Mei
Oleh: Reza Agustin
“Dari seluruh tempat di dunia, kenapa aku harus berjumpa denganmu di sini, Mei?” Mail mengurut puncak tulang hidungnya, sementara matanya mencoba menghindari tatapan wanita cantik itu.
“Aku juga tak menyangka harus berhadapan denganmu dalam situasi seperti ini. Pasti sulit sekali rasanya bagimu untuk menolakku malam ini,” tutur wanita itu sambil mengembuskan asap rokoknya. Tubuh dibalut dengan qipao merah ketat, bersulam motif bunga-bunga sakura berwarna emas. Gaun tradisional Tiongkok itu memiliki belahan yang tinggi sampai pangkal paha. Nyaris tak menyembunyikan apa pun. Membuat napas Mail tercekat di tenggorokan.
Biasanya ia tak pernah merasa bersalah dengan setiap perempuan yang ia panggil. Baginya mereka semua sama saja. Tak lebih dari pemuas berahi yang akan tunduk di hadapan pria-pria berduit, seperti Mail tentunya. Hanya saja, dari seluruh populasi pelacur di Malaysia, kenapa harus dia. Kenapa harus Meimei yang selalu menjadi wanita baik di mata siapa pun? Kenapa harus gadis kecil yang sejak dulu ia cintai?
“Aku yakin kau sangat terkejut melihatku, Tuan Ismail. Sudah lima tahun kau tak pernah pulang ke kampung halaman. Aku sampai terheran kenapa kau tak pernah menyempatkan diri untuk pulang,” ujar Meimei yang tengah mematikan puntung rokok terakhirnya.
“Seharusnya kau sudah paham kalau aku sedang menghindari orangtuaku bukan?” Mail melepas dasi yang membelit lehernya, sebenarnya ia akan melucuti seluruh pakaian di tubuhnya kalau wanita yang duduk di atas sana bukan Meimei. Sofa impor dari Italia itu sebelumnya selalu tampak biasa saja. Namun, ketika Meimei yang mendudukinya, rasanya berbeda. Ia ingin mendudukinya lebih dari apa pun.
“Kau sedang kesakitan sekarang, Mail. Kau keberatan jika aku melakukan pekerjaanku?” ujar Meimei yang diikuti seringaian menggoda, walau di mata Mail lebih terlihat menyeramkan.
“Mei, kau tahu aku takkan melakukannya denganmu. Ambil saja uangnya lalu pergilah, anggap saja aku memberikannya secara percuma.” Mail bangkit dari kursinya. Mengusap kasar anak rambut yang menuruni dahinya.
“Secara percuma? Itu bukan dirimu sekali, Mail.” Telunjuk wanita itu menekan dadanya yang masih dilapisi kemeja. Sedikit sentuhan dari Meimei membuat Mail ingin sekali melempar wanita itu ke atas ranjang. Seperti yang dulu ia lakukan.
“Jangan menggodaku, Mei.” Mail mencengkeram kedua lengan Meimei, menahannya untuk terus bergerak. Sial, ia lupa kalau gaun yang dikenakan Meimei punya belahan dada rendah. Daging yang terlihat dari belahan itu sukses menghantarkan kalor ke seluruh wajah. Cengkeraman tangannya melonggar.
“Aku tahu kau takkan mungkin menolakku, Mail. Kau tahu, aku suka.” Meimei melepaskan cengkeraman tangan yang lemah itu. Membiarkan dirinya untuk melakukan pekerjaannya tanpa penolakan dari Mail.
***
“Aku pikir aku takkan pernah bertemu denganmu lagi, Mei,” ujar Mail pada ceruk leher Meimei. Wanita itu masih menggeliat lemah di bawah selimut, terusik dengan suara Mail. Agaknya ia masih lelah setelah selesai dengan pekerjaannya.
“Kita masih bisa bertemu lagi, kau masih punya nomor rumah bordil itu, bukan? Panggil saja aku kapan pun kau mau. Asal jangan hari Jumat, aku akan siap sedia untuk datang.” Meimei belum sepenuhnya bangun, ia masih terpejam.
“Aku pikir kau akan jadi seorang guru yang cantik seperti cita-citamu dulu, Mei. Aku bisa membayangkannya dengan jelas kau berada di depan kelas, mengenakan seragam guru, lalu bernyanyi bersama mereka. Kau akan jadi guru yang baik.” Mail menatap Meimei lekat-lekat. Ia menopang kepalanya dengan salah satu tangan, sementara tangannya yang lain memilin rambut sang wanita.
“Itu hanya impian masa kecil, Mail. Kau terlalu naif, menjadi guru TK tak bisa membuatku hidup. Maka dari itu mereka lebih memilih putrinya untuk dijodohkan dengan pria tua uzur yang napasnya tinggal satu helaan,” tutur Meimei pilu, matanya telah sepenuhnya terbuka.
“Apa perjodohan itu terjadi di malam itu? Saat kau datang ke rumahku dan memintaku mengambil segalanya darimu?” Mail menggali lebih dalam, berharap dengan begitu ia bisa mengetahui apa yang telah ia lewatkan selama lima tahun.
“Iya, malam itu di mana semuanya berawal.”
Bagaimana bisa Mail melupakan malam itu? Saat di mana Meimei menyelusup ke kamarnya melalui jendela. Menangis dalam pelukannya, mengatakan bahwa ia dalam keadaan di ujung tanduk. Di malam itu pula, Mail menemukan sosok berbeda dalam diri Meimei. Seseorang yang selalu mendapat pandangan baik di mata siapa pun. Saat di mana Meimei menggodanya, membuat Mail dengan beringas melucuti benang-benang yang membungkus tubuh keduanya. Saling bergelut dengan keringat yang membanjiri tubuh. Hingga akhirnya Mail melepaskan hasrat terpendamnya pada seseorang yang sejak dulu ia damba.
Hanya saja, Mail tak memperhitungkan bagaimana reaksi kedua orangtuanya. Tentu saja ayah dan ibunya murka saat mendapati anak lelaki semata wayang mereka telah menodai anak gadis orang lain. Sementara anak gadis itu adalah rival bisnis sang Ayah. Kendati sebutan gadis sudah tak pantas disandang lagi oleh Meimei. Sudah jelas mereka mengusir Mail, tentu saja diiringi umpatan-umpatan yang membuat telinga Mail panas dibuatnya. Bahkan hingga lima tahun ini, mereka masih mengibarkan bendera perang dingin itu pada Mail.
“Apa yang terjadi padamu setelah itu, Mei? Aku rasa aku harus mendengarnya darimu.” Mail mengangkat dagu Meimei, memberikan sebuah kecupan singkat padanya.
“Tak jauh berbeda denganmu. Aku juga terusir, walau setidaknya aku masih punya seseorang untuk menemani. Tak seperti dirimu yang pergi sendirian dan tak pernah kembali. Tahu-tahu namamu sudah masuk surat kabar, jadi pengusaha termuda yang sukses dan menggebrak Malaysia.” Meimei menelusuri rahang tegas Mail dengan telunjuknya. Bohong kalau ia tak merindukan pria ini.
“Maksudmu seseorang di rumah bordil? Kau punya teman di sana? Kalau begitu dia teman yang baik. Setidaknya izinkan aku berterima kasih padanya sudah mau menemanimu. Minggu depan aku akan pergi ke Jepang, masih ada sedikit waktu untuk menemanimu. Itu kalau kau tak keberatan,” tutur Mail.
“Aku tak keberatan, justru aku akan mengundangmu ke sana. Ia pasti sangat senang bertemu denganmu, aku pastikan itu.” Meimei melenguh saat Mail kembali membenarkan wajahnya pada ceruk leher Meimei.
“Setidaknya izinkan aku bermain sekali lagi,” ujar pria itu tepat di telinga Meimei.
“Asal jangan lewat dari jam tujuh. Kita juga harus tampak rapi sebelum berkunjung ke sana. Mereka juga punya aturan.”
“Tentu saja. Apa pun untukmu, Mei.” Mail tahu, ia takkan pernah bisa menolak Meimei.
***
Rumah yang mengadaptasi desain Tiongkok tradisional itu berwarna merah. Ada beberapa lampu tradisional menggantung di atas pintu. Rumah bordil ini benar-benar menarik mata. Beberapa wanita dengan pakaian pendek tampak duduk di salah satu dipan. Melihat mereka tak pernah sama seperti melihat Meimei. Tak bisa menggugah hasrat kelakian-lakiannya.
“Keberatan kalau menunggu di sini. Ia pasti akan siap dalam beberapa menit, setelah itu bisa antar kami ke suatu tempat?” tanya Meimei sambil menunjuk ke dalam.
“Aku takkan pernah keberatan.” Mail tersenyum, tentu saja apa pun akan ia lakukan demi Meimei. Bahkan jika ia harus membayar mahal Meimei untuk membawa wanita itu kembali ke dalam pelukannya.
Beberapa wanita yang duduk berseberangan dengan Mail tampak tak senang melihatnya. Entah karena apa, sesekali mereka menatap Mail sengit lalu kembali dengan bahan obrolan mereka. Entah membicarakan soal pelanggan atau malah menggunjingkan Mail sendiri.
“Mail, kami sudah siap.”
Mail membeku di tempat. Meimei berdiri di depan pintu. Dengan seorang anak perempuan dalam gendongannya, mengenakan ransel merah muda, dan rambutnya pendek sebatas leher. Cantik, gadis kecil itu memiliki semua yang dimiliki oleh Meimei. Hidung yang proporsional, kulit putih bening, dan rambut hitam yang lebat. Nyaris semuanya, karena gadis kecil itu memiliki tatapan mata seperti milik Mail.
“Perkenalkan temanku, Mail. Namanya, Mai. Putrimu.”
“Cerita ini merupakan Fanfiction dari serial animasi anak Upin Ipin & Kawan-kawan”
Wonogiri, 28 Januari 2019
Reza Agustin, kelahiran Wonogiri yang menggemari Hallyu dan pecinta kucing. Instagram: @Reza_minnie dan Wattpad: @reza_summ08.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata