Pak Bin dan Tiga Hatinya (End)

Pak Bin dan Tiga Hatinya (End)

Pak Bin dan Tiga Hati (End)
Oleh : Ardhya Rahma

Pak Bin sama sekali tidak memercayai pemandangan di depan matanya. Dia tahu putri cantiknya yang manja itu tomboi, tapi tidak menyangka setomboi itu. Pimpinan grup musik, drumer yang andal, dan jago bela diri. Pak Bin syok menerima kenyataan beruntun ini. Ke mana saja dia selama ini hingga tak mengenal anak-anaknya sendiri?

Meski tak melihat ada tanda-tanda terdesak pada April dan kelompoknya, tapi Pak Bin tak bisa membiarkan perkelahian itu terus terjadi.

“SETOP!  HENTIKAN!” teriak Pak Bin lantang, seolah dia sudah melupakan bisulnya yang baru saja meletus.

“Kalau kalian tidak menghentikan perkelahian ini, aku akan memanggil polisi. Mereka pasti bisa menghentikan kalian,” ancam Pak Bin.

“Ayah? Apa yang Ayah lakukan di sini?” tanya April yang terkejut melihat ayahnya.

“Bubar … ayo bubar! Pemain musik, tuh, harusnya berjiwa halus, tidak suka berkelahi. Ayo bubar kalau kalian tidak ingin diciduk polisi!”

Frengky sepertinya ketakutan ketika berulang-kali Pak Bin mengancam akan memanggil polisi. Mungkin dia takut kedapatan membawa narkoba oleh polisi. Dia pun segera berlalu disusul oleh kedua orang temannya.

“April, ayo kita pulang. Ayah tak ingin putri Ayah berada di luar rumah sampai larut,” ucap Pak Bin.

“Maaf, Ayah. Hari ini jadwal manggung kami memang ada di beberapa tempat. Hingga, terpaksa sampai larut. Lain kali tidak akan kuulangi lagi,” janji April.

“Sudah, kita bahas di rumah saja!” ujar Pak Bin singkat.

Sepanjang perjalanan, April hanya terdiam duduk di sebelah Pak Bin yang sedang menyetir mobil. April takut Pak Bin marah kalau dia banyak bicara. Pak Bin pun sama memilih diam dan fokus mengendarai mobil. Padahal di jam selarut ini jalanan sepi, tidak ada salahnya mengobrol, tapi Pak Bin sedang banyak pikiran hingga tidak tertarik untuk mengobrol.

Fakta yang terungkap satu per satu tentang anaknya membuatnya sedih bercampur bangga. Sedih karena dia baru tahu Agnes seorang penulis, Liona yang multitalenta, serta gadis kecilnya April yang ternyata pemain band yang andal. Kenyataan itu seolah menunjukkan betapa Pak Bin terlalu sibuk bekerja hingga tidak tahu perkembangan anak-anaknya. Namun, tetap terselip sebuah kebanggaan seorang ayah pada mereka. Karena meski ayahnya kurang memberikan perhatian, mereka tetap tumbuh menjadi anak-anak yang hebat.

Akhirnya mereka sampai di rumah dengan selamat. April turun dari mobil dan membuka pintu gerbang agar mobil ayahnya bisa masuk. Dari dalam rumah, terdengar suara sandal diseret dengan cepat. Pak Bin memasukkan mobil ke dalam garasi yang masih terbuka, sepertinya sejak dia pergi tadi belum ada yang menutupnya kembali.

Pak Bin turun dari mobil, dan akan memasuki rumah lewat pintu yang menghubungkan garasi dengan dapur, tapi terkunci. Terpaksa dia memutari mobil untuk menuju pintu depan setelah menutup pintu garasi dari luar.

Baru saja dia akan memutar knop pintu depan. Pintu tersebut segera terbuka. Berdiri di balik pintu tersebut sosok anak tertua Pak Bin, Agnez.

“Ayah dari mana saja, sih? Bukannya tadi aku bilang Ayah istirahat di rumah saja. Kalau perlu sesuatu bisa minta Liona membelikan atau menelepon jasa kurir makanan online,” cerocos Agnez.

Belum sempat Pak Bin menjawab, sudah terdengar suara dari Liona.

“Iya, nih, Ayah! Tadi kan sudah kuminta tengkurap di sofa sampai salep yang menutupi bisul pecahnya kering. Kok malah jalan-jalan dan menjemput April?” tegur Liona.

April yang namanya disebut oleh kakaknya hanya tertunduk di sofa. Dia makin merasa bersalah. Gara-gara dia belum pulang padahal sudah larut malam, ayahnya yang sedang sakit terpaksa menjemput.

“Sini yuk, kita semua duduk di sofa. Ayah ingin berbicara dengan kalian semua. Sudah lama kita tidak ngobrol bareng,” pinta Pak Bin sambil menepuk-nepuk sofa.

Ketiga anaknya menuruti permintaan Pak Bin. Mungkin sekaranglah saat yang tepat bagi Pak Bin dan ketiga anaknya untuk berbicara dari hati ke hati. Karena serumit apa pun sebuah masalah akan dapat dicari solusinya ketika akar masalah bisa ditemukan. Biasanya dengan pembicaraan yang panjang dan saling terbuka bisa menemukan akar masalah.

Pak Bin berdeham sebelum berbicara. “Sejak ibu kalian meninggal, sepertinya jarak kita semakin jauh. Ayah baru menyadarinya dan ingin  minta maaf. Ayah tidak bermaksud seperti itu. Memang pada awalnya ayah sedih kehilangan ibu kalian dan bekerja keras adalah salah satu cara melupakan kesedihan itu. Setelah  itu muncul keinginan Ayah untuk membahagiakan kalian melebihi sebelumnya.

 “Ayah baru sadar caranya salah. Kebahagiaan itu tidak diukur dengan materi saja. Perhatian seorang ayah pada anak-anaknya itu juga penting. Namun, Ayah bersyukur sekaligus bangga. Meski Ayah kurang perhatian, kalian tetap menjadi anak yang baik dan mempunyai prestasi.

“Ayah bangga Agnes sudah menjadi penulis terkenal, Liona yang multitalenta juga mempunyai banyak kegiatan, juga putri kecil Ayah yang jago bela diri dan drumer andal.”

Mendengar itu, Agnez menatap heran. Mungkin dia sedang berpikir siapa yang membocorkan bahwa dirinya seorang penulis.

“Hanya Ayah ingin berpesan pada kalian. Kamu jangan terlalu sibuk ya, Nez. Sudah saatnya kamu berpikir tentang membangun rumah tangga. Kalau sudah ada calon, boleh dikenalin ke Ayah.

“Untuk Liona, kamu boleh banyak aktivitas tapi ingat kuliah, ya. Juga jaga pergaulan, jangan terlalu sering bergaul dengan lelaki.

“April, putri kecil Ayah yang tomboi sekaligus manja. Sebentar lagi kamu ujian akhir semester. Bisa dikurangi,ya, main bandnya?”

Selesai mengungkapkan seluruh isi hatinya, Pak Bin menatap satu per satu wajah putrinya. Ingin melihat reaksi mereka.

Agnez yang pertama berbicara. “Mewakili adik-adik, kami minta maaf kalau selama ini tidak jujur dengan aktivitas kami. Itu semua kami lakukan karena kami tidak mau mengganggu kesibukan Ayah. Mulai sekarang kami akan jujur dengan semua aktivitas kami. Tentang jodoh, Ayah bersiap saja, nanti Nez akan perkenalkan.”

“Liona ingin menjelaskan para lelaki yang bersamaku saat bertemu Ayah. Mereka panitia event yang ingin mengontrak Liona sebagai MC acara mereka. Ayah tenang saja, selama ini Liona selalu menjaga diri, kok,” lanjut Liona.

“April juga janji mulai sekarang akan lebih rajin belajar. Kalau perlu April ikut bimbel biar lebih fokus,” sahut si bungsu April.

Pak Bin tersenyum mendengar semua perkataan anaknya. Dia berdiri dari sofa dan merentangkan tangannya. Ketiga putrinya menghambur dan berpelukan. Mereka semua terharu atas pembicaraan malam ini. Sampai Pak Bin berteriak, “Aduuuuhhh! Apriil, bisul Ayah bukan drum kenapa kamu pukul?”

TAMAT

 

Ardhya Rahma, nama yang ingin ditorehkan dalam setiap buku yang ditulis. Berdarah campuran Jawa dan Kalimantan. Mempunyai hobi membaca dan traveling. Baginya, menulis adalah proses mengikat ilmu dan pengalaman hidup. Berharap mampu menuangkannya dalam buku yang sarat makna bagi pembaca. Tulisan yang lain bisa dijumpai di akun FB @Ardhya Rahma.

 

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply