Kode Kematian Fuji
Oleh : Fathiyya Rahma
Malam sudah semakin tua, tetapi mataku masih enggan terpejam. Menatap layar ponsel sambil berpikir tentang isi postingan sahabatku. Tidak seperti biasanya sedikit aneh dan berbeda.
Dia–Fuji—kami berkenalan sekitar dua bulan lalu. Hubungan kami berawal dari saling berbalas komentar di salah satu grup menulis. Seorang humoris, berbeda denganku yang lebih kaku. Namun entah kenapa, berada dekat dengannya membuatku lebih ceria. Mungkin tertular selera humornya.
Aku masih ingat isi postingan yang dulu membuat kami saling mengenal. Adalah tentang susunan huruf yang tidak bisa dibaca, tetapi banyak yang berkomentar mengerti apa yang dia maksud. Bahkan sempat ribut, karena dia menandai salah satu akun lelaki yang cukup terkenal dalam grup. Isinya adalah :
[EBTAS QSJB HJMB key B]
Aku masih anggota baru, seperti orang yang tersesat dan membutuhkan bimbingan. Jadilah mendekati Fuji adalah hal yang wajib dilakukan. Gayung bersambut, dia menerima ajakan pertemanan. Ternyata ramah dan hangat serta pintar.
[Dasar Pria Gila, itu artinya. Menggunakan kode Caesar dengan kunci B.]
Tulis Fuji di-chat kami berikut dengan penjelasan lebih dalam lagi.
Karena kedekatan kami pula, Minggu lalu akhirnya aku dan dia kopi darat di sebuah kafe bilangan Jakarta Barat. Dia memiliki paras yang cantik. Lebih cantik dari foto profil-nya. Pantas banyak pria yang dekat dengannya.
Suara ponsel mengagetkanku, membawa kesadaran kembali setelah mengingat Fuji. Hanya pesan tidak penting dari teman duta. Segera kututup kembali ponsel. Kemudian, aku beranjak bangun dan menuju jendela. Sambil memandang pendar lampu jalan di luar, bayangan wajah Fuji kembali hinggap tanpa permisi. Perasaanku benar-benar tidak enak. Ada rasa khawatir yang entah bagaimana menjelaskannya.
Sudah tiga hari ini, time line milik Fuji berisi hal-hal menyedihkan. Tidak seperti biasanya. Apa dia sedang galau? Ada pria yang menyakitinya atau bagaimana? Dari pada bersedih dia lebih suka melampiaskan dengan amarah. Bukan dengan tulisan mellow seperti ini.
Lagi, kubuka aplikasi dengan lambang biru di ponsel.
[ Wangi melati semerbak terkurung
Nikmat rasa rindu yang dalam
Zaitun tak lagi diinginkan, tersisih di pojok kamar
Jiwa, lepaskan rasa yang membawa pengap
Warna hitam memayungi hariku dan dia
Kunci bahagia hilang bersama kepergiannya selalu
Tambah sakit berdedai kami kini, Tuhan seolah mengawasi
Empat musim yang akan memisahkan, kini kemarilah.]
Itu adalah postingan pertama dan terakhirnya hari ini. Bukan di grup melainkan di wall pribadi. Sedikit aneh, seolah bukan dia yang menulis. Gaya tulisannya tidaklah seperti ini.
“Kenapa perasaanku makin tidak enak, Fuji. Kamu di mana, baik-baik aja, bukan?” tanyaku entah kepada siapa.
***
Pagi.
Aku bangun saat sinar mentari menyilaukan mata. Semalaman mencari tahu maksud Fuji. Namun sayang, hingga terlelap karena lelah masih saja belum ditemukan.
“Sialan!” Aku mengumpat kesal.
Tiba-tiba aku ingat sesuatu, kode. Segera berselancar mencari kode rahasia. “I got it!” pekikku kencang. Saat menemukan beberapa contoh kode.
Lagi, kubuka aplikasi berwarna biru itu. Scroll ke bawah mencari postingan Fuji kemarin. Nihil. Beralih ke kolom pencarian, menulis nama akunnya. Betapa terkejutnya, tidak ada hasil pencarian. Sama sekali.
“Argghhh …!” Aku berteriak lebih kencang karena kesal.
“Ya Tuhan, aku harus bagaimana lagi? Perasaan ini semakin buruk, bayangan hal jelek muncul kembali. Semoga tak terjadi apa-apa,” ucapku lirih.
Lalu, ponsel di atas ranjang menarik perhatianku. Segera kuambil dan membuka galeri foto. Ada SS postingannya. Memang kebiasaanku suka menyimpan jejak digital seseorang.
Kuperhatikan kembali isi tulisannya. Ada sesuatu yang ingin dia sampaikan. Aku yakin, dan sepertinya tangan Tuhan ikut andil ketika mata ini menangkap susunan kata terakhirnya membentuk sesuatu.
Cukup lama aku diam sambil berpikir. Sampai ingatanku kembali pada percakapan kami tempo hari.
“Aku tinggal tak jauh dari sini. Apartment Podomoro Land nomor 413,” ucapnya kala itu sambil menyesap vanilla latte.
Segera aku bersiap menuju ke tempat tinggalnya. Semoga belum terlambat.
***
Ragu aku mengetuk pintu kamarnya. Entah ini benar atau salah, hanya mengikuti intuisi. Lama, tak ada jawaban. Iseng kutekan kenop pintu dan … ajaib terbuka.
Melangkah pelan memasuki ruangan yang berbau apak. Cukup gelap, hanya ada lampu kecil yang menyala. Tirai jendela tertutup, cahaya matahari tidak dapat tembus. Pendingin ruangan juga tidak menyala. Menambah pengap tempat ini.
Memandang sekitar dan mencari saklar lampu. Setelah ruangan lebih terang, kudapati sebuah foto. Tiga orang lelaki dan satu perempuan. Perempuan itu adalah … Fuji. Benar, ini rumahnya.
Aku ingat tentang puisinya, segera mencari ruangan itu. Kujelalahi tiap jengkal apartemennya, tapi tidak ada. Kembali membaca tulisannya untuk kesekian kali.
“Bodoh! Bagaimana aku sebodoh ini. Pasti di sana,” ucapku kasar.
Sudut mata menangkap benda hitam di samping ranjang. Sebuah lemari besar, apakah di sana?
Brukk …!
Sesosok tubuh dengan tangan terikat ke belakang dan mulut berbusa jatuh ke lantai, sesaat setelah kubuka lemari hitam ini.
“Fujiii …! Siapa yang tega melakukan ini!”
Apakah salah satu dari mereka yang di foto? Segera berlari mengambil foto itu lagi. Entah kenapa ingin membaliknya.
[Andra, Dito, Fuji dan Andri. Best friend.]
Aku tahu siapa pelakunya!
T, 15 September 2019
Penulis adalah seorang perempuan menyukai kopi latte dan rasa manis. Temukan akun penulis di FB: Fathiyya Rahma atau email: fainayya3@gmail.com.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata