Kutukan

Kutukan

Kutukan 
Oleh: Eda Suhaedah/Eda Erfauzan

Angin bertiup membawa serpihan salju. Dingin terasa menusuk hingga tulang. Seorang pengemis terseok mencari tempat berlindung. Giginya gemeletuk dan bibir mulai membiru. Langkah kaki membawanya pada sebuah istana yang berpendar oleh cahaya lampu, memancar dari balik jendela-jendela berkaca besar.

Samar terdengar suara musik. Tampaknya pemilik istana sedang berpesta. Semakin dekat tak hanya alunan musik yang terdengar, ada suar riuh percakapan, gelak tawa juga denting gelas, piring dan sendok yang saling beradu.

Pintu kayu besar, megah dan tampak berat terbuka. Si pengemis menyilangkan tangan, menghalangi matanya dari serbuan cahaya terang yang membuat silau.

Saat ia menurunkan lengan sosok pangeran rupawan berdiri di depannya. Tampan tetapi sorot matanya lebih dingin daripada udara di luar istana. Dagunya terangkat.

“Di luar sangat dingin. Bolehkah aku berteduh dan menginap di sini? Aku punya sekuntum mawar indah sebagai imbalan.”

Sang pangeran tersenyum sinis. “Aku punya banyak mawar dan pasti lebih indah dari mawarmu. Jadi, kenapa aku harus menerimamu. Aku sedang berpesta dan kehadiranmu merusaknya. Pergilah!” ujarnya seraya mengibaskan tangan.

“Aku meminta dan menawarkan sesuatu dengan baik tetapi kau membalasnya dengan kesombongan!”

Suara bergetar si Pengemis menghentikan langkah sang Pangeran. Ia berbalik dan terkejut mendapati seorang penyihir yang tengah menggerakkan jari tangannya seolah menggambar di udara dan asap berwarna biru keluar dari ujung jarinya, menyebar, memenuhi seluruh istana.

Saat kumpulan asap memudar pesta seolah telah usai bertahun lalu. Istana tampak suram, kosong dan sepi. Sementara sang Pangeran terduduk seraya menutup wajahnya.

“Kau harus berusaha mengisi hatimu dengan kasih sayang, belajar mencintai seseorang hingga ia membalas perasaanmu dengan tulus dan itu harus terjadi sebelum kelopak terakhir mawar gugur dari tangkainya. Jika tidak Kau dan seluruh penghuni istana tidak akan menjadi manusia kembali. Terlupakan selamanya.” Suara si Penyihir menghilang bersamaan dengan hadirnya sekuntum mawar di dekat sang Pangeran.

***

Belle merentangan kedua tangan, beranjak turun dari tempat tidur, membuka jendela, merasakan segarnya udara pagi, cahaya hangat mentari membuat pipinya tampak kemerahan.

Keluar kamar ia mengitari rumah, mencari ayahnya. Wajah cantiknya berubah sendu ketika menyadari semalam ayahnya tidak pulang. Belle mulai dihinggapi rasa cemas.

Begitu terdengar derap langkah kaki kuda, Belle berlari ke pintu, berharap Maurice berdiri di sana. Tetapi ia hanya melihat kuda mereka, sedang menggaruk-garuk tanah dengan kedua kaki depannya, kepalanya bergerak, menunduk, memandang Belle lalu berputar ke arah hutan.

Belle menghampiri dan mengelus kepala kudanya.

“Kenapa kau pulang sendiri, Philife. Di mana, Ayah?”

Phil menarik baju Belle dengan giginya, kepala Phil kembali bergerak-gerak.

Bersama Phil, Belle menyusuri jalan di hutan hingga tiba di istana yang tampak menyeramkan.

Tak sabar ingin segera mengetahui apa yang terjadi dengan ayahnya Belle melompat dari punggung Phil dan berlari menerobos pintu istana.

“Ayah …!”

Tak ada jawaban.

Belle terus memanggil sambil berkeliling, meski mendengar suara-suara ia tak melihat siapa pun. Akhirnya Belle menemukan Maurice, terkurung dalam sebuah ruangan.

“Ayah, apa yang terjadi?” Belle berusaha membebaskan ayahnya.

“Siapa yang melakukan ini, Ayah?”

Belum sempat Maurice menjawab pertanyaan-pertanyaan Belle, terdengar suara geraman dan sosok besar muncul dari ruang gelap di depan Belle.

Gadis itu mundur seketika. Berusaha untuk tidak menjerit dengan menutup mulutnya. Mahluk itu tampak buruk dan menyeramkan. Kepala seperti singa dengan surai panjang di kedua pipi hingga dagu, kulitnya hitam dengan dua lubang yang seperti ditempel begitu saja di wajahnya.

“Aku memberinya makanan lezat dan tempat tidur yang nyaman tetapi ia mencuri mawarku. Sungguh tak tahu membalas budi.”

“Oh, Ayah ….” Belle mengulurkan tangan.

“Aku yang memintanya membawakan mawar. Hukumlah aku dan bebaskan ayahku!” Belle memutar badan menghadap mahluk buruk yang coba menghindari tatapannya.

“Belle ….”

Belle menggeleng pada ayahnya.

Maurice harus kembali ke desa karena banyak pesanan langganan yang belum dikerjakan.

Si Buruk rupa pun melepas Maurice dan menahan Belle tetapi sesungguhnya gadis itu tak sepenuhnya ditahan karena ia bebas berkeliling istana, bersahabat dengan para perabot yang bisa berbicara hanya satu ruang yang terlarang bagi Belle. Sebuah ruangan di bagian barat istana.

Namun suatu hari Belle melupakan larangan, saat berkeliling tanpa sadar ia masuk dalam ruangan di sisi barat istana dan ia melihat mawar itu.

Ketika pangeran mengetahui Belle memasuki ruang terlarang menjadi sangat marah dan mengusir Belle dari istana.

Belle meninggalkan istana dengan kecewa. Ternyata pangeran buruk rupa sangat kasar.

Dalam perjalanan Belle diserang kawanan srigala, menggunakan tongkat kayu Belle berusaha membela diri, saat tongkat kayunya patah dan seekor srigala nyaris menggigitnya, sang Pangeran datang menolong. Kawanan srigala berhasil diusir tetapi sang Pangeran terluka.

Belle kembali ke istana dan merawat pangeran hingga sembuh.

Sebagai balasan pangeran menunjukkan sebuah buku yang bisa membawa pembacanya ke kota mana saja yang ingin dikunjunginya.

Belle menggunakannya untuk mengunjungi kota masa kecilnya. Ia ingin tahu kenapa ayah membawanya pergi saat ibu sakit parah. Dari kunjungan ke masa kecil itu akhirnya Belle menyadari, ayah melakukannya karena perintah seorang dokter juga dipaksa ibu, membawanya pergi jauh agar ia tidak terkena wabah penyakit yang melanda Paris dan kondisi ibunya sudah sekarat.

Pangeran juga memperlihatkan cermin ajaib, melalui cermin itu Belle mengetahui ayahnya ternyata dikurung penduduk desa karena fitnah pemuda yang pernah Belle tolak cintanya.

Pangeran pun membebaskan Belle untuk menolong ayahnya dan memberikan cermin ajaib, agar Belle selalu mengingatnya.

Dengan bantuan cermin ajaib Belle berhasil membebaskan ayahnya. Membuktikan jika ayahnya tidak gila. Tetapi Gaston pemuda yang masih mencintai Belle merasa cemburu mengetahui pangeran dengan cermin ajaibnya menolong Belle. Ia kembali menghasut penduduk desa untuk menyerang istana dan mengatakan ada monster berbahaya yang harus dibunuh jika mereka semua ingin selamat. Belle dan ayahnya pun dikurung dalam sebuah rumah.

Suara para penyerang terdengar ramai di luar istana. Para perabot yang merupakan pelayan istana pun riuh tetapi sang Pangeran seolah kehilangan semangat. Ia merasa sedih karena Belle tak kembali.

Melihat sang Pangeran, Gaston yang cemburu langsung menembakkan senjatanya beberapa kali, sang Pangeran pun tak berusaha menghindari hingga suara teriakan Belle memanggilnya. Ia pun balas melakukan perlawanan tetapi sebelum jembatan yang menjadi pijakan Gaston runtuh ia berhasil menembak pangeran sekali lagi.  Pangeran jatuh bersamaan dengan kedatangan Belle.

Gadis itu segera memangku kepala pangeran. Sementara kelopak mawar terakhir mulai lepas.

Belle begitu sedih, andai ia bisa melakukan sesuatu untuk membuat pangeran tetap hidup.

“Pangeran, bangunlah!” Air mata Belle menetes. “Aku menyayangimu.”

Pangeran tetap diam, kelopak terakhir mawar telah gugur. Tangkainya terkulai dan terlihat menyedihkan.

Tak ada peri baik yang menolong. Tak ada kelopak mawar yang kembali menyatu menjadi kuntum bunga nan indah.

Tak ada yang berubah pada Pangeran, wajahnya tetap buruk dan menyeramkan dalam hangat kehidupan yang perlahan memudar.

“Pangeran tak akan hidup kembali, Belle. Tak akan berubah menjadi tampan karena wajah tampanlah, kutukannya. Pangeran terlahir berwajah buruk tetapi ia memiliki hati yang lembut dan penuh kasih, kehangatan pribadinya membuat orang melupakan wajah buruknya.Para peri akhirnya iba dan memberinya wajah tampan tetapi perubahan wajahnya merubah semua sifat baik yang ada padanya. Hingga kesombongan mengembalikan wajah aslinya. Kau hanya merasa iba, kan, bukan cinta?”

“Pergilah, istana ini akan segera hancur.”

Sosok berjubah hitam tiba-tiba saja berdiri di dekat Belle.

Gadis itu kemudian menurunkan kepala pangeran buruk rupa dari pangkuan, meletakkannya dengan hati-hati di lantai.

“Maafkan aku, Pangeran.” Belle menatap pangeran dengan sedih.

Perlahan langkahnya menuju pintu. Phil masih menunggu. Ada suara berderak ketika Belle duduk di punggung Phil, kuda itu melangkah pelan. Suara gemuruh bangunan runtuh tak membuat Belle menoleh.

Wajahnya menunduk sementara air mata mulai berjatuhan. Ada sesuatu yang terasa hilang dari hatinya. Pangerankah?(*)

Ciputat, 27 Januari 2019

Cerita ini merupakan fanfiction dari film Beauty and the Beast (2017)

Eda Suhaedah/Eda Erfauzan gemar membaca dan hingga kini masih menyukai  dongeng-dongeng klasik dunia. Mulai menulis di buku harian sejak SMP dan masih terus belajar untuk menghasilkan karya yang baik.

Tantangan Lokit adalah tantangan menulis cerpen yang diselenggarakan di grup FB KCLK

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata