Kucing
Diah Estu Asih
Paha ayam yang baru kuambil dagingnya sesuir itu sudah dicuri oleh Mpus. Dia berlari ke pojok ruangan, suaranya rakus saat menggigit-gigit daging paha ayam itu.
Aku menghela napas pelan, lalu mengambil sayap ayam yang masih tersisa di lemari pendingin. Setelah selesai mengisi perutku, Mpus juga sedang menjilat-jilat sekitar mulutnya. Hanya tersisa tulang keras di pojok ruangan, Mpus tak akan bisa memakan itu karena giginya bisa patah.
“Kau sudah ambil bagianmu sendiri, Mpus. Jangan suka merebut bagianku,” kataku.
Ekornya bergerak tak beraturan, ia mendekat ke arahku dan membalas, “Aroma ayam itu sangat nikmat, Hard. Aku tak bisa menahan diri.”
Aku hanya terdiam pening. Rasanya ingin kuusir dia dari rumah ini karena sejak dia tinggal di sini, stok makananku jadi lebih cepat habis. Akan tetapi, sehari saja dia pergi bermain aku langsung kesepian. Dia benar-benar mempunyai sifat kucing yang suka mencuri daging majikannya. Padahal dia sudah aku beri jatah sendiri. Bagian dada, paha, dan sayap adalah bagianku. Bagian lain itu miliknya semua. Namun, dia tetap saja rakus dan mencuri bagianku juga.
“Buang tulangmu ke tempat sampah.”
Mpus langsung berlari ke arah tulang itu dan menjadikannya mainan seperti anjing, tapi tak lama karena dia tidak sepintar itu. Aku sendiri mencuci piring dan membereskan dapur.
Setelah semua selesai, aku memaksa Mpus masuk kamar mandi. Dua hari sudah dia tidak mau mandi dan sekarang baunya seperti bajingan yang tinggal di selokan selama sebulan. Dia memukul-mukul wajahku dengan tangannya—atau kakinya itu, tapi aku bisa menangkap dengan cepat dan membuatnya tak berdaya.
“Aku bisa mandi seminggu sekali saja, Hard. Tidak perlu setiap hari seperti manusia.”
“Kau tinggal bersama manusia, jadi harus mandi sehari sekali.” Aku menghirup aroma dari perutnya dan berpura-pura mual. “Kau sangat bau, Mpus. Aku lebih suka kucing rajin dan wangi. Akan lebih baik kalau kau belajar mandi sendiri.”
Aku mulai menyiram tubuhnya dengan air.
“Jangan terlalu banyak airnya, Hard, aku bisa demam.”
Kemudian aku menyabuni badannya yang berbulu, menggosok-gosoknya hingga berbusa.
“Jangan sampai kena wajahku, Hard. Sabun itu sangat perih.”
Dia kucing yang sangat cerewet dan bertingkah. Badannya berusaha menghindar dari guyuran air, tapi aku menahannya. Ia tak bisa mencakar atau menggigitku atau ia tak akan dapat makanan dariku seminggu penuh dan harus mencari makanan sendiri di luar sana.
Setelah selesai, aku melemparkan handuk di atasnya. Ia berguling-guling cepat di handuk itu hingga badannya kering. Aku melarang betul ia berguling-guling di pasir atau tanah seperti kucing lain yang habis dimandikan. Awalnya dia menolak dengan dalih bahwa itulah kehidupan seekor kucing sebenarnya, tapi aku selalu menegaskan bahwa ia tinggal bersama Hardin, maka harus hidup selayaknya manusia.
“Lima belas menit lagi kita harus ke supermarket.”
“Kita akan membeli daging laut?” tanyanya.
Daging laut adalah seafood. Aku menggeleng, lalu menjawab, “Bukan. Kita akan makan sayur selama satu minggu penuh.”
“Aku bisa kurus, Hard!”
“Lihat badanmu, Mpus. Kau sangat gemuk sampai tidak ada kucing lain yang mau denganmu. Kau harus lebih langsing sedikit. Dan kita nanti akan belajar masak.”
Dia sudah kuajari menyalakan kompor dengan baik, mengatur besar-kecilnya api, menghaluskan bumbu dengan blender, memegang spatula dan menggoreng tahu. Namun, begitulah kucing yang bandel, dia selalu lupa bagaimana cara melakukan itu semua.
“Masak daging?”
“Tentu saja masak sayur.”
Aku tak pernah membiarkan dia masak daging karena yang ada dia akan menghabiskannya saat masih mentah. Sayur pun, harus jenis sayuran yang tidak dia sukai. Dia juga kucing vegetarian, doyan wortel, kentang, dan beberapa jenis sayur lain. Tapi tentu saja, dia tak menyukai sayur lebih dari ia menyukai daging.
Setelah selesai dengan diriku sendiri dan Mpus sudah menunggu di depan pintu, aku memasangkan rantai ke lehernya. Ia sudah kuperingatkan agar tak mencuri apa pun di dalam supermarket, tapi karena dia kucing aku tetap harus waspada.
Rantai itu mengikat lehernya dan tersambung ke gesperku. Dengan begini ia tak akan bisa pergi jauh dariku, artinya ia juga tak akan berani macam-macam. Ia duduk di sela depan motor matic, lalu aku mulai melajukan motor itu ke supermarket.
Begitu sampai, dia langsung disapa oleh anjing penjaga di depan supermarket. Anjing itu jinak dan menjadikan Mpus sebagai temannya, tidak seperti anjing lain yang sekali lihat langsung menatap tajam dan bersiap melonjak garang seolah-olah ingin memakan Mpus hidup-hidup.
“Selamat belanja, Hardin dan Mpus. Ada diskon untuk pembelian seafood hari ini,” kata anjing itu.
Mpus langsung berlari-lari mengejar langkahku yang lebar. Saat kubuka pintu, wanita penjaga kasir juga mengatakan hal yang sama dengan anjing penjaga tadi.
“Hard, belikan aku daging laut hari ini.”
Aku tetap berjalan ke arah sayuran. “Hari ini kita beli sayuran, Mpus.”
“Satu bungkus saja untukku. Aku janji akan masak untukmu saat kau bekerja.”
Aku sungguh tidak boleh mempercayai kata-katanya. Ia kucing yang sangat pemalas. Kalau tidak bermain, ia tiduran di sofa depan televisi, menggelepar dan menunjukkan perutnya yang menggemaskan.
“Ayo Hard, mampir ke sana dan ambilkan satu untukku.”
Ekornya bergerak-gerak ke arah seafood itu diletakkan. Ia terus saja memaksaku, mengelus-eluskan punggungnya ke kakiku.
Aku mengabaikannya dan tetap memilih sayuran untuk dimasukkan ke dalam keranjang. Aku tidak melihat seorang wanita yang berdiri di belakangku dan membawakan satu bungkus seafood untuk Mpus. Tahu-tahu, Mpus sudah mengucapkan terima kasih padanya.
Aku langsung menoleh dan mendelik saat tahu.
“Dia memberikannya untukku, Hard. Dia sangat baik.”
Aku menatap wanita itu. Dia sangat cantik dan pakaiannya rapi. Rambutnya lurus sepanjang punggung, warna bibirnya tak begitu mencolok tapi sangat pas.
“Kalau kau tidak mau merawatnya, boleh aku rawat kucing itu?”
Aku segera mengangkat Mpus dan menggendongnya seperti bayi. Dia memang sangat gemuk dan tidak ada kucing lain yang mau dengannya, tapi di mata manusia dia sangat menggemaskan.
“Tenang, Hard, aku tidak akan ikut orang lain,” kata Mpus di samping pipiku. Dia lalu menatap wanita itu, “Maafkan aku, Nona, tapi Hardin sangat sayang padaku. Meski dia tidak membelikan aku seafood hari ini, dia sudah memberi banyak di hari-hari yang aku lalui sebelum ini.”
Mendadak aku merasa terharu dan merangkul Mpus, lalu memandang wanita itu dengan tatapan minta maaf yang dibuat-buat.
“Terima kasih sudah diambilkan, Nona, tentu aku yang akan bayar untuk sahabatku ini.”
Aku berlalu dari sana dengan keranjang sayur yang belum terisi penuh.
“Hard, dia bisa menikah denganmu. Sangat cantik dan menyayangiku. Kalian nggak perlu punya anak, cukup jadikan aku anak kalian.”
Oh, Mpus, sekali kau buat aku gemas dan terharu, seratus kali kau buat aku ingin melemparmu ke jalanan.
“Ayolah, Hard, tiga puluh empat tahun masih single itu sedikit memalukan.”
“Kita batalkan saja beli seafood ini,” kataku setengah mengancam. Mpus langsung menyembunyikannya di belakang tubuhku dan mengeong gemas.
28/11/2020
Diah Estu Asih, seorang perempuan yang berusaha mencintai alam.
Editor: Erlyna
Sumber gambar: Pinterest