Klan
Oleh : Atika
Terbaik 20 Lomba Cerpen Fantasi Lokerkata
Bulan sabit kembar menggantung di cakrawala Kota Metropolis yang gemerlap. Cahayanya menyelimuti gedung-gedung pencakar langit dan jalan-jalan yang ramai. Di tengah malam yang mempesona ini, seseorang meluncur di atas sapu terbang.
Elara—murid tingkat dua Akademi Penyihir Klan Avira—melayang dengan posisi terbalik, satu tangan menggenggam erat sapunya, sementara tangan satunya mencengkeram kantong belanjaan yang berayun mengikuti angin malam. Di ujung sapunya, seekor tupai bermantel merah delima bertengger, namun ini bukan tupai biasa. Saat Elara melaju, tupai itu berubah menjadi gantungan kunci lucu, bergoyang-goyang mengikuti kecepatan sapu. Elara tersenyum lebar, menikmati pemandangan metropolis yang terhampar di bawahnya.
Di lantai tertinggi gedung Kota Metropolis, Zhepyr—perancang busana berteknologi mutakhir Klan Avira— berdiri di depan jendela kamarnya yang terbuka. Ia baru saja selesai mandi, kimono putih membalut tubuh segarnya yang menguarkan aroma bunga lily dan kayu cedar, dengan rambut basah yang tergelung balutan handuk. Jemari lentiknya memegang secangkir teh hangat, dan di sampingnya, seekor tupai cokelat dengan kilat keunguan di matanya ikut memandang ke luar. Keduanya menatap kedatangan Elara yang semakin mendekat dengan tatapan bersahabat.
“Elara benar-benar tahu cara membuat kedatangan yang dramatis,” gumam Zhepyr seraya menyeruput teh. Gantungan tupai yang tadi menghiasi bagian belakang sapu, berubah kembali menjadi tupai asli, melompat lincah ke bahu Elara begitu sapunya berhenti di depan jendela kamar Zhepyr.
“Larut sekali, ya?” seru Zhepyr, alisnya terangkat.
“Ah, semua ini gara-gara Momo.” Elara mendarat dengan ringan di ambang jendela, wajahnya berseri-seri. “Dia terlalu sibuk mencari camilan untuk tupai kesayanganmu.”
Zhepyr tertawa kecil sambil mengusap kepala Momo, yang kini kembali ke wujud tupai. “Terima kasih, Momo! Taro pasti menyukainya.”
Mata Taro kembali berpendar keunguan, namun pandangannya tak lepas dari bulan sabit kembar, seakan tak terganggu oleh obrolan tentang dirinya.
Di sisi lain, mata Momo juga berkilat keunguan, menatap ke kejauhan, tepatnya di atas puncak gunung di balik kota. Kilatan cahaya ungu muncul di antara kabut tipis yang menyelimuti puncak itu, memancarkan aura misterius yang seolah mengisyaratkan ada sesuatu yang tak biasa.
Elara dan Zhepyr saling bertukar pandang. Mereka menyaksikan bagaimana bulan sabit yang lebih kecil berubah menjadi berwarna keperakan, bersamaan dengan terbentuknya lingkaran portal di puncak gunung.
***
Elara meluncur mendekati portal cahaya keunguan itu di atas sapu terbangnya, ditemani Momo yang kembali menjadi gantungan kunci. Zhepyr menyusul setelah menyulap pakaiannya dengan mantel sihir yang memungkinkannya terbang, dan meletakkan Taro yang mengecil menjadi gantungan ke sakunya.
Begitu keluar dari portal, hutan Klan Astralit terbentang di hadapan mereka. Cahaya bulan sabit kembar menembus celah-celah pepohonan tinggi berwarna biru pucat, menciptakan bayangan bergerak di setiap sudut. Bunga-bunga besar berpendar keemasan di cabang-cabang pohon, kelopaknya perlahan menutup dan membuka seolah sedang bernapas. Udara di sana terasa berat, dipenuhi aroma kayu manis dan bunga liar yang anehnya terasa akrab, tapi tetap saja asing.
Elara menatap Momo yang kini berubah menjadi tupai raksasa bersinar keemasan di sampingnya. Taro, di sisi Zhepyr, tampak lebih besar dengan bulu perak berkilauan di bawah sinar bulan. Elara tersenyum canggung. “Kalian terlihat… luar biasa. Mungkin kita harus lebih sering ke sini,” ujarnya sambil mengusap bulu Momo.
Meski kagum, Zhepyr tetap waspada. “Jangan terlena. Ada sesuatu yang janggal di sini. Lihat,” katanya, menunjuk bayangan di kejauhan, di antara pepohonan. Bayangan itu bergerak perlahan, seolah mengawasi mereka dengan penuh maksud.
“Merinding juga, ya,” gumam Elara, berusaha tersenyum.
Tiba-tiba, suara bisikan rendah mengalir bersama angin, membawa kata-kata asing yang tak dimengerti. Momo dan Taro menggeram, bulu mereka berdiri, siap melindungi Elara dan Zhepyr.
“Apapun itu, lebih baik kita tetap bersama,” bisik Zhepyr. (*)
Pangkalpinang, 27 Oktober 2024
Komentar juri, Eva:
Nuansa fantasinya bahkan telah terasa sejak paragraf pertama. “ …seseorang meluncur di atas sapu terbang.”
Penulis tidak membiarkan dirinya untuk lama-lama “berbasa-basi” menciptakan dua tokoh yang ada pada gambar. Pemilihan ide yang sederhana, aman, dan tidak ada konflik “tepi jurang”, membuat ia bisa mudah dinikmati dalam satu kali baca. Sebuah kisah manis tentang persahabatan, yang ditutup dengan misteri. Seandainya penulis berkenan untuk lebih mengeksplor lagi terkait misteri tersebut, cerita ini pasti akan lebih berkesan.