‘Ku Temu Semu dan Keabadian di Ujung Sajak Ini

‘Ku Temu Semu dan Keabadian di Ujung Sajak Ini

‘Ku Temu Semu dan Keabadian di Ujung Sajak Ini

Oleh: Devin Elysia Dhywinanda

 

Fragmen Abadi


Ialah fragmen yang urung terhapus dalam kotak ingatan:

tentang aku dan kamu dalam canda tawa;

tentang kita yang pernah bersama dalam suatu masa;

tentang sekian pahatan cerita sebelum kebersamaan

sampai pada kata “tiada”

 

Bahkan setelah sekian musim berlalu,

usai kisah indah menjelma berbait kata-kata monoton,

masih ada kamu yang meruang dalam hatiku;

masih ada suaramu yang berdialog dengan sanubariku;

masih ada esensimu yang bertandang dalam mimpi

serta sel abu-abuku

 

Sebuah pertemuan barangkali selalu berujung pada perpisahan

—kita bersitatap untuk setelah berucap selamat tinggal—

tetapi cinta adalah keabadian berbeda;

bahwa ia masih ada meski kita berpikir ia telah purna;

bahwa masih ada ia setelah kita bercakap-cakap

untuk

terakhir kalinya

 

Jadi, izinkan kudekap ia

sebagaimana kupeluk kenangan yang meruang;

izinkan kujaga ia sebagaimana kewarasan

menuntunku untuk hidup

meski tanpa kata “kita”

 

Demi kenang yang menggenang tak habis-habis

Demi rasa haru yang membatu oleh waktu

Demi kita yang telah berjalan pada jalur berbeda

 

20.05.19

 

*

 

Semu Bersarang Sepanjang Arkade Itu

 

kita sekadar berjalan dengan mata dikebiri

di arkade panjang tak berjelang:

batu cadas berlumut di sisi kiri,

abu-abu bercampur dengan hijau,

seperti perdu terjerat masa lalu,

sedang kanan kita merupa diorama

—kadang sesak oleh dengung pedestrian seumpama lebah,

kadang larut pada willow-willow kesepian

yang mengurung murung pada bui sanubari

 

masih jua tapak menjejak pualam,

tapi tubuh kita seolah tergoyah angin

—angin kering yang berembus dari segala,

menerbangkan diri hakiki dan impian menuju tendensi sosial,

yang padanya tiang-tiang terpancang terkekang,

dengan bagian kita menyusu, berlindung,

berpasrah

di bawah

 

semesta mengerdil pada kotak,

dan kutemukan aku yang bukan aku

—aku yang terarah tak tentu arah—

dan kurasakan hidup telah memilih pengemudi terapik

guna menunggangkan aku

pada lajur paling pasti

 

aku (kau, kita)?

sekadar aktor-aktris skenario agung;

sekadar empu sifat-jabatan-rasa palsu;

sekadar realitas maya, semu yang dinyata-nyata

 

kolam lotus beriak; kenangan mengerak; rerusukku berderak

 

gamitanmu berkelindan masa lalu,

hablur dalam bau musim gugur dari rawa berlumpur

 

tembok-tembok menyesak,

membuka ruang ketika semesta sekadar semesta,

sedang kita cuma anak-anak kecil yang bermain di bawahnya


dedaunan gemerasak,

menyingkap tingkap tempat rasa menyata kata,

tempat batas aku dan kau tuntas, bebas

 

semesta terusan mengerdil,

menyapuku yang berakhir atom tak berpeta

bertanyalah aku pada kau, “betulkah debar itu cinta?”

kau pandang aku seumpama berkaca pada bilik rahasiamu:

ya, ini cinta

 

angin kering berembus,

menggamit aksara pada lengan cakrawala

 

pada arkade ini,

sepasang mata kita masih juga dikebiri semesta

 

26.08.19

Devin Elysia Dhywinanda adalah gadis AB hasil hibridisasi dunia Wibu dan Koriya yang lahir di Ponorogo, 10 Agustus 2001.

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply