Malam Minggu

Malam Minggu

Malam Minggu
Oleh: Sri Rejeki

Namaku Anastasya Salsabila, sering dipanggil Tasya. Umurku 16 tahun. Aku bersekolah di SMA N 1 Surakarta. Kedua orangtuaku merantau ke Jakarta untuk mencari kerja, aku tinggal bersama dengan nenekku sejak umur 5 tahun. Sebenarnya aku ingin ikut menetap bersama mereka di sana, tapi tidak diizinkan oleh Ayah. Bagiku kehidupan ini adalah proses di mana aku harus bersabar untuk bertemu dengan orangtuaku yang hanya mengunjungiku 2 tahun sekali.

Sore menjelang malam, sorot mentari kian meredup dan berganti dengan senja. Burung-burung berkicau berterbangan di dekat rumah tua dekat jalan. Sayup-sayup terdengar angin berembus menampakan diri. Hari ini terlihat udara sangat panas sekali ketika kulihat bunga mawar di teras rumahku hampir saja mati karena kekeringan.

Malam minggu tiba, anak-anak seusiaku bertebaran di luar rumah untuk melihat gemerlapnya kehidupan masa remaja. Namun aku hanya merenung di teras rumah, duduk dan memandangi langit. Betapa indah kota ini berhiaskan bintang warna-warni.

Tiba-tiba ponselku berdering tanda ada yang menelepon. Kuraih ponsel di samping kananku yang bertuliskan Ratu. Ratu adalah sahabat SMA-ku, dia menyukai dunia luar dan orangtuanya pun tak pernah melarangnya untuk ke mana dia pergi. Kutekan tombol warna hijau untuk mengangkat telepon dan terdengarlah suaranya dari seberang yang cukup berisik.

“Halo … halo,” sapa Ratu.

“Ada apa?” aku mulai penasaran apa yang terjadi.

“Aku sama anak-anak lagi di pasar malem, kamu ke sini ya. Bye,” kata Ratu lugas.

Belum sempat aku menjawab, sambungan ponselku sudah terputus.

Pasar malam biasanya terdapat orang berjual beli waktu malam, cahaya redup berkilauan. Banyak permainan yang di sana seperti bianglala, komidi putar dan permainan lainya. Aku ingin sekali pergi keluar tetapi tidak diperbolehkan pergi waktu malam hari. Karena dunia luar sangat berbahaya, bukan saja jalanan ramai tetapi banyak orang jahat di luar yang akan menyakitinya, begitulah kata Ayah.

Aku menggenggam ponselku kuat-kuat lalu kuurungkan niat untuk pergi, karena Nenek akan sendirian. Bergegas aku masuk ke dalam, kakiku terhenti saat memasuki ruang tamu. Nenek yang berusia 60 tahun kini duduk di kursi goyong berwarna cokelat dengan membawa benang rajut warna kuning berserta alat rajutnya.

Ah, sepertinya aku memang tidak perlu pergi. (*)

Sri Rejeki dari Karangdowo Klaten. Hobi membaca buku dan pencinta musik seperti hip hop, pop, jazz dll. Menulis? Tentu saya suka hanya saja masih kesulitan dakam mengolah kata menjadi kalimat.
IG : rere_srirejeki
FB: Anggitha (ReiChantika)
Email: srirejeki1596@gmail.com

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply