Malaikat buat Lena
Oleh : Rainy Venesiia
Asmi mengusap wajah putrinya dengan sangat lembut seakan-akan takut telapak tangannya yang kasar akan membuat goresan kecil di wajah putrinya itu. Dia tak ingin sentuhan tangannya yang penuh cinta membuat mata putrinya tiba-tiba terbelalak ketakutan, melotot penuh kemarahan disertai racauan yang akan mengundang tetangga berdatangan. Air matanya berjatuhan, deras tak tertahan. Zikir dalam hatinya tak mampu menahan hujan badai yang mengguncang kedua bahunya. Asmi menangis tanpa suara, menangisi putrinya yang sunyi.
Cukup lama Asmi menangis. Sama dengan masa untuk memasak nasi dari mencuci beras hingga tanak. Setelah hatinya sedikit tenang dan hujan dari matanya surut, dia mulai memandikan putrinya dengan sangat hati-hati. Tangannya terampil menyelupkan handuk kecil ke baskom berisi air hangat, memerasnya hingga kering, lalu menggosokkannya perlahan ke tubuh anak gadisnya yang terbaring layu. Sesekali dia menatap wajah anak gadisnya itu, tapi tak bertahan lama. Hatinya kadung remuk setiap kali melihat mata putrinya yang kosong menatap langit-langit kamar tanpa berkedip. Buru-buru Asmi berpaling dan fokus pada tubuh kurus kering layaknya mayat hidup.
“Kau sangat cantik, Sayang. Tak usah khawatir, suatu hari kau akan jadi pengantin. Pengantin paling cantik di dunia,” bisiknya dengan suara gemetar.
Asmi masih bisa merasakan kebanggaan bertubi-tubi memenuhi dadanya. Bangga terhadap Lena, putri semata wayang yang meraup sukses dalam pendidikan disusul kariernya. Asmi merasa seperti baru dua hari kemarin memamerkan putri, yang sejak kecil sangat dipujanya, ke seluruh tetangga dan kerabat. Mereka bilang Lena adalah bidadari masa kini yang dianugerahi otak cemerlang, tak ada cela, tutur sapa yang lembut membuat setiap orang terpincut.
Rasa bangga dan bahagia berlebih membuat benih sombong memasuki celah-celah di hati Asmi. Keberhasilan karier putri semata wayang mendorong dirinya bebas menikmati gaya hidup sosialita dan aktif di berbagai media sosial. Asmi sangat lihai memajang berita. Semuanya tentang putrinya yang sempurna.
Suatu hari seorang laki-laki datang padanya. Seorang lelaki yang dia puja dan mengisi masa remajanya dengan penuh cinta. Tentu saja, wanita yang selalu berdandan ala artis itu kaget meskipun ada rasa gembira terselip. Cinta yang dulu terkubur karena terhalang restu orang tua bersemi kembali. Namun, benih itu layu seketika saat mantan kekasih itu menyampaikan maksud kedatangannya. Cinta pertamanya itu mengajukan lamaran pada putri semata wayang, bukan dirinya.
Tentu saja Asmi menolak, pada awalnya. Selain perbedaan usia yang sangat jauh, dia tak sanggup membayangkan kelak setiap hari harus menatap Lena bermesraan dengan kekasih hatinya. Bagaimana mungkin dia harus cemburu pada buah hatinya? Apalagi, kekasihnya kini menjelma menjadi laki-laki yang sangat gagah. Dia bergidik ketika tiba-tiba terlintas sebuah judul film di stasiun TV kesayangannya, Kekasih Jadi Menantu. Asmi menggelengkan kepala berkali-kali saat membayangkan reaksi follower jika tahu Lena menikah dengan pria yang lebih pantas menjadi bapaknya.
Ada ungkapan yang menyebutkan hati wanita lekat dengan perhiasan. Itu yang terjadi pada Asmi. Dirinya yang selalu silau oleh permata, luluh karena bujuk rayu Sang Don Juan. Janji-janji manis yang selalu terucap dari bibir mantan kekasihnya menghapus cemburu dan bayangan-bayangan buruk yang sebelumnya mengikat pikirannya. Terlebih, kata-kata manis itu diiringi hantaran takjil dan buah tangan yang menyilaukan. Sudah dua Minggu laki-laki itu terlihat berbuka di rumah Asmi tiap hari. Keduanya luput tentang sesuatu di balik takjil yang menggugah selera.
Putri jelita yang malang, lebih menderita daripada Cinderella, Snow White, ataupun anak tiri masa kini. Lena yang penurut, sangat sungkan menolak permintaan sang ratu. Dia enggan melukai hati wanita yang telah melahirkannya. Dia tak ingin kehilangan surga yang berada di bawah telapak kaki ibunya.
Kata sepakat telah mufakat. Pernikahan akan dilangsungkan setelah hari raya. Tiga minggu persiapan bukan hal yang sulit bagi mereka. Toh, uang sudah di genggaman.
Takdir telah digariskan untuk Lena. Satu hari menjelang akad, laki-laki itu datang membawa kabar yang mengguncang. Pernikahan dibatalkan. Seketika dunia runtuh untuk Asmi. Rasa malu sebentar lagi akan mendera. Sibiran datang bukan hanya dari tetangga, tapi namanya hancur di dunia selebritas. Namun, di balik semua itu, dia histeris mengingat kehidupan anak gadisnya yang remuk.
“Kau tahu Asmi. Sama sekali aku tak berminat pada putrimu. Kehancuranmulah yang aku harapkan! Aku tak pernah lupa hari itu. Detik-detik yang mengiris jiwa. Hidupku luluh lantak setelah terusir kasar dari rumahmu! Sekarang rasakanlah!”
Asmi terjungkal. Hidupnya lebur. Nyawanya tamat. Laki-laki yang dulu dia tangisi kepergiannya, kini dia tangisi lagi karena telah membawa mahkota sang dara.
Bangkit dari keterpurukkan bukan hal yang mudah. Bahkan, terlampau sulit. Apalagi, bagi jiwa yang kosong seperti Asmi. Selain harus menopang tubuhnya, harus pula memapah sosok yang ambruk. Lena telah jatuh, mengubur diri dalam dunianya sendiri. Asmi merasa dunianya kembali ketika Tuhan mengirimkan seorang malaikat padanya. Malaikat yang dia kenal saat membawa Lena ke rumah sakit dua bulan lalu. Malaikat yang selalu datang menemaninya dan membantu merawat Lena. Malaikat yang pagi ini pun datang membantu memakaikan baju.
“Apa kabarnya, Sayang?” tanya Bu Wini sambil mengusap kepala Lena.
Belaian Bu Wini membuat Lena menoleh. Mata yang kosong selama bertahun-tahun itu mengerjap, memantik sinar layaknya sinar surya yang membuat bunga matahari mekar. Begitu pun kembang-kembang harapan bertunas dalam hati Asmi kala bibir Lena bergetar. Lena menatap Bu Wini lama. Perlahan tangannya mulai bergerak. Bu Wini tersenyum dan mengangguk saat tangan Lena, yang lebih mirip ranting kering itu, menyentuh wajahnya.(*)
Bandung, 19 Mei 2021
Penulis adalah seorang perempuan yang senang belajar menulis.
Editor : F. Mudjiono
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata