Kupu-Kupu Merah Jambu

Kupu-Kupu Merah Jambu

Kupu-Kupu Merah Jambu

Oleh : Erlyna

“Cepat! Dia kabur, tuh!”
Jendra mempercepat lari, menyibakkan semak-semak di depannya tanpa ampun.
Di belakang, Qie berusaha menyusul dengan langkah kecil yang terseok-seok. Beberapa kali gadis kecil berambut panjang itu berhenti, memeriksa kakinya yang tergores patahan dahan untuk kesekian kalinya.

“Mana, Kak Jen?”
Qie bertanya sambil mengatur napas. Dilihatnya sekeliling hutan yang sunyi.

“Hilang! Kamu, sih, larinya lambat.”

“Kakiku sakit, Kak Jen. Perih.”

“Ya sudah! Ayo kita balik. Kita sudah terlalu jauh masuk hutan, nanti nenek mengomel lagi.”

“Tapi … kupu-kupunya ….”

“Sudah tidak ada, Qie. Dia sudah lepas.”

“Tapi ….”

“Ayo pulang!”

Qie berbalik arah dengan wajah cemberut. Setelah berlari jauh dan luka di kaki, tapi tetap saja gagal.

Qie teringat kejadian beberapa saat lalu, saat dirinya sedang duduk melamun di gubuk bambu tepi sawah sambil menunggu Kak Jendra mengumpulkan rumput.
Tiba-tiba saja, seekor kupu-kupu aneh hinggap di lututnya. Selain besar, kupu-kupu itu terlihat manis karena warnanya merah jambu. Dengan alasan itulah Qie memaksa Jendra untuk membantunya menangkap hewan bersayap indah itu. Namun, sayangnya usaha mereka sia-sia. Setelah berlari cukup jauh, mereka akhirnya kehilangan hewan cantik itu.

“Sudah jangan sedih. Nanti kakak akan menangkapkan yang lebih cantik.”

“Mana ada, kupu-kupu tadi adalah yang paling cantik dari yang pernah aku lihat. Dia memesona, ibarat seorang ratu.”

Jendra menatap Qie gemas, lalu mengacak-acak rambut adik kesayangannya. Baginya, Qie adalah satu-satunya alasan dirinya harus tetap hidup dengan baik.

“Ayo ke rumah Pak Tamam dulu, setelah kakak mendapat upah dari mengumpulkan rumput, nanti kakak temani ke kota. Kamu ingin membeli jepit rambut, kan?”

Qie menatap Jendra. Matanya yang tadi sendu, kini kembali berbinar-binar.

***

“Apa ini? Kenapa rumput-rumput ini layu? Kamu ingin kambing-kambing saya sakit? Hah?”

“Maafkan saya, Pak. Ini salah saya.”
Jendra menundukkan kepala. Diremasnya ujung baju sekuat tenaga.

“Pergi sana. Hari ini kamu tidak mendapat upah.”

“Tapi, Pak ….”

“Pergi!”

Jendra mengembuskan napas kesal, diraihnya tangan Qie yang mulai terisak.
Sepanjang perjalanan pulang, kakak beradik itu tenggelam dalam diam.

“Kak, Jendra. Maafkan aku. Gara-gara mengejar kupu-kupu itu, kakak jadi dimarahi dan rumput kakak keburu layu.”

“Sudah jangan dipikrkan. Itu cuma masalah kecil. Kakak yang seharusnya meminta maaf, hari ini kita tidak jadi pergi ke toko.”

“Tidak apa-apa, Kak.”
Qie tersenyum manis sambil mendongak menatap Jendra yang juga sedang menatapnya.

Keduanya berjalan beriringan menyusuri setapak, menuju rumah mereka di tepi hutan.

***

Sayup-sayup terdengar suara seseorang memukul sesuatu dari rumah mereka. Jendra dan Qie bergegas mencari tahu apa yang sedang terjadi.

“Nenek?”
Qie menatap bingung saat dilihatnya sang nenek sedang menggenggam bambu dengan wajah panik.

“Keluar! Keluar! Keluar!”
Nenek terus berteriak sambil menggerak-gerakkan bambu panjang yang dibawanya, seperti sedang mengusir sesuatu.

Jendra yang lebih dulu menyadari apa yang terjadi terlihat pucat, matanya melotot seperti hendak meloncat keluar.

“Itu ….”

“Kak Jen, itu, kan ….”

Di dalam rumah mereka, sebuah kupu-kupu besar berwarna merah jambu terbang berputar-putar, berusaha menghindari ujung bambu yang diarahkan oleh nenek.

Karena tubuhnya yang lebih besar dibanding ukuran pada umumnya, kupu-kupu itu perlahan mulai kelelahan, lalu terbang mendekati Qie yang sejak tadi bergeming dengan mata berkaca-kaca.

Gadis itu bergegas memasukkan kupu-kupu itu ke dalam stoples, lalu berlari keluar rumah.

“Qie … tunggu!”

Jendra ikut berlari menyusul adiknya yang sudah melesat lebih dulu.

“Kau mau ke mana?”

“Hutan.”

“Hei! Ini sudah hampir malam.”

“Tapi kita harus mengembalikan kupu-kupu ini,” gumam Qie cemas.
Entah mengapa, sejak melihat kupu-kupu itu, perasaan Qie menjadi aneh, seperti merasakan firasat buruk.

Langit sore semakin gelap. Tiba-tiba, dari arah barat terlihat bayangan hitam bergerak mendekati mereka.

Qie dan Jendra refleks menghentikan langkah. Rasa penasaran mereka perlahan berubah menjadi ketakutan.

“Qie … kupu-kupu merah jambu ini ….”

“Sang … ratu ….”

Kini langit di sekitar mereka benar-benar berubah gelap. Di hadapan pasangan kakak beradik itu, ratusan kupu-kupu mendekat, membawa jaring besar.

Purworejo, 30 Agustus 2019

Erlyna, perempuan sederhana yang menyukai dunia anak-anak. Suka menulis dan menyaksikan anak-anak menciptakan keajaiban.

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply