Kompilasi Surat Cinta Pilihan (Part 9)
Surat milik Riazul Muna
Teruntuk: Kamu yang kusebut pelangi senja
Dari: Aku, Riazul Muna, yang memilih duduk sejajar denganmu dulu
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Langsung saja kutugaskan penaku untuk menulis beberapa kata yang mewakili suara, juga mewakili rasa.
Teristimewa, pelangi senja yang sudah tak asing bagi telinga. Apa kabar? Aku harap kamu selalu baik-baik saja, tidak mudah lelah dengan cuaca yang suka berubah. Tidak mudah tumbang, bersebab hujan-panas yang tak seimbang. Pula tidak mudah kecewa, oleh peristiwa buruk yang terkadang memunculkan diri semaunya.
Aku juga berharap, kamu tidak mudah sakit hanya bersebab desiran angin yang terbilang pelan, lalu memeluk tubuhmu dengan tidak sopan. Aku terlalu banyak berharap, namun harapku tidak kuluapkan semua dalam surat ini, tapi mungkin suatu saat nanti. Di kemudian hari, saat jarak 296 km sudah mampu kita perangi.
Kamu mau, ‘kan, membaca jika aku menulis kalimat-kalimat rindu yang mencoba merenggut akal sehatku? Kuharap jika kamu keberatan, kamu akan memaksa untuk sekedar layaknya novel yang kamu suka, meski dalam kenyataan pura-pura.
Aku sangat merindukanmu, bahkan terbilang sangat menggebu. Aku rindu akan tawa gilamu yang tiada satu orang pun dapat meniru, aku juga rindu pada gaya jalanmu yang mirip seperti tentara yang sedang mengejar perang di perbatasan sana.
Aku rindu semuanya, bahkan hal sesederhana itu mampu terus menciptakan degup, tanpa ada perbedaan secuil pun seperti halnya dulu, aku benar-benar rindu.
Kamu ingat? Saat sering bias matamu menangkap-basah retinaku yang sedang mencuri pandang ke arahmu. Juga saat sorot mataku langsung berpindah dan menjadikan lagi tujuku adalah buku. Aku sangat malu, benar-benar tersipu.
Jika aku berani dan jika mampu, maka aku tak akan pernah menghiraukan tabrakan antara tatapan yang kamu buat. Juga tak lagi kupeduli akan jam dinding yang tertempel tepat di hadapan kita waktu itu.
Aku benar-benar ingin hal itu dapat kuulangi. Juga kamu, mengulang hal serupa, dengan perasaan yang sedikit berbeda. Dengan perasaan yang aku-nya terbilang bermakna.
Di sini, aku selalu halu bersebab kamu. Setelah pertemuan yang terjadi dalam jangka enam tahun yang lalu. Ternyata sudah sangat lama kita menjamu pisah, kini hanya mampu mengandalkan surat untuk saling menjamah. Dan jarak, tak mampu kulipat, kecuali kamu sendiri yang menjemput dan menawarkan jabat.
Aku menulis surat ini bersamaan dengan rintik hujan yang berhasil membasahi bumi, juga dengan kenangan-kenangan dulu yang kembali menemui.
Perlu kamu tau beberapa hal. Aku untukmu tanpa tapi, aku untukmu dengan beribu meski, aku kepadamu tak akan pernah mampu benci, dan kamu bagiku adalah nadi.
Sekian surat rindu dariku. Aku harap, kamu memiliki rindu serupa, meski kita berada di tempat berbeda.
Yang paling kuharap, semoga kamu selalu dalam jangkauan yang Maha Kuasa.
Aceh, 19 Januari 2020
***
Surat milik Wiwin Safitri
Kepada: Yth. Mbak entah siapa namanya
Dari: Mantan istri suamimu yang telah tiada
Assalamualaikum, Mbak. Entah aku harus memanggilmu Mbak siapa, namamu pun aku tak tahu. Apa kabarmu sekarang? Apakah kamu sedang bahagia atau sebaliknya?
Melalui goresan tinta ini, banyak sekali yang ingin kukatakan padamu, Mbak, tapi keberadaanmu pun aku tak tahu. Aku tahu kisah kita sudah berlalu. Tapi apakah kamu tahu? Luka yang kau torehkan tak pernah sembuh. Bahkan walau seseorang yang kau rebut dari kami itu telah tiada, tapi sungguh luka ini sesekali menganga.
Puaskah kamu, Mbak, setelah apa yang kau katakan kepada orang-orang sekitarmu tentang kenyataan kita? Kau putar balikkan fakta, kau yang merebut tapi aku yang mereka benci. Bahkan kini, teman yang dahulu baik, telah menjauh, hanya karena mendengar ceritamu yang entah seperti apa. Harusnya dia mendengar versi kita kan, bukan hanya versimu saja. Ah, sudahlah itu berarti dia bukan teman yang bijak. Ambil Mbak, ambil semua yang kau mau.
Lalu, untuk apa kamu bersembunyi, Mbak? Apakah kamu takut? Bahkan temanmu, yang juga temanku itu, dia tak mau memberitahuku tentang keberadaanmu dan keadaanmu. Atau mungkin kamu malu dengan keadaanmu sekarang? Sungguh, Mbak, aku ingin sekali tanya-tanya ini terjawab.
Hai, Mbak, andaikan sekarang pun kamu telah menikah lagi setelah kepergian ayah anakku, aku harap kamu tidak mengulangi kesalahan yang sama ya, Mbak, melukai hati wanita lain. Memang banyak orang-orang yang menghiburku untuk melupakan semua itu, toh andaikan kamu tak merebutnya dari kami tetap saja lelaki itu pergi, karena ternyata umurnya tidaklah panjang. Ah, tapi beda Mbak, setidaknya kepergiannya tidak meninggalkan caci maki dan luka, seperti kini yang telah membekas di dalam hati.
Semoga hidupmu tenang ya, Mbak, walau di sini ada hati yang tak rela melupakan kekejian kalian. Oh iya, Mbak, kerja apa kamu sekarang? Apakah masih tetap seperti dulu dengan gaji yang besar? Sehingga dengan entengnya kamu menghina pekerjaanku yang hanya seorang penjahit. Setidaknya sekarang telah aku buktikan, Mbak, bahwa profesi ini tidaklah rendah seperti pandangan matamu yang sempit.
Ah, Embak, siapa sih namamu? Setidaknya ada setitik terima kasih di dalam hati untukmu, berkat kelakuanmu aku menjadi kuat sebagai seorang Ibu sekaligus Ayah buat anakku. Berkat caci makimu, aku menjadi semangat untuk bangkit menjadi pengusaha sukses. Terima kasih Embak, semoga kamu pun tak pernah lupa bahwa pernah menorehkan luka di hati kami, aku dan putriku.
Malang, 17 Januari 2020
***
Surat milik Titien Widighazali
Untuk: Lelaki kecilku, Ezra Davey Abdillah
Dari: Titien Widighazali
Assalamualaikum wr.wb.
Hai, Jagoan, apa kabar?
Aku mau cerita tentang kamu. Cerita yang sejujur-jujurnya, dari lubuk hati yang terdalam.
Jagoan, tahukah kamu? Kehadiranmu bagai bintang kejora yang menerangi pekatnya malam. Kamu adalah keajaiban sekaligus anugerah terindah di usia senja kami. Ikhlas kulepas karir dan cita-cita, demi selalu menjagamu.
Jagoan, belum genap dua tahun kita bersama, hadir malaikat cantik di antara kita. Aku bersyukur dan bahagia, tapi kamu marah tak terkira. Kau lempar malaikat cantik itu dengan ‘remote’ tv. Tentu saja aku panik dan berlari memeluknya. Kutinggalkan kau di pojok kamar. Itu membuat kemarahanmu semakin berkobar.
Kamu kian cemburu, saat si Cantik mengambil milikku yang paling kau suka, yaitu asi. Kamu menjerit, marah dan akhirnya … jatuh sakit. Aku menangis, merasa bersalah dan tak berdaya. Kalau bisa, ingin kuambil semua sakit yang kau rasa. Akhirnya, aku memilih mendekapmu, hingga kau sembuh dan kembali ceria.
Jagoan, sampai kapan pun cintaku padamu tetap sepenuh kasih. Jangan pernah merasa tersisih. Si Cantik bukanlah sainganmu, tapi dia saudarimu. Peluklah dia, kau akan bahagia. Percayalah, kelak dia yang akan membantumu jika kau butuh dukungan.
Waktu berlalu seiring tumbuh kembangmu. Hingga kamu mulai paham arti berbagi. Mulai kian meyayangi dan merasa bangga memiliki saudari. Bahagia rasanya, saat kau gandeng dia ikut bermain bersama teman-temanmu.
Jagoan, kini kamu sudah semakin besar dan pintar. Tak lagi suka pergi bersama kami, tapi memilih bersama teman sehati. “Aku bukan anak kecil lagi,” katamu.
Meski hati ini sering merasa was-was, tapi kami tak boleh mengekangmu. Hanya doa yang selalu kupanjatkan kepada Sang Pemilik Kalbu, agar selalu menjagamu.
Jagoan, rajinlah belajar! Kejar cita-citamu, selagi kau mampu! Satu pintaku, jangan pernah tinggalkan salat, jadilah hamba-Nya yang taat.
Wassalamualaikum wr.wb.
Semarang, 18 Januari 2020 (*)
Event surat cinta KCLK adalah event yang diadakan grup menulis KCLK pada bulan Januari 2020 dengan penanggung jawab: Lutfi Rosida, Rahmawati, dan Evamuzy.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata