Mirror on the Wall

Mirror on the Wall

Mirror on the Wall

Oleh : Freky Mudjiono

 

Kamu adalah ciptaan yang paling patuh. Paling patuh ….

Sang Tuan memintamu untuk hanya mengatakan kebenaran, setiap kali sebuah kalimat sakral disebut. Maka, dirimu akan menjawab setiap pertanyaan yang diajukan tanpa berselubung dusta.

Suatu waktu seorang penyihir berwajah cantik, tapi dengan hati paling gelap yang pernah dimiliki manusia hadir di hadapanmu.

Mirror … mirror on the wall. Siapakah wanita yang tercantik di negeri ini?”

Kamu adalah ciptaan yang paling patuh. Menjawab pertanyaan yang diajukan tanpa berselubung dusta.

“Dirimu adalah wanita tercantik di sini,” jawabmu tegas tanpa ragu.

Wanita berhidung mancung itu lalu tertawa puas. Berkali-kali ia memuji dirimu yang selalu mengatakan kebenaran.

Hampir setiap hari, ia hadir. Membuka kain sutra yang menyelimuti dirimu, lalu mengajukan pertanyaan yang sama. Jawabanmu juga selalu serupa.

Hingga suatu ketika, jawaban yang kamu berikan berbeda, membuatnya terbelalak tak percaya.

“Seorang putri berkulit seputih saljulah yang tercantik di negeri ini.”

Jawaban yang membuatnya murka. Namun, bukan padamu, melainkan kepada seluruh gadis cantik yang berkulit putih seperti yang kamu deskripsikan. Teror melanda hidup gadis-gadis itu. Mereka harus hidup dalam persembunyian, atau mati, apabila pasukan bayaran yang diperintahkan sang penyihir menemukan mereka. Seluruh negeri berada dalam ketakutan yang mencekam. Kecantikan tidak lagi menjadi sebuah anugerah melainkan label hidup yang suram dan mengantar pada kematian.

Kamu adalah ciptaan yang paling patuh. Menjawab pertanyaan yang diajukan tanpa berselubung dusta.

Puluhan hingga ratusan nyawa melayang sia-sia, sebelum akhirnya seseorang berhasil menusuk jantung sang penyihir dan menghentikan kekejamannya. Orang yang kemudian memutuskan untuk membuangmu jauh-jauh dari negerinya.

Kamu membeku dalam bisu selama ratusan tahun. Kain sutra yang biasa digunakan untuk melindungi dirimu, telah lama hilang entah kemana. Debu dan air yang dibawa oleh musim yang selalu berganti, menjadi kerak menahun kemudian membatu, menyamarkan bentuk aslimu.

Hingga, seorang pria dengan tatapan yang tajam tiba-tiba muncul—entah dari mana—memerintahkan beberapa orang dari pasukannya untuk mengangkatmu dari kotoran.

“Ketemu!” serunya puas sembari memilin kumisnya yang berbentuk kotak. Sepertinya, ia telah lama mencarimu. Ciptaan Tuan yang tidak pernah berkata dusta. Berderap langkah pasukan itu mengusung dirimu ke negeri mereka. Negeri yang memakan waktu lama untuk menuju ke sana.

Perjalanan yang panjang dan melelahkan, tidak membuat pria itu melupakan ambisinya. Tanpa membuang waktu, segera setelah dirimu dibersihkan dan dipajang di dinding sebuah ruangan rahasia yang diketahui oleh hanya sedikit sekali orang, ia langsung bertanya. “Mirror … mirror on the wall. Siapakah bangsa yang paling berkuasa di dunia ini?”

 Ia menanyakan hal itu padamu, lebih daripada sekali. Tentu saja, kamu tidak mengecewakannya. Menjawab tanpa dusta.

Setiap jawaban yang ia terima, berujung serangan pasukannya pada suku bangsa yang kamu sebut. Pria dan wanita, tua bangka maupun bayi merah yang baru saja keluar dari rahim seorang wanita, tidak luput dari pemusnahan.

Memiliki dirimu di sisinya, ia menggila. Bumi hanya diciptakan untuk satu bangsa terunggul—bangsanya. Tanpa sungkan. Ratusan nyawa kembali melayang demi sebuah tujuan, baik melalui hujanan peluru tajam maupun asap beracun yang disalurkan ke dalam ruang-ruang tertutup rapat kamp isolasi. Aroma kematian, menyebar ke penjuru dunia.

Syukurlah, selalu ada akhir dari segalanya. Pria itu kehilangan nyawanya setelah sebutir peluru menembus kepalanya. Peluru yang ia tembakkan sendiri setelah tersudut tanpa kekuasaan yang selama ini ia kejar. Sebelumnya, ia sempat mencercamu habis-habisan. Mencercamu yang tidak pernah memberi jawaban yang ia inginkan.

Mirror … mirror on the wall. Siapakah yang paling berkuasa di dunia?” tanyanya histeris.

Kamu adalah ciptaan yang paling patuh. Menjawab pertanyaan yang diajukan tanpa berselubung dusta. Tentu saja, pria itu bukanlah yang paling berkuasa.

Dalam kekacauan, kamu menghilang. Terkubur dalam puing di kedalaman lumpur dan terlupakan. Namun, tidak pernah ada akhir bagimu. Kamu akan menjawab tiap pertanyaan yang diajukan. Hingga, tiba waktunya Tuanmu menggulung alam semesta, dan menarik kembali tugas yang telah dibebankan padamu.

Mirror … mirror on the wall ….” (*)

Medan, 14 Juli 2020

 

(*) Terinspirasi dari dongeng Snow White dan riwayat Adolf Hitler.

 

Freky Mudjiono. Seorang penulis pemula yang sangat beruntung bisa bergabung di komunitas Loker Kata.

Editor : Devin Elysia Dhywinanda

 

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply