Mukena untuk Aina

Mukena untuk Aina

Mukena untuk Aina
Oleh: Evamuzy

Lalu, akan ada masanya setiap yang pernah tersentuh oleh tangan mereka adalah istimewa.

***

“Ummi! Aina nggak mau ke musala. Kata temen-temen, mukena Aina jelek dan dekil.” Gadis kecil berusia enam tahun melempar lipatan mukena berbahan kain warna usang selepas pulang salat dan mengaji. Duduk di atas ubin beralaskan tikar sederhana. Meringkuk memeluk kedua kakinya sambil menahan isak.

Ummi menghampiri, kemudian memeluk si buah hati dengan penuh kasih sayang. “Sayang … anak salihahnya ummi harus rajin salat dan ngaji di musala. Kan, biar Abi seneng lihat Aina dari surga sana.”

“Tapi Aina malu, Ummi. Ummi nggak tau sih. Mukena temen-temen Aina bagus-bagus. Pokoknya kalau Ummi nggak belikan mukena baru, Aina nggak mau salat dan ngaji di musala.” Si gadis kecil mengeluarkan protesnya.

“Aina sabar ya, Sayang. Insya Allah pas ada uang nanti ummi belikan Aina mukena baru.”

Masih menahan isak, Aina tatap wajah umminya sambil bertanya, “Kapan?”

“Insya Allah secepatnya. Sekarang Aina sabar dan berdoa semoga ummi segera punya rezeki, ya?”

“Iya. Pasti Allah mengabulkannya?”

“Pasti. Doa anak baik pasti dikabulkan Allah. Sekarang, Aina mau mukena seperti apa?”

“Yang seperti punya Alia. Ada gambar Hello Kitty warna ungu, Ummi.”

“Iya. Insya Allah ya, Sayang.”

“Ummi, nasinya habis. Aisha mau masak nasi tapi beras di baskom juga ternyata habis, Mi.” Suara Aisha dari dapur mengalihkan perhatian Ummi dan adiknya.

***

Bu Hana adalah seorang janda berusia 35 tahunan. Ia menjadi orangtua tunggal bagi kedua putrinya sejak suaminya yang bekerja sebagai sopir taksi meninggal dunia 5 tahun lalu dalam sebuah kecelakaan. Saat si kecil Aina masih berusia satu tahun, sementara si sulung Aisha duduk di kelas 3 Sekolah Dasar. Dan semenjak itu ketiganya hidup dalam serba keterbatasan.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan biaya sekolah Aisha dan Aina, Bu Hana berjualan sayur hasil tanamnya sendiri di kebun kecil belakang rumah sederhana mereka. Di kebun belakang berukuran 4×2 meter itu ditanami singkong, kangkung, bayam dan cabai juga ada dua ekor ayam yang telur-telurnya juga menjadi sumber rezeki mereka. Hasil panen seadanya itu biasanya ia jual ke pasar atau para tetangga.

***

“Ummi kok udah dua hari ini telat bangun subuhnya. Ummi nggak bisa tidur ya kalau malem. Ada yang Ummi pikirkan atau Ummi kangen sama Abi?” tanya Aisha saat menyantap makan siang di samping umminya.

“Nggak kok, ummi baik-baik aja, Kak. Sedikit kecapekan mungkin. Ayo, Kakak habiskan makannya terus bantuin ummi petik kangkung di belakang.”

“Iya, Ummi.”

***

“Udah malem kok belum tidur. Emang Ummi lagi ngapain?”

“Aisha …. Iya, sebentar lagi. Lah, anak sholehah ummi kok juga belum tidur?”

“Aisha belum ngantuk. Ummi lagi ngapain? Kok jahit baju malem-malem. Ini apa?”

“Hmm …. Ini mukena buat Adek.”

Sambil menatap umminya lekat-lekat Aisha berkata, “Ummi nggak punya uang, ya. Makanya mukena buat Adek, Ummi jahit sendiri?”

“Kakak doakan, ya. Semoga Adek suka sama mukenanya.”

“Amin …. Insya Allah. Jadi karena ini Ummi selalu bangunnya telat?”

“Insya Allah sebentar lagi selesai, Kak. Hayuk, Kakak tidur dulu sana, nanti telat bangunnya loh besok.” Senyum tak pernah lepas dari wajah ayu perempuan penyabar itu.

“Kakak mau temenin Ummi. Boleh, ya?”

“Ya sudah, boleh. Tapi kalau nanti sudah ngantuk banget, Kakak langsung tidur, ya.”

“Iya, Ummi.”

Perempuan paruh baya itu melanjutkan aktivitas menjahitnya. Dengan telaten tangannya menyatukan tiap-tiap bagian agar tampak rapi dan apik. Uang yang tak cukup untuk membeli mukena baru membuat ia memutuskan untuk menjahitnya sendiri dengan tangannya. Tiga hari lalu ia telah membeli bahan berwarna ungu muda di pasar. Tak lupa beberapa gambar Hello Kitty yang dibeli di toko aksesoris baju yang akan ia pasang mengelilingi ujung mukena.

***

“Kok mukenanya agak beda sama punya temen-temen Aina, Mi?” tanya si bungsu dengan wajah sedikit heran setelah sepulang sekolah, Ummi dengan wajah berseri menyerahkan mukena hasil tangannya.

“Untuk anak yang spesial jadi mukenanya juga spesial. Sedikit beda. Aina suka?”

“Suka, Ummi. Aina suka sekali. Terima kasih Ummi.” Dipeluknya mukena berwarna ungu dengan hiasan gambar Hello Kitty yang cantik dengan jahitan benang kasih sayang dan jarum jahit bernama ketulusan. Senyumnya? Terlukis jelas di wajah keduanya, juga di wajah si sulung, Aisha.

Sepulangnya Aina dari mengaji di musala. “Assalamualaikum ….”

“Waalaikumsalam ….”

“Ummi, Kak Aish. Aina seneng sekali. Kata temen-temen mukena Aina bagus sekali. Cantik kayak yang punya. Hehe ….”

“Alhamdulillah ….” Kak Aisha dan Ummi, keduanya kompak berseru.

Ummi, Kak Aisha dan Aina, mereka melanjutkan hidup yang penuh lika-liku. Kepercayaan dan ketakwaan kepada sang Pencipta-lah yang membuat mereka bertahan menjalani segalanya. Yakin bahwa Allah tidak akan pernah salah memilihkan jalan hidup hamba-Nya. Semua yang terjadi adalah takdir dan ketentuannya, jadi tak ada yang perlu disesali apalagi dikeluhkan. Itu hanya sia-sia dan tak akan mengubah apa pun.

Mereka sangat yakin bahwa seorang hamba hanya harus berusaha, sabar dan berdoa, sisanya biarkan Allah yang berkuasa.

***

Di suatu pagi, Aina terbangun oleh suara batuk berkali-kali umminya. Turun dari dipan lawas beralas kasur kapuk di kamar kecil mereka.

“Ummi, kenapa?” tanya Aina.

“Eh, Sayang. Sudah bangun, ya. Ummi, nggak apa-apa, Sayang.” Terlihat layu dan pucat wajah ayu wanita itu.

“Masya Allah, Banyak darah keluar dari mulut Ummi.” Wajah polos gadis kecil itu penuh khawatir. Matanya sempat mendelik dengan satu tangan menutup mulut. Lalu berteriak, “Kak Aisha … Ummi berdarah. Banyak banget darahnya.”

Dengan berbekal satu-satunya uang tabungan yang akan dipergunakan untuk biaya sekolah Aisha dan Aina, akhirnya mereka pergi memeriksakan keadaan Ummi. Hasilnya Ummi divonis kanker serviks stadium dua.

Hati Ummi begitu teriris. Apalagi ketika membayangkan bagaimana hidup kedua putrinya jika ia telah tiada nanti. Setetes demi setetes cairan bening keluar dari ujung matanya. Meski keduanya belum begitu paham dengan sakit yang diderita Ummi, terlebih Aina, terlalu kecil untuk mengerti seganas apa penyakit itu. Tapi yang pasti menurut Aina ibunya tengah sakit parah. Sejak itu ia belajar menjadi anak yang lebih penurut tanpa banyak menuntut. Bahkan lebih sayang dan perhatian kepada Ummi dan Aisha.

“Dek, ini kaleng apa?” Aisha membawa kaleng bekas yang dari semalam terlihat di meja kamar. Kaleng bekas susu formula yang masih cukup bersih. Terdapat lubang kecil seukuran pipihan uang logam di bagian di atasnya.

“Itu celengan Aina, Kak. Uangnya mau Aina pakai buat sekolah yang tinggi. Aina mau jadi dokter biar bisa sembuhin Ummi.”

Mendengan jawaban sang adik, datang isak yang tak dapat lagi dipungkiri. Begitupun dengan Ummi. Dari dapur, ia mendengarkan tiap kalimat polos milik sang putri. Kalimat yang penuh harap dan doa.

Lalu keduanya berjalan menghampiri si bungsu. Memeluk erat dan mengamini yang telah terucap dari bibir gadis kecil polos itu.

Meski yang terjadi, Ummi berpulang sebelum asa si kecil itu terwujud. Namun semangat untuk menjalani hidup tak pernah surut di tiap langkah kaki mereka berdua. Yakin bahwa Ummi akan bahagia di surga-Nya ketika melihat putri-putrinya menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama. Dan yakin juga bahwa Allah akan memudahkan jalan bagi mereka yang berkenan berusaha dan berdoa.

***

Perempuan berusia 25 tahun membuka lemari berisi pakaian-pakaian lama. Diambilnya lipatan kain berwarna ungu muda dengan gambar Hello Kitty yang masih saja apik dan indah untuk dilihat. Tak terasa cairan bening menetes dari ujung matanya.

Kelak akan kuberikan ini untuk anakku. Dan akan kukatakan bahwa ini adalah mukena tercantik yang pernah ibunya punya. Terima kasih, Ummi.

Hingga dering gawai menghamburkan kenangannya dan terdengar suara perempuan di ujung sana. “Dokter Aina bisa ke rumah sakit sekarang? Ada korban kecelakaan yang butuh pertolongan segera.”

“Baik. Saya segara ke sana,” jawab perempuan itu seraya beranjak mengambil kunci mobilnya. (*)

 

Kota Bawang, 27 Agustus 2018

Evamuzy, gadis kelahiran kota Brebes yang berprofesi sebagai pendidik. Gemar menulis dan berbicara di depan umum. Melahirkan karya sebuah buku adalah cita-citanya selain membuka tempat belajar gratis untuk mereka yang kurang mampu. Gadis yang telah menyelesaikan pendidikan sarjananya tahun lalu. FB: Evamuzy

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata