Olivia

Olivia

 

https://id.pinterest.com/pin/827255025288112653/

Olivia

Oleh: Zee Anulika

 

You gave her your sweater

It’s just polyester

But you like her better

I wish I were heather

 

Sejak kemarin lagu ciptaan Conan Gray terus terputar di music playlist ponselku. Betapa liriknya terus mengingatkanku padamu. Tentang hari saat harap yang sempat kusulam sedikit demi sedikit, sirna begitu saja.

Hari itu, daun yang bulan lalu menguning dan memerah telah berguguran. Pohon-pohon mulai menggundul. Matahari bersinar terang, meski suhu yang terukur dari termometer di teras rumahku 10°C.

Hiasan untuk menyambut natal yang akan tiba telah terpasang. Kemarin, Mom bahkan sudah memasang ucapan selamat datang dengan ornamen Santa di pintu rumah.

Aku memutuskan untuk duduk pada bangku yang ada di depan garasi rumah, menatap lama pohon yang mengering dan jalanan di sampingnya. Pohon itu pernah aku panjat bersamamu saat masih di kelas tiga. Waktu itu dua gigimu ompong dan rambut pirangmu cepak mirip tentara.

Tiba-tiba aku terlonjak, hampir saja jatuh dari bangku saat mendengar teriakan dan sentuhan di pundakku. Tawa nyaring yang sangat kukenal menggema di samping telingaku. Saat menoleh, kamu telah berdiri di belakangku. Pada tangan kananmu ada sekaleng bir yang menjadi minuman favoritmu beberapa bulan terakhir.

“Dasar Gadis Musim Gugur!” rutukmu setelah menggeserku sedikit ke samping. “Apa yang menarik dari musim gugur?”

Pertanyaan itu sudah sering kamu tanyakan. Andai saja kamu tahu, kalau aku menyukai musim gugur karena kamu membencinya. Saat cuaca menjadi lebih dingin, kamu selalu menemaniku di bangku ini. Katamu, musim gugur adalah waktunya berhibernasi dari dunia luar. Itu sebabnya, kamu yang biasa memiliki banyak kegiatan di luar, lebih sering berada di rumah dari bulan September sampai Februari.

“Bir?” tawarmu, “ah, kamu belum cukup umur.” Kamu tertawa lagi.

Entah sudah berapa kali kamu membanggakan status adult yang baru kamu dapatkan dua bulan yang lalu. Mungkin kamu lupa, saat Natal tiba, aku juga akan memasuki usia dewasa yang katanya menyenangkan itu.

“Aku ingin menunjukkan sesuatu,” bisikmu. Kaleng bir yang sudah kamu teguk beberapa kali kamu letakkan di pegangan bangku yang memang hanya muat untuk dua orang.

Aku menoleh ke arahmu yang sedang membuka sweater, hingga kaos putihmu yang kebesaran tampak. Kamu menarik sedikit leher belakang kaos itu. Angin dingin yang berembus seakan-akan membekukan dadaku melihat apa yang tertulis di bawah tengkukmu. Kaligrafi kuno meliuk menyusun nama seorang perempuan cantik, Olivia. Di bawahnya ada angka 12.1.

Aku tahu banyak gadis yang bernama Olivia, di sekolah kita setidaknya ada dua. Namun, aku tahu pasti siapa Olivia yang tertulis di atas kulitmu. Gadis yang katamu selalu memberi sensasi ribuan kupu-kupu beterbangan di perutmu. Sialnya, aku juga merasakan hal yang sama saat bersamamu, setiap saat sejak kita masih kelas tujuh.

“Malvyn!” Teriakan itu membuatku mendongak, suara merdu itu berasal dari jalanan depan rumahmu.

Hi, Babe!” Kamu bangkit, melupakan bir yang tergeletak begitu saja dan pergi ke gadis yang memanggilmu, Olivia.

Aku akhirnya mengerti maksud dari tato pertamamu itu. Nama kekasih dan waktu jadianmu. Baru dua hari yang lalu dan kalian tampak sangat saling mencintai.

Olivia, kekasihmu itu, mengenakan kaos dan blue jeans ketat. Matanya tidak biru sepertimu atau hazel sepertiku, tetapi berkilau seperti emerald. Besar dengan bulu yang lentik dan panjang. Senyumnya tidak kalah menawan. Sungguh boneka Barbie yang hidup. Tidak heran jika kamu terpesona kepadanya.

Lagi pula lelaki mana yang tidak jatuh hati kepadanya?

Aku sempat berharap, dia adalah gadis bodoh dan egois. Setidaknya, kamu mungkin saja memiliki alasan untuk berpisah. Namun, dia tampak sempurna dengan segala yang dimilikinya. Cantik, baik, ramah, dan jenius. Kadang aku berpikir, bagaimana bisa ada manusia yang diciptakan begitu sempurna sepertinya? Kadang juga bertanya-tanya, kenapa di antara banyak lelaki yang menginginkannya, harus kamu yang terpilih?

“Hai, Gabby!” sapanya, lalu memamerkan deretan giginya yang seakan bersinar.

“Hai, Olive,” balasku, meski hati remuk melihatmu memasangkan sweter ke tubuhnya.

Olivia mengungkapkan kekhawatirannya karena aku hanya mengenakan kemeja tipis. Namun, kamu membalas kalau aku memang suka udara dingin. Kamu salah lagi, aku tidak menyukai dingin. Alasanku berada di tempat yang dingin untuk membekukan hati yang berdarah-darah. Hati yang terus saja kamu lukai tanpa sadar, seperti saat bibirmu menyentuh bibir Olivia pelan sebelum dia pergi.

Last night was the best night ever,” gumammu.

Bodohnya, meski aku tahu hatiku akan hancur lagi dan lagi mendengar ceritamu, aku tetap meminta agar kamu terus bercerita. Tentang Olivia dan segala pesona yang membuatmu semakin mabuk kepayang.

“Kupikir aku cuma bisa menemukan perempuan seperti Olivia sekali seumur hidup. Kamu tau maksudku, ‘kan?”

Ya, aku tahu. Aku pun hanya menemukan satu lelaki sepertimu sekali seumur hidup. Lelaki yang bisa membuat desiran hebat di dadaku. Namun, nyatanya, kamu berdesir untuk perempuan lain. Tidak apa, sejak awal aku tahu kalau perasaan ini akan selalu berada dalam zona pertemanan.

“Menurutmu Roland bagaimana?” Kamu bertanya, entah apa hubungannya dengan Olivia yang dari tadi kamu agung-agungkan.

“Dia minta nomormu. Aku rasa tidak sopan kalau langsung memberi tanpa memberitahumu lebih dulu.”

Aku tidak begitu mengenal Roland. Aku hanya tahu dia sering datang ke rumahmu, satu timmu di football sekolah.

“Sepertinya dia akan mengajakmu berkencan.” Kamu lalu terkekeh.

“Tidak, terima kasih,” ucapku, memberi alasan kalau kencan adalah hal yang paling tidak berguna.

“Ayolah, Gabby. Pergilah berkencan sekali saja dan aku yakin kamu pasti akan menyukainya.”

Kamu selalu menganggap kalau waktu SMA akan sia-sia tanpa pacaran. Entahlah? Bagiku tidak ada yang sia-sia selama itu bersamamu, bahkan jika itu berarti luka. (*)

 

Pangkep, 15 Agustus 2021

 

Zee Anulika adalah perempuan pecinta petrikor dan bintang. Memiliki banyak impian, itu sebabnya menyukai rebahan dan tidur. Selebihnya bisa ditemui di:

Facebook: Zee Anulika

Instagram: @Z_Anulika

Wattpad: @Zee_Anulika

Editor: Vianda Alshafaq

Leave a Reply