Misteri Kunang-kunang

Misteri Kunang-kunang

Misteri Kunang-kunang

Oleh: Erlyna

Gelap. Gadis berambut sebahu itu sangat menyukai gelap. Bukan karena ia buta, hanya saja saat gelap ia bisa menjadi dirinya sendiri. Melakukan apa saja yang ia mau.

Seperti malam ini, saat kedua orangtua angkatnya tidak di rumah. Gadis yang akrab disapa Devi itu berjalan pelan sambil menyusuri rumahnya yang mewah. Mata bulatnya sesekali mengerjap, menyesuaikan penglihatan dengan nyala senter yang dipegangnya.

Langkahnya tiba-tiba terhenti. Dahinya berkerut, sambil mengamati sebuah stoples di atas lemari. Seingatnya, ini adalah lemari milik kakaknya, Sahara.
Tanpa berpikir panjang, Devi mengambil stoples tersebut.

Aneh sekali, kenapa isinya kosong? Lalu untuk apa orang seperti Sahara yang sangat mencintai kebersihan, meletakkan sebuah stoples kosong di atas lemari?

Devi mengamati kembali stoples tersebut. Bentuknya unik. Cocok sekali dengan katakter Sahara. Namun entah kenapa, Devi justru membawa stoples itu menuju kamarnya. Gadis pendiam itu menganggap stoples itu tidak terpakai dan tanpa sengaja ditinggalkan Sahara di atas lemari.

Sampai di kamarnya yang gelap, Devi meletakkan stoples itu di samping tempat tidur. Ia lalu merebahkan tubuh kurusnya ke atas kasur tipis.
Tidak ada yang menarik. Rumah ini hanya penuh dengan barang-barang yang tidak dipahaminya. Apakah orang kaya selalu menghambur-hamburkan­ uang untuk membeli benda-benda aneh? Seperti patung harimau besar yang berdiri menyeramkan di depan kamar orang tua angkatnya itu?

Klik!
Devi terdiam saat mendengar suara. Ia meraba tempat tidurnya, mencari senter yang selalu diletakkan di samping bantal.

Tidak ada siapa-siapa. Devi terus memeriksa kamarnya sambil bergumam sendiri. Tidak ada yang aneh dengan kamarnya. Barangkali tadi hanya suara tikus.

Sambil menatap kegelapan, Devi membayangkan perjalanan hidupnya. Bermula dari ayahnya yang tiba-tiba ditemukan tidak bernyawa saat bekerja di sawah. Lalu disusul ibunya yang gila. Konon katanya diguna-guna oleh seorang laki-laki yang diam-diam mencintainya sejak lama.

Setelah itu, Devi tidak ingat apa-apa. Sepertinya ia diusir dari kontrakan dan menggelandang. Kemungkinan ia jatuh pingsan di jalan karena kelaparan, sebelum akhirnya ditemukan oleh Sahara.

“Sial! Aku ketiduran.”

Devi bangun dari posisi tidurnya. Mengucek matanya sebentar lalu menatap sekelilingnya.

“Tunggu … ini apa?” ucapnya dengan suara gemetar.

Di samping tempat tidur, stoples yang tadi diambil dari atas lemari milik Sahara tiba-tiba mengeluarkan cahaya kekuningan.

“Kunang-kunang? Tunggu! Mereka datang dari mana? Bukankah tadi stoplesnya kosong? Lalu, kenapa sekarang dipenuhi kunang-kunang?”

Devi terus bergumam sambil menatap kamar yang berpendar-pendar dengan tubuh gemetar.

“Tidak. Aku harus mengembalikan stoples ini. Aku harus mengembalikannya ke tempat semula.”

Masih dengan tubuh gemetar, Devi keluar kamar, berjalan terseok-seok menuju lemari besar, tempat menyimpan baju-baju milik Sahara.

Setelah mengembalikan stoples ke tempat semula, Devi bergegas kembali ke kamar, mengunci pintunya lalu tidur.

* * *

Paginya Devi terbangun dengan tubuh basah oleh keringat. Ia memutuskan untuk mandi lalu menuju dapur, menyiapkan sarapan.

Rumah terasa sepi. Tidak terlihat Pak Bambang yang setiap pagi duduk di pinggir kolam renang sambil membaca koran. Begitu pula Bu Bambang yang selalu menyemprot anggrek-anggrek kesayangannya setiap pagi.

“Mereka belum pulang, ya? Katanya hanya pergi semalam dan akan kembali pagi ini. Tapi sekarang masih sepi. Ya sudahlah.”

Devi melangkah menuju meja makan. Mengambil setangkup roti tawar lalu memakannya. Mata Devi menatap sekeliling, merencanakan acara bersih-bersih sambil menunggu ayah dan ibunya pulang. Tatapannya terhenti di depan sebuah kamar di lantai dua. Lampu kamar itu menyala.

“Doni sudah pulang, ya? Katanya ada acara mendaki sampai Minggu. Ini kan, baru hari Kamis?”

Karena penasaran, Devi memutuskan mencari tahu sambil sekalian mengantarkan sarapan untuk adik angkatnya.

“Don … Doni! Kamu sudah pulang?”

Tak lama pintu terbuka. Tampak sosok laki-laki tampan yang terlihat baru saja selesai mandi.

“Ada apa? Pergi sana! Aku mau istirahat, capek.”

Doni menatap Devi dengan pandangan kesal. Sepertinya Devi datang di saat yang tidak tepat.

“Maaf. Aku tidak bermaksud mengganggu. Aku hanya ingin memastikan bahwa kamu sudah pulang, sekalian mengantarkan sarapan.”

“Aku sudah makan tadi di jalan.”

“Oh. Ya sudah. Eh, Don ….”

“Apa lagi?”

“Anu, Ayah dan Ibu pergi ….”

“Iya. Aku tahu. Sudah sana.”

Doni menutup pintu kamar, tanpa memedulikan Devi yang masih ingin bicara. Sambil menghela napas, Devi membalikkan badan, lalu kembali menuruni tangga sambil merutuk di dalam hati. Saat itulah matanya melihat stoples yang semalam dibawa ke dalam kamarnya.

Prang!

Devi melotot dengan tubuh gemetar. Matanya terus menatap stoples di atas lemari yang kini berisi beberapa bola mata.

“I … i … itu ….”

Tanpa sepengetahuan Devi, seseorang berdiri di balik tembok sambil tersenyum puas.(*)

Purworejo, 9 Januari 2019

Erlyna, perempuan sederhana kelahiran Jakarta yang menyukai dunia anak-anak. Hobi makan, melamun dan menyaksikan anak-anak menciptakan keajaiban.

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply