My Last Love
Oleh: Heuladienacie
Mungkin, kurasa ada madu di putik hatimu. Rasanya teramat manis, hingga lebah jantan rupawan ini hendak menyerbuki cinta di sana. Mendengungkan melodi kemesraan di dalamnya. Menaburkan warna baru setiap helainya. Merekahkan senyum kebahagiaan di wajah setiap kelopak bunganya.
Bukan hanya lebah di sana, ada kupu-kupu dan serangga yang merivalku. Mereka bertaruh mendapatkanmu. Takkan kubiarkan. Biar sengatku menumpasnya! Kau tetap milikku. Hingga kau tak lagi menatapku, sampai saat itu, aku menunggu.
Mungkin, pertengkaran kecil adalah additional dalam kisah kita. Layaknya mi tanpa bawang, bakso tanpa kuah, sate tanpa tusuk. Semua akan terasa ada yang kurang, meski semua itu pilihan. Dan aku memilihmu, meski kau menepisnya ragu. Omong-omong, itu semua makanan kesukaanmu, benar?
Aku tefakur dalam diam. Wanita itu bak cetakan jigsaw puzzle. Penuh teka-teki dan misteri. Tak ada habisnya menggali, hanya bagaimana pintarnya aku menatanya. Agar kau tak lari.
Kugenggam tanganmu lirih. Aku bukan digdaya sang mentari. Aku hanya bulan yang menerangi malammu, memberi kenyamanan dalam tidurmu yang lelah. Kau … yang semakin kuinginkan semakin tak teraih. Padahal kita berdiri di langit yang sama.
Mungkin, aku terlalu berharap, bahwa benang itu takkan pernah putus. Masih mengalunkan melodi indahnya, mengiringi perjalanan kita. Ketika tangan kemayumu menggenggamnya, menghayatinya penuh pengharapan. Kau bahkan lupa mengambil napas. Nada itu, kau mainkan dengan setulus jiwa, meenggeseknya dengan segenap rasa. Namun, ada sumbang di sana. Ah, aku tahu ada yang hilang di sana. Melodi ketulusan dan kejujuran.
Kau tak menyadari. Kau bilang benang itu telah digesek bertahun-tahun lamanya, hingga jarinya menipis. Dia kini berada di ambang putus dan layak. Itulah kita. Kau menggambarkannya dengan layak, meski luka tengah menganga. Ketika kulihat, kau mencoba memainkan alat yang berbeda.
Mungkin, aku laksana bahtera dan kau ombaknya. Kau menggoyahkanku tak tentu arah, mengikuti ke mana arah angin menggiringmu. Kutahu nasibku hanya ada dua. Kau tenggelamkan karena karam, atau kau damparkan ke pulau orang.
Sejujurnya, aku tak ingin mengalah. Hanya jika jangkar itu dapat terbenam di tengah gejolak badai ini. Aku pernah merasa bahagia mengalami pasang surutnya. Getaran-getaran yang kau timbulkan. Percikan-percikan air yang kau cipratkan. Aku sesaat bahagia menjadi bagian dari lautan itu, meski kau ombang ambing dalam ketidakpastian, dan bahkan rasa takut tenggelam.
Aku tak tahu sampai kapan bahtera kayu itu bertahan, karena kayu deknya telah berderik tua, atau karena rasaku yang telah lama dan turut menua. Tak tahu sampai kapan kau memandangnya hanya sebagai sebuah sampan, meski kukatakan itu adalah bahtera kita.
Aku menepi dalam diam. Ketika mereka bilang cinta itu berkorban. Maka, biarkan aku yang melakukan. Biarkan diriku karam tenggelam. Dan kau akan menemukan bahtera baru untuk kau biarkan berlayar mengarungi samudera hati. Merasakan ketenangan dan riakan ombakmu, menyapu kegugupan di dalamnya. Dan kuharap kau akan bahagia bersama bahtera baru itu, hari ini, esok, dan selamanya.
Heuladienacie, seorang penulis amatir yang masih terus belajar mengembangkan tulisannya. Pernah beberapa kali tergabung dalam beberapa antologi. Wanita 23 tahun penyuka cokelat dan kucing ini bisa ditemui di akun Line, Ig, Wattpad: @heuladienacie
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata