Masa Lalu

Masa Lalu

Masa Lalu

Oleh: Lusiana

 

“Aku mencintaimu, Kinasih. Ayo kita menikah,” ujar Cakra tiba-tiba yang membuat Kinasih tersedak jus semangka yang sedang diminumnya. Ia terbatuk-batuk, bahkan jus keluar dari lubang hidung yang membuat hidungnya terasa panas. Detik- detik berlalu, Kinasih masih di posisi membungkuk. Cakra hanya menunggu dalam diam. Karena ketika dia mencoba membantu wanita yang duduk di sebelahnya itu dengan menepuk-nepuk punggung, tangannya ditepis.

Sebenarnya sebelum Cakra mengatakan hal itu, semua terasa biasa saja, bahkan mereka baru saja makan siang bersama dengan teman satu divisi. Siang ini cukup terik. Setelah makan di rumah makan dekat kantor, Cakra mengajak Kinasih duduk-duduk di taman sembari menghabiskan jam istirahat. Sebenarnya berempat, hanya saja dua orang lain ada keperluan, jadi tinggal Cakra dengan Kinasih. Cakra membeli dua gelas minuman, untuk dirinya juga Kinasih.

Awal keduanya membicarakan soal pekerjaan, lalu bercerita tentang kenangan ketika berpacaran. Betapa dulu Kinasih adalah gadis yang perhatian. Apalagi sejak Cakra tinggal bersama budhenya karena ayahnya meninggal, dan sang Ibu lebih memilih bekerja ke luar negeri. Hampir setiap hari Cakra ke rumah Kinasih. Mereka mengerjakan tugas sekolah, atau hanya sekadar main game bersama. Rumah keduanya hanya berjarak 300 meter. Bahkan ayah dan ibu Kinasih sudah menganggap Cakra sebagai anak sendiri.

Cakra bahkan sempat mengatakan bahwa sejak putus dari Kinasih, belum ada wanita yang bisa menggantikan kebaikan Kinasih juga kebaikan ayah dan ibu Kinasih. Mendengarnya, wanita berusia 25 tahun itu hanya tertawa. Karena hal itu Cakra memantapkan diri mengatakan perasaannya. Hanya saja, ternyata hal tersebut membuat Kinasih terkejut sampai tersedak.

Setelah membungkuk cukup lama sampai membuat wajahnya terasa menggelembung, Kinasih duduk tegak. Ia menata  perasaannya. Sebenarnya sudah ada perasaan Cakra kembali menyukainya, hanya saja ketika momen itu datang tetap saja dia terkejut.

Keduanya putus sudah bertahun lalu. Kala itu Cakra harus berkuliah di Negeri Ginseng, Korea Selatan. Beasiswa yang diajukan di KAIST Korea Advance Institute of Science and Technology jurusan manajemen bisnis dan teknologi diterima. Keduanya sepakat untuk menjalani hubungan jarak jauh. Hanya saja seperti cerita-cerita hubungan jarak jauh yang telah lalu, karena kesibukan keduanya, juga pertemuan pertemuan dengan orang-orang baru, akhirnya keduanya memutuskan untuk berpisah.

Awalnya Cakra mulai susah dihubungi. Bahkan beberapa kali video call, ada seorang wanita cantik dengan hidung mancung yang hampir selalu ada di sebelah Cakra. Selang beberapa minggu Cakra bercerita dia mengenal seorang gadis Korea cantik teman sejurusan yang sering membantu dirinya. Gadis yang sering ada ketika Kinasih video call.

Cakra mengatakan ada rasa suka terhadap gadis tersebut. Pria tersebut berterus terang kepada Kinasih, walau berat. Kala itu Cakra mengatakan belum menembak gadis itu, dia berkata ingin mengakhiri hubungan lebih dahulu, agar Kinasih tak merasa dikhianati. Walau sebenarnya andaikan mereka menjalin hubungan lebih dahulu pun, Kinasih juga tak akan tahu. Dia menduga hal ini lambat laun pasti terjadi. Hanya saja, dia menghargai kejujuran Cakra. Dia bisa melepas laki-laki yang sudah menjadi kekasihnya selama tiga tahun terakhir ini dengan perasaan yang lebih tertata.

Setelah perpisahan itu, keduanya tak saling menyapa sampai bertahun-tahun lamanya. Kinasih bahkan memilih meng-unfollow akun Facebook juga Instagram milik Cakra. Dia ingin hatinya tidak dikotori rasa benci ketika melihat foto yang diunggah Cakra. Keduanya cukup terkejut ketika  dipertemukan oleh pertemuan di kantor Kinasih dua bulan lalu. Bahkan Kinasih cukup terkejut mengetahui Cakra sudah kembali ke tanah air. Saat itu Pak Adi sebagai manajer, memperkenalkan kepala divisi baru, karena kepala divisi Kinasih resign setelah melahirkan. Kinasih terkejut ketika tahu siapa kepala divisi yang sedang berdiri di hadapannya.

Seakan-akan tidak percaya ketika menatap Cakra. Pria tersebut terlihat semakin tampan, tinggi, juga maskulin. Beberapa saat ketika pandangan keduanya bertemu, waktu seperti berhenti beberapa detik.

“Kalian sudah saling kenal?” tanya Pak Adi kala itu menyadarkan keduanya. Kinasih mengangguk.

“Bagus, berarti kamu bisa membantu Cakra untuk pekerjaannya, juga tempat kerja kita. Beritahu denah gedung tempat kerja kita, juga bantu dia bagaimana sistem kerja kita,” ujar Pak Adi yang membuat Kinasih menghela napas panjang. Sekarang? Hal yang ditakutkan Kinasih pun terjadi.

“Apa kamu tak tahu aku sudah bertunangan?” Kinasih bertanya dengan hati-hati kepada Cakra. Cakra menatap Kinasih lama, membuat gadis itu merasa jengah.

“Tinggal jawab saja, tahu atau tidak. Tak perlu menatapku seperti itu,” ujar Kinasih gusar.

“Aku tak tahu. Aku hanya sering melihatmu dijemput motor matic warna hitam oleh seorang pria.” Padahal Cakra tahu, dia sudah mencari tahu dan sempat bertanya pada teman satu divisi Kinasih yang dengan gamblang bercerita tentang hubungan Kinasih.

“Aku tak nyaman dengan yang kau ucapkan. Bahkan kau membuatku terkejut sampai-sampai jus semangka yang kuminum keluar lewat hidung. Itu menyakitkan!” sengit Kinasih mengucap kalimat itu.

“Aku mengatakan hal yang dirasakan hatiku. Hanya berusaha jujur seperti waktu itu,” ujar Cakra lirih. Kinasih menghela napas panjang beberapa kali. Sikap Cakra akhir-akhir ini memang menunjukkan dia jadi lebih perhatian. Mengajak makan siang bersama, menanyakan pekerjaan kantor, membawa sarapan, bahkan terkadang memberi semur jengkol kesukaan ibu Kinasih.

Sebagai wanita, kalau mau jujur, dia suka perhatian itu. Apalagi beberapa minggu belakangan ini hubungannya dengan Buwana sedikit renggang karena tunangannya tersebut sedang fokus pada proyek besar di kantornya. Jadi perhatiannya pada Kinasih sedikit berkurang. Hanya saja akal sehat mengatakan jangan. Bahkan wajah Buwana pria yang saat ini menjadi tunangannya, terus menari-nari dalam benak.

Kinasih memutuskan untuk kembali ke kantor. Membuang jus yang masih setengah ke dalam bak sampah.

“Kinasih, tunggu, aku juga mau ke kantor. Jangan berjalan sendirian.” Cakra buru-buru bangkit lalu bergegas menyusul dan mencoba menjajari langkah Kinasih.

“Apa kau tak ingin menjawab pernyataanku?”

“Apa itu perlu? Aku sudah memberitahumu kalau aku sudah bertunangan. Bukankah itu sudah jelas?”

“Pertunangan bisa putus, bahkan suami istri saja masih bisa cerai karena sosok dari masa lalu. Itu tak menutup kemungkinan juga terjadi padamu.” Kalimat itu diucapkan Cakra lirih, tetapi terdengar jelas di telinga Kinasih.

Rasa marah perlahan hadir. Begitu gampangnya Cakra mendoakan pertunangannya putus. Sungguh benar-benar lancang mulutnya. Bahkan Cakra tak tahu perjuangan Kinasih juga Buwana bisa sampai tahap ini. Langkah Kinasih panjang, tak ingin berjalan bersama. Muak rasanya.

“Kinasih, tunggu, jangan cepet-cepet, kita jalan bareng.” Cakra memegang tangan Kinasih yang dengan secepat kilat dilepas, lalu ditatapnya pria tersebut dengan pandangan garang.

“Kamu marah?”

Kinasih diam. Amarah membuat dadanya terasa akan meledak.

“Apa salahku?”

Kinasih tetap tak menjawab, malah berjalan semakin cepat. Hanya saja kecepatan berjalannya tak sebanding dengan kaki panjang Cakra yang dengan gampang bisa menyusul. Napas Kinasih mulai ngos-ngosan, tetapi dia pantang menyerah.

“Tolong jangan begini.” Suara Cakra terdengar memelas. Kinasih hanya diam. Ditekan tombol lift lalu menunggu. Tidak menoleh ke arah Cakra yang berdiri tepat di sebelahnya. Sungguh, hatinya jengkel akan doa buruk yang diucap Cakra tadi. Cakra diam melihat wajah Kinasih yang terlihat marah.

Di sisa hari itu, Kinasih lebih banyak diam. Mengerjakan semua pekerjaan tanpa bertanya. Sampai-sampai dirinya terkejut ketika smartphone-nya berbunyi. Ada pemberitahuan pesan masuk dari Buwana.

[Sayang, aku jemput ya, kita makan sepulang kerja. Sudah beberapa minggu ini aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku sampai-sampai tak sempat bertemu denganmu, aku rindu, emot kecup.]

Sungguh, pesan dari Buwana membuat suasana hatinya membaik. Dia bersyukur pesan itu datang tepat ketika hatinya sedang butuh penghiburan.

[Iya, aku tunggu, kebetulan hari ini aku ga bawa motor tadi.]

Pesan terkirim. Centang biru. Kinasih tersenyum. Baru disadari dia ternyata rindu kepada Buwana setelah beberapa minggu tak bertemu.

***

Jam 4.15.

Kinasih membereskan berkas-berkas yang berserakan, bersiap untuk pulang. Tiba-tiba Cakra mendekat.

“Bareng aku, yuk.” Kinasih tak menjawab, hanya melirik dan masih tetap sibuk membereskan mejanya.

“Oh, ayolah, Ki. Jangan begini, aku tahu kamu tadi naik ojek online, ayo aku antar kamu pulang.”

“Ok,” jawab Kinasih singkat. Melirik wajah Cakra yang terlihat merasa menang.

“Aku tunggu di resepsionis ya.”

Kinasih hanya mengangguk. Dia punya rencana.

Tak lama smartphone Kinasih berbunyi. Ada pemberitahuan pesan masuk, dari Buwana.

[Sayang, aku udah di bawah. Ga usah buru-buru, aku ketemu temen futsal ini]

Begitu isi WhatsApp Buwana. Walau ketika pesan itu dibaca Kinasih, dia sedang ada di depan lift untuk turun ke lantai satu. Begitu sampai di lantai satu, Kinasih mengedarkan pandangan. Terlihat Buwana sedang asik ngobrol dengan Cakra di depan resepsionis. Kinasih jadi tahu siapa teman futsal Buwana. Segera dihampirinya pria tersebut.

“Hai, Sayang. Sudah lama nunggu?” sapa Kinasih sembari tersenyum. Diliriknya Cakra, ingin tahu seperti apa reaksinya. Sepertinya pria itu cukup terkejut.

“Owh, jadi ini pacarmu?” Cakra berusaha menutupi keterkejutannya.

“Jadi, dia teman futsal kamu, ya, Sayang?”

“Iya. Kamu kenal?” tanya Buwana kepada Kinasih.

“Kenal, dong. Dia dulu mantanku yang kuliah di Korea Selatan itu. Aku kaget pas dia dikenalin sama Pak Adi sebagai kepala divisiku. Karena sejak putus kita gak pernah kontak-kontakan,” ujar Kinasih santai. Cakra terlihat mati kutu.

“Wah, jadi kalian para mantan, ya? Cieee reuni,” goda Buwana kepada Kinasih juga Cakra. Terlihat sekali Cakra salah tingkah, sedangkan Kinasih menanggapi biasa saja.

“Bukan reuni, Sayang. Kalau reuni takutnya terjadi CLBK. Hahahaha.”

Mendengar jawaban Kinasih tersebut, Cakra semakin salah tingkah.

“O, iya, Cak. Bulan depan kita bakalan menikah, kamu datang, ya? Undangannya, sih, belum jadi, tapi lisan dulu gak papa, kan?”

Perkataan Buwana membuat wajah Cakra seperti baru saja kena jab kiri dari Chris Jon, linglung.

“Hah?”

“Iya, bulan depan kami menikah. Datang, ya. Kami gak undang banyak orang. Bahkan Kinasih hanya mengundang satu divisi saja sama pimpinan. Jadi datang, ya.”

Sungguh, perkataan Buwana menjadi pukulan telak untuk Cakra. Cakra menatap Kinasih yang menggandeng mesra Buwana. Wanita itu, mantan kekasih yang sudah disia-siakan beberapa tahun lalu tampak bahagia. Bahkan kenangan kisah mereka yang telah lampau sama sekali tak menggerakkan hatinya untuk lebih condong kepada Cakra. Wanita itu tetap teguh pada pilihannya sekarang. Hal yang harusnya dilakukan beberapa tahun lalu.

Ya.

Penyesalan selalu datang di belakang. Dia menyesal tak bisa merengkuh kembali hati Kinasih. Dia menyesal telah melepas wanita itu beberapa tahun lalu. Dia menyesal telah menyakitinya. Penyesalannya datang sangat terlambat, tetapi hatinya menghangat melihat kebahagiaan yang terpancar jelas di mata Kinasih, mencoba untuk mengikhlaskan apa yang bukan miliknya, walau sakit, walau pedih.

Bionarasi:

Lusiana, penyuka sastra

 

Editor: Erlyna

Sumber gambar: Pinterest

Grup FB KCLK

Halaman FB Kami

Pengurus dan kontributor

Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply