Minuman Favorit Helena (Terbaik ke-9 LCL)

Minuman Favorit Helena (Terbaik ke-9 LCL)

Minuman Favorit Helena
Oleh: Diana Key
Pilihan Gambar: Gambar 4
Terbaik ke-9 Lomba Cermin Lokit
#Menerjemahkan_Gambar

 

Josh mengalah. Bukan karena dia kalah, tapi hanya tak ingin dituduh tega oleh tetangga. Apa salahnya dia libur bekerja karena istri sedang sakit? Namun, apa akibatnya? Sudah hampir setengah jam dia hanya mondar-mandir di depan showcase berisi aneka minuman. Kadang sejenak berhenti membetulkan gendongan. Baby Sky selalu bergerak, terlebih saat Josh berhenti melangkah. Kaki mungilnya akan berayun seolah mengajak Josh mendekat ke arah kulkas itu.

“Diamlah, Sky. Apa kau selalu begini dalam gendongan ibumu?” Josh menatap anaknya sekilas, lalu menengok lagi ke arah kulkas. Matanya tak beralih dari deretan botol-botol minuman dingin. Merek yang selalu dia sukai masih saja tak ada. Ini sudah minimarket kelima yang terdekat dari rumah. Sejenak dia berpikir, Helena membeli minuman itu di mana?

Stupid! Kenapa tadi aku enggak tanya Helena dulu, ya? Josh merutuk dalam hati. Dia maju selangkah sambil mencoba mencari botol kuning dengan tulisan hijau di balik botol deretan paling depan. Mungkin terlalu lama berada di depan kulkas membuat Sky bosan. Dia mulai merengek. Tangan-tangan mungil itu mengucek mata, lalu beralih ke rambutnya.

“Apa lagi? Kamu mau sebotol susu?” Balita itu mengangguk cepat. Sembari tersenyum dia menunjuk pada deretan botol susu. “Jangan diminum sebelum dibayar, ya. Ayah akan masukkan dalam keranjang dulu. Nanti kita juga akan beli keripik kentang dan biskuit cokelat kesukaanmu.” Josh mengusap kepala Sky. Balita itu membalas dengan tawa senang dan bertepuk tangan.

Tanpa sengaja, tatapannya berhenti pada botol kopi susu kesukaan Helena. Tunggu. Josh ingat istrinya suka minum kopi itu saat mereka belum punya anak. Sejak ada janin dalam perut Helena, botol berisi kafein tak pernah lagi menghiasi deretan minuman instan di kulkas rumah mereka.

Helena pasti senang kubelikan kopi kesukaannya, batin Josh. Dia mengambil beberapa botol kopi susu, lalu meletakkan dalam keranjang, di sebelah botol susu milik Sky. Melihat isi keranjang bertambah, bayi berusia satu tahun itu mengayun kaki lagi.

“Ah, kamu. Keranjang sudah berat, bisa diam enggak, sih?” Nada bicara Josh meninggi. Sky menatap dengan sedih. Padahal dia hanya suka melihat botol-botol itu berjajar dalam keranjang.

Josh mulai merasa punggungnya kaku. Tali gendongan yang menggelayuti pundak terasa semakin berat. Dia teringat jarak rumah ke toko yang sekarang didatangi sudah lumayan jauh. Sepeda membantunya bergerak hingga sejauh ini. Namun, minuman kesukaannya belum juga bisa dibeli.

Helena selalu berjalan saat belanja, padahal dia juga menggendong Sky. Tangannya pasti membawa banyak barang belanjaan. Apa iya enggak capek dan repot? Tapi kenapa Helena enggak pernah mengeluh, ya? Pertanyaan itu menggantung di kepala Josh, bersisian dengan bayangan istrinya menggendong balita sambil memegang tas belanja.

Sesaat kemudian, bukan hanya pundak dan punggung terasa kaku, nyeri mulai menyerang lengan kiri bagian bawah. Josh menatap keranjang. Mungkin botol-botol itu penyebab lengannya sakit. Dia tiba-tiba ingat soal mencuci piring dan perabot masak. Tadi dapur ditinggalkan begitu saja. Mengejar waktu untuk keluar rumah sebelum matahari bersinar lebih terik. Sementara Helena tergolek lemas di kursi sofa ruang tengah. Mainan Sky terserak di lantai sekitar meja, sofa, dan lemari buku. Josh menghela napas panjang.

Helena mengerjakan semuanya? Bahkan aku tak pernah mengira pekerjaan di rumah bisa sebanyak itu, pikir Josh. Dia mendadak seperti tersadar, lalu melangkah menuju kasir untuk membayar botol-botol minuman kesukaan Helena dan Sky.

“Sebelum pulang, kita akan ke toko bunga, Sky.” Josh memeluk bayinya sebentar, lalu tersenyum. Biar saja dia tak jadi mendapatkan minuman kesukaannya, asalkan Helena bisa merasa senang.

Kepala Josh sudah dipenuhi aroma bunga mawar putih. Dia akan mengulang keindahan sore beberapa tahun lalu itu dengan jantung berdegup kencang. Menyaksikan rona merah di pipi Helena saat menerima buket bunga. Binar cinta dan bahagia itu menariknya hingga terjatuh lagi dalam kolam cinta untuk Helena. Senyum yang selama ini dia lihat ketika pulang kerja, harus terus dijaga.

Siang ini cinta dalam dada Josh seperti kembali membuncah. Dia mengayuh sepeda sekuat tenaga, seolah takut toko bunga kehabisan stok mawar putih. Baby Sky mengayun kaki dan meronta. Josh berusaha menenangkan dengan mengusap kepala Sky sebentar, sebelum tangannya kembali memegang setang sepeda. Dalam kepala pria dengan rambut digelung itu hanya ada bunga mawar putih. Namun, dalam tatapan Sky ada bening menggantung, seiring bayangan tas belanja berisi keripik kentang, biskuit cokelat, susu, dan minuman kesukaan ibunya, yang menjauh karena teronggok di tempat parkir sepeda. (*)

Lumajang, 21 September 2021

Diana Key, tinggal di Lumajang. Suka menikmati kopi dan membaca novel.

Komentar juri, Evamuzy:

Satu hal yang paling saya ingat pada cerita ini adalah, ending-nya! Sepertinya memang penulis ingin sekali pembaca ikut “gemas” atau mungkin berteriak, “Hei, itu!”. Tapi terlepas dari ending yang menggemaskan itu, nuansa yang dibangun sepanjang cerita ini juga cukup mewakili gambar. Dan satu hal yang saya setujui di cerita ini, yang membuatnya logis, bahwa kebanyakan pria tak cukup senang dan menikmati aktivitas berbelanja, apa pun alasannya. Ya, ya, baiklah, mesti tidak semua begitu. Good job, deh, untuk Josh. Dan tentu saja good job untuk penulisnya. Kami tunggu karya-karya ciamik selanjutnya.

Lomba Cermin Lokit adalah lomba menulis yang digelar di grup FB Komunitas Cerpenis Loker Kata (KCLK)

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami

Leave a Reply