Moi Bukan Cinderella (Bagian 1)

Moi Bukan Cinderella (Bagian 1)

Moi Bukan Cinderella (Bagian 1)
Oleh :
R Herlina Sari

“Dasar kakak kurang ajar! Setiap hari sukanya buat aku kesal. Apa ini, daleman merah muda yang warnanya udah pudar disuruh benerin jadi berkilau. Itu lagi, baju warna hitam suruh ngubah warna jadi putih. Bener-bener kakak gak ada akhlak! Sodara bukan, sih?” Moi ngedumel saat disuruh kakaknya nyuci baju di sungai. Aliran air di sungai itu bening dan dingin.

“Aduh aku lupa bawa tongkat ajaib. Nyuci pakai tangan, deh.” Moi sadar dia lupa membawa barang yang paling penting pemberian kedua orangtuanya.

Selesai nyuci, Moi pulang ke rumah. Tempat tinggal yang dahulunya ramai dan penuh ketenangan berubah menjadi neraka saat kedua orangtuanya pergi entah ke mana setahun yang lalu.

Ingatannya kembali ke masa lalu. Seperti hari ini, Moi pulang setelah bermain-main di sungai. Moi melihat rumahnya dari kejauhan, di depan mata tampak ibu dan ayahnya sedang duduk menunggunya. Moi segera berlari, tergesa-gesa tanpa memedulikan baju yang baru dia cuci kotor karena terseret di atas pasir.

“Kamu udah pulang? Jadi anak kecil jangan main-main. Makan dulu sana!” perintah ibu Moi.

“Iya,” sahut Moi sambil tersenyum manis. Senyumannya begitu menggoda. Tak ada orang yang tak menyukainya, terlebih Moi adalah anak yang manis. Tak jarang sikapnya menimbulkan rasa iri dan dengki kedua kakaknya, Romlah dan Jamilah.

“Moiii!” Suara teriakan dari Romlah seakan memecah gendang telinganya. Membuat dia tersadar dari lamunan. Secara tiba-tiba bayangan ayah dan ibunya pun ikut menghilang. Ternyata itu cuma halusinasi Moi saja.

“I-iya, Kak,” sahut Moi. Wajahnya penuh ketakutan seakan sang kakak ingin menelannya hidup-hidup.

“Mana ramuan pesananku?” tanya Romlah.

“Lupa, Kak.” Moi menjawab perlahan.

“Kalau sore ini ramuan itu belum selesai, nanti malam gak ada jatah makan!” perintah Romlah, kemudian pergi meninggalkan Moi sendirian di halaman.

“Sial! Bagaimana aku bisa lupa membuatkan ramuan awet muda buat Kak Romlah? Dasar kakak biadab. Udah tua ya tua aja. Ngapain nyuruh-nyuruh aku untuk buatin ramuan awet muda segala. Mana bahannya kurang satu jenis harus keliling hutan baru bisa nemu. Ayah … Ibu … kapan pulang? Moi udah gak tahan disiksa kedua kakak.” Moi berbicara perlahan. Mengeluarkan segala keluh kesah.

Moi merasa hidupnya tidak adil. Semenjak kedua orangtuanya pergi. Untuk makan sehari-hari Moi harus bekerja keras membereskan rumah, mencuci baju, dan membuatkan ramuan aneh-aneh yang diminta kedua kakaknya. Ramuan awet muda lah, ramuan tampil cantik, ramuan pelet untuk menggaet cowok kampung sebelah, dan segala macam ramuan yang mustahil ada di dunia. Sialnya, semua ramuan itu berhasil Moi buat yang akhirnya menjadi langganan kakaknya.

Moi sudah merasa lelah dan sedikit jengah ingin segera meninggalkan rumah. Moi memikirkan sebuah cara. Moi tetap melakukan permintaan kakak keduanya untuk membuat ramuan awet muda. Hanya saja dia menambahkan satu bahan aneh yang akan menjadi surprise buat Romlah. Untuk Jamilah, biarlah menjadi urusan keduanya.

Moi sibuk meracik bahan-bahan untuk membuat ramuan. Dan mengolahnya dalam waktu yang singkat. Setelah itu, Moi bersiap-siap mengambil tongkat, sapu terbang, dan beberapa perlengkapan lain. Moi menyembunyikan di semak-semak depan rumahnya.

Sore pun tiba. Romlah dan Jamilah sedang berjalan menuju rumahnya. Sambil bercakap-cakap kedua kakak beradik itu berjalan santai tanpa tahu jika kehidupan mereka berdua akan segera berubah.

“Kak, aku udah nyuruh Moi buat ramuan awet muda untuk kita,” kata Romlah.

“Benarkah? Kamu benar-benar adikku. Setelah minum ramuan itu, kita akan muda lagi dan bisa tebar pesona ke pemuda kampung sebelah,” kata Jamilah sambil tertawa. Matanya memancarkan aura yang tak biasa. Terlihat sekali kalau dia sedang bahagia. Entah lelaki mana lagi yang sekarang ingin dicuri hatinya.

“Moi! Ramuan pesananku udah selesai, belum?” tanya Romlah ketika memasuki rumah.

“Sudah, Kak. Aku taruh di kamar Kakak,” jawab Moi.

“Tugas dari aku udah kamu kerjakan, Moi?” tanya Jamilah.

“Sudah, Kak. Udah terlipat rapi di kamar Kak Romlah. Belum sempat Moi pindah ke kamar Kakak,” jawab Moi.

Mereka bertiga berjalan menuju kamar Romlah. Di ranjang daleman Romlah pun sudah terlipat rapi.

“Moi! Ini kenapa dalemanku jadi berwarna kuning menyala? Bukankah tadi aku minta berwarna pink cerah! Malam ini kamu gak dapat jatah makan dan tidur di gudang!” teriak Jamilah. Mukanya merah padam saat mengetahui daleman kesayangan berubah menjadi warna yang dia benci.

“Tapi, Kak. Moi lapar.”

“Itu urusanmu. Sekarang pergi ke gudang!”  perintah Jamilah.

Dengan langkah berat, Moi berjalan ke gudang. Impiannya untuk bisa menikmati nasi sesuap musnah sudah. Jadi dia harus menunggu kesempatan yang tepat untuk melakukan aksinya.

Malam pun tiba. Seusai Romlah dan Jamilah segera meminum ramuan awet muda yang dibuat Moi. Sepuluh menit kemudian kedua kakak beradik tertidur pulas. Moi memeriksa keadaan kedua kakaknya. Setelah dirasa cukup pulas, Moi segera mengambil tongkat ajaib kedua kakaknya dan menyimpan di semak-semak depan rumah.

Moi kabur dari rumah. Tak lupa dia menggembok pintu rumah dengan gembok tujuh lapis yang ditinggalkan kedua orangtuanya.

Segera Moi naik sapu terbang, bersama Ketty—kucing kesayangannya. Dia memulai petualangan barunya di luar angkasa, maksudnya luar rumah. Kehidupan yang selama setahun ini sangat dia harapkan. Meninggalkan rumah, dan hidup jauh dari kedua kakaknya.  Tak lupa Moi memakai baju biru kesayangannya dengan pita merah di rambutnya dan membawa dompet pink untuk memulai hidup barunya.

“Tak sia-sia aku mencampurkan obat tidur di ramuan awet muda Kakak,” kata Moi sambil tertawa. 

 

Bersambung ….

 

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply