Lika-liku Perjalanan Cinta; Review Buku HELLO

Lika-liku Perjalanan Cinta; Review Buku HELLO

Lika-liku Perjalanan Cinta; Review Buku HELLO

Oleh: Fitriade S

Terbaik ke-10 Event Review Buku Loker Kata

 

Judul buku: HELLO

Penulis: Tere Liye

Penerbit: Sabakgrip Nusantara Depok – Jawa Barat

Tebal: 320 halaman; 20 cm + soft cover

 

Ada kalanya cerita cinta itu tak selalu indah dan berakhir manis, kan? Suka duka tentu saja mewarnai, seperti halnya makna cinta itu sendiri. Jika perjalanan cinta selalu mulus, tentu ia tak akan meninggalkan kenangan tersendiri. 

 

Nah, kisah manis yang dirangkum penuh lika-liku dalam bahasa penulis buku best seller ini sukses membuat mata ingin terus melanjutkan halaman demi halaman hingga selesai membacanya. Kisah cinta ini dituliskan mulai dari tokoh ketika masih berupa orok, masa balita, masuk jenjang sekolah, dan akhirnya penulis menyajikan kisah full seumur hidup para tokoh.

 

Adapun kisah dalam novel ini bermula dari seorang perempuan yang bernama Hesty yang sudah mengenal seorang lelaki yang bernama Tigor, sejak keduanya masih bayi. Keduanya menghabiskan masa kecil bersama, hanya saja keduanya berbeda nasib, bagai bumi dan langit.

 

Hesty terlahir dari keluarga kaya raya dan terpandang. Sementara, Tigor hanyalah anak dari asisten rumah tangga (dulu disebut dengan istilah “pembantu”). Keduanya tinggal di kawasan rumah yang sama, tetapi berbeda atap. Hesty tinggal di bangunan rumah utama, sedangkan Tigor bersama ibunya tinggal di bangunan yang dibangun tepat di belakang rumah utama. Rumah yang saat itu sengaja dibangun untuk pembantu.

 

Kehidupan masa kecil Hesty dikisahkan tak pernah jauh dari Tigor. Di mana ada Hesty, di situlah juga ada Tigor. Tanpa ada perasaan apa pun, masa kecil putih merah itu mereka lalui dengan asyik layaknya kanak-kanak pada umumnya.

 

Hingga suatu hari, tibalah saatnya Hesty merasa jatuh cinta pada Tigor. Ketika berkali-kali menyaksikan sendiri aksi heroik Tigor dalam membela Hesty dari teman-teman yang nakal padanya dan menyelamatkan Hesty dari serangan ular. Dalam istilah jawa, “Witing tresno jalaran soko kulino” pun berlaku di kisah ini.

 

Namun, perasaan cinta yang dirasakan Hesty sungguh tak seindah kisah percintaan orang dewasa lainnya. Cinta yang tertanam sejak SD itu tentu saja mengalami penolakan. Kerikil-kerikil tajam dan jalanan curam menerjang hingga usia mendewasa, karena kedua orang tua Hesty yang tak mengizinkan putrinya menjalin hubungan dengan seseorang yang tidak sama kasta dengan mereka. Tidak sekufu, istilah sekarang.

 

Jika menilik dari karya-karyanya, tentu saja bagi para pecinta buku, nama Tere Liye sudah tak asing lagi. Tere Liye mampu mengemas bahasa dengan apik, seperti ciri khasnya. Dengan membaca halaman demi halaman, tergambarkan betapa besar cinta mereka berdua, baik Hesty maupun Tigor.

 

Adapun kelebihan dalam buku ini menurutku adalah penulis mampu mengolah bahasa sederhana dengan alur yang tak tertebak. Sementara kekurangan dalam buku ini sendiri adalah pembaca akan dibuat bingung dengan jalan cerita yang tahu-tahu menuju kata tamat, tapi tidak dijabarkan dengan jelas apakah ia menjadi happy ending atau sad ending.

 

Kalau tidak hati-hati menelaah, kita akan terkecoh atau tak bisa menemukan jawaban, apakah nasib baik berpihak pada kedua tokoh utama setelah takdir mempermainkan kisah cinta mereka.

 

Sampul bukunya yang eye-catching juga sangat menarik hati. Perpaduan warna cerah yang manis sukses membuatku tersenyum sebelum membuka sampul dan membacanya. Belum lagi tebal halaman yang masuk kategori normal, tidak terlalu tipis dan tidak terlalu tebal untuk ukuran sebuah novel.

 

Buku ini menggunakan jenis kertas ubi (kami di Medan menyebutnya dengan kertas ubi), yaitu kertas yang tidak kaku dan tidak mudah lecek. 

 

Membaca buku ini membuatku seperti menyelami kisah si tokoh itu sendiri. Membayangkan Hesty yang sangat mengagumi sosok Tigor, dan begitu juga sebaliknya. Mereka saling mengagumi dan mencintai dalam diam. Untuk orang pada umumnya, ini pasti sungguh hal yang sulit, mengingat gejolak rasa yang sebelumnya tidak pernah mereka rasakan.

 

Perjalan cinta yang tak mudah itu mereka lalui dengan tawa dan air mata. Dan perpisahan dan pertemuan yang misterius menghiasi buku bersampul manis ini. Pembaca akan terkaget-kaget dengan kejutan demi kejutan di dalamnya.

 

Hikmah yang aku dapat dari buku ini adalah tentang kesabaran dan keikhlasan menerima takdir: “Jalani saja takdir Tuhan. Ikuti alurnya, nikmati prosesnya, dan tunggulah keajaiban dari-Nya.’

 

Tidak salah jika Tere Liye dikenal sebagai salah satu penulis terbaik di Indonesia. 

 

Jakarta, 27 Mei 2024

Komentar juri, Berry Budiman:

Di antara ulasan terpilih lainnya, bisa dibilang ulasan kesepuluh kali ini terlihat paling basic. Meski tidak sespesifik yang lain, paling tidak isi ulasannya sudah memenuhi syarat untuk disebut sebagai ulasan yang baik. Ia cukup baik dalam menjabarkan premis dalam cerita tanpa melewati batas; baik pula dalam memperkenalkan penulis dan bukunya; selain itu, ia tidak hanya membahas isi buku (cerita) tetapi juga tentang fisik buku tersebut—aspek yang tak kalah penting bagi pecinta buku.

Event review buku ini diselenggarakan di grup facebook Komunitas Cerpenis Loker Kata.

Grup FB KCLK

Leave a Reply