Melepasmu Dari Hidupku, Billy
Oleh : Alisa Davina (Pipin)
Kenapa kita ditakdirkan bertemu, jika akhirnya harus berpisah? Beginikah cara Tuhan memberikan kisah cinta kita dalam hidup ini? Sungguh, takdir-Nya terkadang kejam sekali. Dia menjadikan kita jauh dari orang yang kita cintai. Menjadikan kita berbeda dunia dan tak bisa bertemu lagi.
Namanya Billy. Aku sangat mencintainya. Bagaimana tidak? Saat aku butuh sandaran, Billy lah yang selalu ada untukku. Ia memberiku setitik cahaya dari cinta hingga akhirnya aku pun bisa berdiri tegak lagi setelah dihancurkan oleh cinta semu. Namun, saat aku benar-benar mencintai Billy, Tuhan tidak menakdirkan kami untuk bersama.
“Sabar, ya, Pin,” ucap Mak sambil menepuk-nepuk pundakku.
Senja itu, aku mengajak Mak ziarah ke makam Billy. Sosok yang mampu mewarnai hari-hariku. Apa pun yang kulakukan, ia selalu ada menemaniku. Kadang, saat sedih ia bisa membuatku tertawa sebab tingkahnya yang pandai menghiburku. Oh, Billyku sayang.
Kini serasa dunia gelap tanpa hadirnya. Billy tewas dalam insiden kecelakaan. Memilukan.
“Di sini nyampek subuh, ya, Mak,” ujarku.
“Aduh, dasar anak perawan! Galau dipelihara.”
“Cinta sejatiku, Mak. Masih belum ikhlas rasanya,” keluhku.
Aku merasa hanya Billy lah yang mampu memahamiku. Ia setia mendengar keluh kesahku di sepanjang hari.
Hening.
Lalu ….
Aku menangis tersedu-sedu, memeluk nisan Billy. Mak tetap berdiri, tapi terbawa suasana. Ia pun beruraian butir-butir bening yang membasahi pipinya.
Apa gunanya hidup ketika diri tak bisa bersama yang dicintai? Kosong, hilang semangat, tak punya arah, dan bisa jadi gila. Sungguh, aku tak bisa hidup tanpa Billy. Sosok yang menjadi penyemangatku selama ini.
“Pin?”
“Apa, Mak?”
“Mau jajan onde-onde, nggak? Tadi, waktu perjalanan ke mari mak beli khusus buat kamu, lho. Ada nih di dalem tas mak,” bujuk pemilik wajah mirip Kareena Kapoor KW tujuh itu. Bener-bener, deh, Mak malah menawarkan jajan saat waktu yang tidak tepat.
“Bukan waktunya makan, Mak. Aku lagi sedih, tau,” jawabku kesal.
“Oh, iya, ya… Kamu, kok, cinta setengah mati sama Billy, kenapa, sih, Pin?” tanyanya penuh selidik.
“Entahlah, Mak. Cinta itu kadang membingungkan. Di satu sisi, hadirnya mampu menerangi langkahku. Namun, setelah kepergiannya membuatku jatuh dan terpuruk terlalu dalam.”
“Sabar, pasti kamu diberikan ganti yang lebih baik, Nak. Percaya sama takdir Tuhan.” Mak mencoba menenangkan pikiranku yang kacau.
“Begitukah, Mak?”
Wanita yang mengenakan gamis hitam itu tampak mengangguk-angguk. Sesekali ia membenarkan kacamata yang bertengger di hidungnya yang tenggelam.
Kuseka airmata, belek, upil, dan iler yang ikut menetes bersama tangisan. Ada kelegaan usai mengeluarkan sesak dalam dada.
“Pin?”
“Apalagi, Mak?”
“Mau permen?”
“Nggaaak!” teriakku.
“Oke, mak bakal diam.”
Lelah bila harus berdebat pada orang yang telah melahirkanku ke dunia itu. Aku pun membuka buku kecil berisi surah Yasin, tahlil, dan kalimat tayibah lainnya.
Mak akhirnya duduk bersila seperti seorang pertapa. Tampak ia mengeluarkan kipas seperti tukang sate Madura. ”Kipas-kipas cari angin, pacar tewas cari yang lain”, katanya.
Hadeuh! Aku Tepuk jidat.
“Mak, ganggu orang berdoa, dosa, tau!”
“Ah, masa, Pin?” wanita bergincu merah meriah itu tak percaya.
“Mak, mau ditipuk pakai duit atau bakwan?”
“Semuanya.”
“Rakus!”
Kulanjutkan kembali mengaji sore itu, dengan angin yang membuat buluk kudukku berdiri, suasana mendung hitam mencekam karena menjelang magrib.
“Pin.”
“Kalau masih ngomong terus, bagaimana aku kusyuk kirim doa buat Billy, Mak?”
“Merinding bulu kuduk mak. Pulang, yuk!”
“Belum rampung. Tunggu setengah jam mungkin kelar, Mak.”
Lagi, aku meneruskan membaca ayat-ayat Tuhan. Alhamduillah, Mak tidak rewel. Kulirik sekilas … Mak malah menikmati makanan ringan dari tepung itu.
“Pin, yang sudah tak bernyawa, tidak bisa hidup lagi. Hari kemarin merupakan pelajaran, hari ini menentukan langkah, dan hari esok adalah masa depan.” Mak memberi nasihat panjang kali lebar.
“Ya, Mak. Aku akan bangkit dari cinta beda dunia ini. Yuk, balik!” Mak berdiri. Sejenak kupandang lama tonggak pendek itu ….
Billy, kucingku tersayang
Lahir 28 April 2015
Wafat 29 September 2020
Kota Bersemu, 16 September 2021
Pipin alias Alisa Davina, adalah seorang newbie yang hobi baca buku, menonton film humor, India dan kartun. Ia hanya ingin dikenal lewat tulisannya yang—semoga—bisa membuat orang tertawa. Karena dengan tertawa hidup akan bahagia.
Editor : Rinanda Tesniana
Gambar : https://pin.it/1e0ZCNy
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata