Orang-Orang Tanpa Kepala

Orang-Orang Tanpa Kepala

Orang-Orang Tanpa Kepala
Oleh: Devin Elysia Dhywinanda

 

/1/

 

perempuan tua yang menyerah dan

menyampir kepedulian di tiang jemuran

itu bercerita, “dahulu, jumlah orang-orang

berkepala amat banyak; menyesak;

mendominasi ras leher koyak

 

kepala berambut selebat rimba

yang dalamnya mengucur mata air abadi

menyembul di setiap sisi

dan dari mulut terdidiknya, mengalir kekudusan

partikel Tuhan: pengetahuan.”

 

bocah laki-laki di sampingnya

bermata sejernih refleksi telaga

memandang saujana mayapada

mendengarkan takzim, sebagaimana

bebungaan tunduk pada cahaya baskara

 

“kenapa?” tanyanya

“kenapa mayoritas mereka tiada

sehingga mataku sekadar menangkap orang-orang tanpa kepala?”

 

/2/

 

alkisah, pada suatu masa,

diramalkan masa depan agung:

kelak, manusia akan bermimpi berada di titik tertinggi

sebagai penguasa, dan mendakilah ia, membuatlah ia

sayap, egoisme, angkara, lantas ditantanglah matahari

yang berakhir melelehnya rambut, tempurung kepala,

isi otak mereka

 

tapi, mereka berkuasa

(tapi, mereka berkuasa)

 

sang peramal dipenggal

maklumat pembasmian orang-orang egois dikeluarkan

dalam berbagai ritual, doa dipanjatkan

 

waktu berlalu

ramalan terlupakan

masa kini mewujud riwayat

larangan merupa candaan

dan, orang-orang mulai mendaki, membuat sayap,

menantang matahari

 

/3/

 

bocah laki-laki yang tetiba

mengusap oksipitalisnya bertanya: kenapa

“mereka yang berkuasa mestinya

punya mata untuk melihat, telinga untuk mendengar,

mulut untuk berbicara, otak untuk berpikir

 

jadi, kenapa?”

 

perempuan tua yang sendinya sudah layu,

matanya sayu, menjawab: karena waktu

“karena takdir

karena kebodohan

 

karena penguasa. karena massa.

karena hidup tanpa kepala lebih mudah dimenangkan

dibanding mereka yang berkepala.”

 

ah.

 

/4/

 

bocah laki-laki yang padanya terdapat

palung, muara segala tirta dan dahaga,

suatu kali bertanya pada orang tanpa kepala:

kenapa menendang orang-orang berkepala

kenapa memerangi orang-orang berkepala

kenapa tidak ingin berbagi dengan orang-orang berkepala

 

kenapa selalu ingin menang?

kenapa memutuskan membuta, menuli, membisu?

 

tentu saja

jawabnya sunyi

dan bocah itu mendapat tendangan di bokongnya

 

/5/

 

tatkala asa semembara api,

perempuan tua yang rambutnya rontok satu-satu

bernasihat: berkata-katalah; menulislah

alirkan tirta dalam hulu kepalamu

kepada setiap orang berkepala; mereka yang sudi berkepala

 

tapi, tiap kurva mengandung titik balik

tiap kembang api berpendar sebelum sebenar-benarnya hilang

tiap siklus mengembang waktu tersendiri

 

ramalan berabad silam unjuk gigi

topik diskusi berputar pada kuantitas

konstitusi dibuat atas nama identitas

kebajikan diamendemen

kebenaran dipangkas demi kekuasaan

 

perempuan tua itu sadar

oasenya perlahan kering

dan ia mulai menyampir kepedulian di tiang jemuran

 

/6/

 

orang-orang mulai memenggal kepala mereka

berniat sepenuhnya berkuasa

atau membela yang berkuasa

 

di balik pintu, dalam rumah ibadah,

bocah laki-laki diliputi susah, gelisah

diejanya nasihat si perempuan tua,

bonaparte, juga ajidarma

 

kata-kata serupa lentera:

menyinar sudut tergelap dunia

kata-kata serupa gerigi roda:

padanya suatu bangsa bergerak, bangun dari mimpi

 

jadilah dia berkelana

kuliah, bekerja meramu kata-kata

dari palungnya: orang-orang berkepala

 

/7/

 

carut marut

kadung kisut

pikiran kalut, rambut kusut

 

kepala-kepala tercecer di tepi jalan,

di pawiyatan, di gedung pemerintahan,

di layar kaca, di berita beratasnamakan “logika”,

di masyarakat yang sukar membeda fiksi dan fakta,

di lautan manusia yang bergerak untuk “berkuasa”

 

habis waras, si perempuan tua sekarat

matahari datang, tanpa pamit

ikut melantakkan kepalanya

 

/8/

 

bocah laki-laki itu

yang sempurna mata, telinga, serta logikanya

pulang dengan kata-kata

kembali membawa asa

 

telah ia kembalikan kepala beberapa orang

yang di dalamnya berisi genta pengetahuan

 

“aku membawa kabar, bu!” serunya, membuka pintu

“aku berhasil—”

 

terputus

hening

menyisa tubuh si perempuan tua tanpa kepala

menyisa hampa di balik rerusuk bocah laki-laki

 

“kenapa?” ia bertanya

 

dalam isak bercampur dersik palem, alam berkata

“tiada bermakna. tiada berguna berdialog, berbagi rasa,

mengeja fakta di lingkungan orang-orang tanpa kepala.”

 

06.07.19

Devin Elysia Dhywinanda adalah gadis AB hasil hibridisasi dunia Wibu dan Koriya yang lahir di Ponorogo, 10 Agustus 2001.

 

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply