteriak di belakangku. Siapa dia berani-beraninya mengatakan hal demikian? Aku membalik—menatap gadis yang entah datang dari mana.
“Mereka tidak bisa mendengarmu.”
“A—Apa maksudmu?” tanyaku ragu.
“Lihatlah dirimu!” katanya seraya mengeluarkan cermin dari balik gaun putih panjangnya. Aku mengambil ragu. Bagaimana kalau yang dia katakan benar? Tidak. Kalau aku mati, aku tidak mungkin berada di sini.
Seketika, kenyakinanku memudar ketika melihat diriku di cermin. Sebagian wajahku hancur, menyisakan darah kering pada tubuh dan pakaianku. Ini tidak benar. Aku masih hidup! Berapa kali pun dikatakan, itu tidak akan mengubahku takdirku. Sesuatu kebenaran yang tak bisa dimungkiri. Aku sudah mati dan berakhir di sini. Di pemakaman ini.
“Aster…,” suara lembut Tania memanggilku. Mengusap batu nisanku pelan dan memeluknya erat. Itu selalu dia lakukan ketika mampir ke sini. Seolah-olah tidak mau melepasnya.
“Apa kau begitu menderita?” tanyaku yang tak mungkin Tania dengar. “Maaf … maafkan aku karena meninggalkanmu. Maafkan aku karena berpikiran yang macam-macam … tentang kau mengkhianatiku dan beralih ke Andrea.” Tanpa sadar, sesuatu mengalir di pipiku. Dingin.
Apa orang mati sepertiku bisa menangis?
Sekarang, aku akan mencoba mengiklaskanmu bersama Andrea. Kurasa itu yang terbaik untukmu dan juga bayi yang kau kandung itu. Hiduplah berbahagia. Dan aku tidak akan pernah menunggumu lagi.(*)
Mori Vivi, biasa dipanggil Mori atau Vivi. Bertempat tinggal di Sumbar. Menyukai menulis sedari SD, namun lebih memfokuskan diri pada dunia literasi tahun 2015. Berbagai event diikuti untuk mengasah kemampuan menulisnya. Dan juga bergabung di berbagai grup kepenulisan. I juga hobi menonton anime dan membaca manga.
FB : Mori Vivi IG: morvi
Cerpen ini terpilih sebagai nominator pada KCLK (Kompetisi Cerpen Loker Kita) untuk minggu ke-2 Februari.
Selebihnya tentang KCLK, mari bergabung ke grup kami:
Grup FB KCLK (semua info penting ada di sini)
Halaman FB kami:
Pengurus dan kontributor
Cara mengirim tulisan