Luke dan John
Oleh : Karna Jaya Tarigan
Luke dan John adalah dua orang sahabat. Tinggal di sebuah kota kecil yang sebagian besar wilayahnya dipenuhi ladang-ladang pertanian yang luas. Di kota ini mereka tidak memiliki banyak teman. Alabama bukanlah New York atau Chicago yang selalu hiruk pikuk dengan lalu lalang kendaraan, manusia atau kelap-kelip lampu pencakar langit. Kota besar yang tidak pernah mati dengan kehidupan malamnya.
Satu-satunya kesempatan mereka bergaul selain di sekolah adalah menghadiri jamuan makan di hari Sabtu bersama tetangga-tetangga yang mereka kenal sejak kecil dengan obrolan yang selalu terdengar hambar dan kadang sesekali diselingi lawakan yang tak kalah hambar pula. Satu-satunya tawaran menarik adalah menikmati pesta barbeque sebulan sekali yang diadakan Paman Ed. Ia kesepian dan membutuhkan banyak kawan, juga hiburan semenjak ditinggal mati isterinya. Mereka tidak pernah menolak tawaran lelaki berambut abu-abu yang selalu ramah itu, lagipula ia memiliki seorang anak gadis cantik yang bernama Marion. Usia mereka bertiga tidak terpaut jauh.
Tak ada yang menarik tinggal di kota kecil, dengan denyut nadi kehidupan yang lamban dan selalu sama. Luke merasa bosan akan semuanya, dan ia menginginkan sebuah kehidupan yang lebih hidup. Namun John sahabatnya tidak sependapat. Ia justru menyukai malam-malam penuh bintang yang bisa dinikmati sambil menghirup bau jerami kering di belakang rumahnya. John juga suka menyapa dan berbicara dengan semua orang yang kebetulan ditemuinya di jalan. Dan alasan terakhir yang Luke tidak pernah ketahui, John semakin menyukai dada Marion yang semakin terlihat penuh. Hanya saja, sebagai anak seorang pemilik toko kecil yang ayahnya sering terlambat membayar hipotek Bank, ia ingin bekerja di kota. John tidak ingin melihat ayahnya ketika tua dan tinggal di panti jompo, masih memikirkan hutang-hutangnya.
Kadang John juga berusaha merayu Luke, sahabatnya satu-satunya agar tetap mau tinggal di kota ini.
“Bagaimanapun ladang ayahmu yang begitu luas, pasti akan mencukupi kebutuhananak-anak dan istrimu kelak ….”
“Tidak! Menurut Luke, “Bagaimana saya bisa merasakan sensasi berkencan dengan seorang gadis cantik jika saya hanya tinggal di kota ini. Kau berpura-pura bodoh, padahal saya tahu, hanya Marionlah satu-satunya perempuan paling menarik perhatianmu. Begitu juga aku. Tapi masalahnya kau cinta mati kepadanya!”
John hanya tersenyum dan matanya menatap lurus pada cakrawala luas di atas sana.
“Entahlah. Sejak dulu aku menyukainya. Dan Paman Ed, pernah mengatakan secara personal kepadaku: ‘Tolong jaga Marion selamanya.’ Kau tahu kan! Marion tidak pernah mengenal ibunya sejak kecil. Jadi kalau Paman Ed mati, siapa yang menjaga gadis itu kelak?”
“Oke. Kalau begitu saya yang mengalah!” Luke merengut sambil menarik napas. Kemudian Ia membereskan ujung rambut pirangnya yang sebelah depan agar tidak menutupi mata.
••
Waktu selalu merambat cepat bersama beberapa musim yang menyenangkan dan beberapa musim yang tidak menyenangkan. Lima tahun lalu Luke dan John berangkat ke kota dan kini mereka telah banyak berubah. Keinginan-keinginan dua orang itu sepertinya telah tertukar dan berpindah tempat. Luke yang telah bosan dengan hiruk pikuk kota, malah berbalik menyukai aroma jerami dan menikmati bintang-bintang di malam bening yang justru biasanya selalu dilakukan John. Luke juga telah merasa bosan berkencan dengan gadis-gadis di kota, yang dianggapnya terlalu banyak menuntut dan tidak memberi apa yang ia harapkan. Sebaliknya, John telah melupakan ingatannya, tentang tempatnya berasal. Bahkan ia juga telah melupakan Marion. Baginya gadis itu kini tidak menarik. Bahkan pada liburan musim panas tahun lalu ia mempersilakan Luke untuk memacari Marion, jika sahabatnya itu menginginkannya.
Suatu hari saat keduanya pulang dan sengaja bertemu, mereka berjanji untuk sama-sama menemui Paman Ed dan Marion. Malam itu setelah mereka berbincang-bincang berempat. John tak sengaja melihat Luke yang menatap Marion dengan tatapan yang penuh makna. John tersenyum, ia tahu yang sebenarnya terjadi ….
John lalu mengatakan sesuatu kepada Luke, sahabatnya: “Manusia selalu berubah. Begitu pun aku, begitu juga kau. Baiklah, jika kau menginginkannya, dekati saja. Tak ada yang keberatan. Aku juga akan berbicara dengan Paman Ed, bahwa kau menyukai anak gadisnya ….”
Luke diam dan hanya berusaha memahami. Perkataan John adalah benar, manusia selalu berubah seperti waktu-waktu usang yang terlupakan.
Ia menatap mata temannya dan mencoba menyelaminya. Dari balik pintu, Marion berlari ke arah mereka sambil melambaikan tangannya.
“Ya, manusia selalu berubah.” (M)
Karna Jaya Tarigan. An amateur writer. Silakan hubungi surel karnajayakarta@gmail.com untuk pertanyaan lebih lanjut.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata