Lebih Baik Jujur

Lebih Baik Jujur

Lebih Baik Jujur
Oleh : Imas Hanifah N.

Dodo melongo. Ia melihat sekali lagi, vas bunga kesayangan mamanya. Tubuhnya kemudian gemetar, napasnya terengah-engah, matanya berkunang-kunang, bibirnya pecah-pecah. Gawat, gawat sekali. Vas bunga yang dibeli langsung dari Belanda itu, sudah tak berbentuk lagi.

“Dodo ….”

Mendadak tubuh Dodo kaku. Ia melirik asal suara itu.

“Iya, Moms?”

“Sini, dong. Mama masakin jengki kesukaan kamu, Sayang.”

“Iya, Moms. Aku ke sana buat eat jengki nanti,” balas Dodo setenang mungkin. Bahasanya belepotan. Maklum, ia Turki. Turunan Kidul.

Dengan kepanikan yang masih cetar membahana badai, Dodo melonjongkan tekad. Vas bunga yang berceceran itu ia masukkan ke dalam kantong keresek yang dipungutnya entah dari mana.

“Dodo ….” Suara mamanya lagi. Kali ini, lebih keras.

“Iya, Moms. Aku makan sekarang.”

Dengan langkah pelan, ia sembunyikan keresek itu di belakang sebuah lukisan yang belum dipajang. Ya, ayahnya Dodo hobi melukis. Lukisannya banyak dan unik, tapi tidak laku. Hanya dijadikan pajangan di dalam rumah sendiri.

“Gimana? Enak, kan?” tanya mamanya.

Dodo mengangguk. Berusaha menelan jengki dengan tenang, meski rasanya ia sedang menelan biji kedongdong.

“Yah, Mama kemarin abis upload foto vas bunga itu, lho, banyak yang suka,” ucap sang mama sambil mencolek sang ayah yang sedang sibuk dengan jengki. Sementara Dodo merasa sedikit dag dig dug ser.

“Do, sekali-sekali kamu boleh selfie di sana. Jangan selfie sama mobil tetanggamu itu.”

Dodo mengangguk. Ia kemudian berpamitan ingin ke toilet. Saat melewati lukisan tadi, kantong kereseknya hilang. Dodo panik. Ke mana kantong keresek itu? Jika mamanya tahu, pasti ia akan dicincang dan dimasak bersama jengki.

Dodo mulai mencari. Ia bahkan mengaktifkan GPS android-nya untuk kemudian merasa sangat bodoh. Karena itu, tak ada hubungannya sama sekali dengan GPS.

“Kamu ngapain, Kak? Lukisan Ayah diobrak-abrik gitu.”

Pertanyaan Sheila, adiknya, yang sedang menjinjing keresek persis seperti yang sedang dicarinya tak digubris. Dodo terus mencari. Sampai kemudian, ia menyadari. Ada yang salah di sini.

Gawat! Lukisan ayahnya rusak. Dodo mengamati lukisan ayahnya yang permukaannya sudah mulai mengelupas dan semakin rusak karena terjatuh oleh ulah Dodo. Ia semakin bingung.

“Kak Dod, aku pergi dulu ya, kalo udah waras, telepon aku, haha.”

Lagi, kata-kata Sheila tak digubris. Dodo sungguh tak peduli. Namun, setelah beberapa lama, ide cerdas itu datang. Dodo dengan santainya masuk ke kamar Sheila. Ia mengambil beberapa barang. Yaitu sebuah kotak persegi kecil bertuliskan foundation, kemudian yang berbentuk bulat bertuliskan concealer, dan lipstik palet, serta eyeshadow beraneka warna. Ia siap merombak lukisan ayahnya menjadi ….

Lebih hancur lagi! Dodo hendak berteriak seperti Syahrini yang kakinya tergencet lemari. Akan tetapi, buru-buru ia menutup mulutnya. Bagaimana ini? Lukisannya bukan malah jadi lebih baik, tapi lebih buruk.

Ia kembali ke kamar Sheila untuk menyimpan semua barang tadi. Meskipun beberapa sudah habis karena dipakai merombak lukisan. Tak sengaja, matanya menangkap ikan. Eh, menangkap sesuatu. Kantong keresek. Ketika dibuka, Dodo terkejut. Itu adalah keresek yang sedari tadi dicarinya. Kenapa ada di kamar Sheila?

Dodo dengan kemarahan tingkat provinsi segera meraih ponsel.

“Halo.”

“Iya, ini KFC, pesan apa?”

“Ada ayam?”

“Ada. Ayam apa?”

“Ayam kremes, ada?”

“Ada. Pesan berapa?”

“Ayah muda keren bikin gemes, maksudnya, ada?”

Tuuut ….

Dodo terbahak sejenak setelah berhasil mengerjai pelayan KFC tadi. Kemudian, segera menelepon Sheila.

“Halo.”

“Iya, Kak Dod? Hal apakah?”

“Kamu sengaja, Shei, sembunyikan kantong keresek isi vas bunga Moms?”

“Eh, enggak. Itu vas bunga Moms? Demi langit dan bumi dan seluruh isinya, celaka kamu, Kak!”

“Aduh, udah deh. Jawab aja.”

“Kupikir itu remahan rengginang. Eh, remahan keramik tetangga, Kak. Jadi, kubawa buat ngerjain tugas kesenian.”

Dodo menghela napas. “Oke. Jangan bilang Moms, ya.”

“Iya ….”

Segera, Dodo menutup telepon. Ia kemudian kembali ke ….

“Dodo ….” Suara ayahnya bergetar tepat di depan lukisan tadi. Dodo segera bersimpuh.

Dad …. Maafkan Dodo ….”

“Kamu yang buat lukisan Ayah jadi begini?”

“Iya ….”

“Lalu, apa itu kantong keresek?”

“Ini ….”

“Vas bunga Mama mana?” Suara itu menyusul. Dodo semakin kalut.

Moms …,” rintih Dodo sambil menyodorkan kantong keresek.

“Apaaa? Vas bungaaa?” Mamanya terisak, berteriak histeris. Dodo semakin merasa bersalah. Ayahnya masih menatap lukisan dengan nanar. Semuanya menangis.

***

Setelah kejadian yang dramatis itu, Dodo merenung di kamar. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Ternyata itu Sheila. Dengan wajah yang murung, Sheila mendekat.

“Kak, yang sabar ya. Satu lagi dari aku, selain hukuman dari Moms sama Dad, Kak Dod, harus ganti semua makeup aku. Total, setengah juta,” bisik Sheila tepat di telinga Dodo. Dodo semakin meringis. Ia menyesal. Jika begini akhirnya, lebih baik jujur dari awal.

Tasikmalaya, 2019

Imas Hanifah N. Penyuka kucing, kelinci, jus alpukat, dan lagu galau. Kenal lebih dekat dengannya di facebook: Imas Hanfah N atau Ig: @hanifah_bidam.

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply