Kisah Momon (Part 3)

Kisah Momon (Part 3)

Kisah Momon
By: Isnani Tias


Part 3: Sungai dan Hutan Bambu


Pagi sekali Momon sudah bangun dan berberes untuk melanjutkan perjalanannya lagi. Sebelum berangkat, ia menunggu ibu berang-berang yang tadi berpamitan pergi sebentar untuk mencari makanan.

Anak berang-berang masih tertidur pulas di atas tumpukan ranting-ranting kering. Momon memandang kedua anak itu sambil tersenyum, karena kembali teringat kejadian pertemuan mereka kemarin di sungai. Namun, beruntung kejadian itu tak lantas membuat mereka canggung satu sama lain. Semalam Momon dan kedua anak berang-berang itu bermain dan juga bersenda gurau sebelum tidur.

“Ternyata mereka anak yang lucu dan jail,” pikirnya.

“Mon, kamu sedang melamunkan apa?” tanya ibu berang-berang ketika datang dan melihat Momon duduk terdiam di depan anak-anaknya.

“Eh, tidak ada, Bu,” jawab Momon terkejut. Ia tidak menyadari sama sekali kapan ibu berang-berang datang.

“Oya, bawalah ini, buah-buahan untuk bekalmu di perjalanan nanti,” ucap ibu berang-berang sambil memberikan sekantong kecil buah-buahan.

“Terima kasih, Bu. Tapi ini banyak sekali,” jawab Momon saat menerima kantong buah itu.

“Tidak apa, bawalah semua. Siapa tahu di perjalanan kamu lapar dan di sana tidak ada makanan. Jadi, kamu bisa memakannya,” kata ibu berang-berang untuk menyakinkan Momon.

“Baik, Bu. Terima kasih.” Momon mulai membuka kantong itu, ia hanya mengambil beberapa buah-buahan untuk dimasukkan ke dalam tasnya. Lalu sisanya dibiarkannya tetap di kantong tersebut dan dikembalikan pada ibunya berang-berang.

Semalam Momon sudah menceritakan tujuannya ke puncak Gunung Merah kepada ibu berang-berang. Kemudian, ibu berang-berang itu mengatakan kalau ke sana harus menyeberangi sungai tempat ia berenang kemarin. Ia juga harus melalui hutan bambu terlebih dahulu, dan untuk bisa mencapainya Momon memerlukan hewan yang ada di sungai.

“Ayo, Ibu antar ke tempat Pak Kuda Nil. Biasanya kalau pagi begini, beliau berada di sungai.”

Dalam waktu sepuluh menit, mereka tiba di sungai, tempat Pak Kuda Nil. Memang betul kata ibu berang-berang itu, Pak Kuda Nil sekarang sedang berendam.

“Pak, maaf, kami mengganggu sebentar,” kata ibu berang-berang saat berada di tepi sungai.

“Oh, kamu. Ada apa?” sahut Pak Kuda Nil.

“Anak muda ini ingin menyeberangi sungai, menuju ke hutan bambu. Bisa tolong antarkan dia ke sana sekarang, Pak?” Ibu berang-berang menjelaskan.

“Oh, tentu, dengan senang hati. Ayo, naiklah ke punggungku,” kata Pak Kuda Nil sambil menepi.

Momon mengangguk. Sebelum menaiki punggung Pak Kuda Nil, ia berpamitan dan tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada ibu berang-berang.

Momon dan Pak Kuda Nil mulai berangkat menyeberangi sungai. Beruntung aliran sungainya tidak terlalu deras. Mata Momon melihat kanan-kiri sekitar sungai. Ia sangat senang karena baru kali ini melewati sungai yang besar. Sungai tempat tinggal Momon tidak seluas ini.

Selama perjalanan, Pak Kuda Nil diam, hanya menyahuti dengan mengangguk pelan ketika Momon bertanya seputar sungai ini. Karena saat berenang, Pak Kuda Nil merapatkan mulutnya supaya tidak kemasukan air.

Butuh waktu sekitar sepuluh menit untuk bisa tiba di seberang sungai, Momon dan Pak Kuda Nil melanjutkan perjalanan hingga tiba di tempat yang dituju, yakni hutan bambu.

“Terima kasih, Pak, sudah mengantarkanku ke sini,” ucap Momon sambil membungkukkan badan kepada Pak Kuda Nil.

“Iya, sama-sama. Kamu hati-hati di jalan. Saya doakan, kamu bisa sampai ke tempat tujuan dengan selamat,” kata Pak Kuda Nil, lalu ia berbalik arah untuk pulang.

Momon memandangi kepergian Pak Kuda Nil hingga bayangannya hilang dari pandangannya. Momon tersenyum, kemudian melanjutkan perjalanannya sesuai petunjuk peta dan juga cerita dari ibu berang-berang.

***

Kali ini Momon melakukan perjalanannya di darat, ia tidak bisa bergelantungan di pohon. Karena pohon bambu yang dilewatinya ini tidak mempunyai dahan yang kuat, seperti pohon-pohon yang lain. Meskipun kali ini bekal Momon terlalu banyak, ia terus berlari ke arah timur. Namun, kecepatannya berkurang, tidak seperti waktu awal berangkat.

Kicauan burung-burung yang bersahutan membuat hutan bambu ini menjadi ramai. Momon merasa tenang, sebab ia seolah tidak sendiri di hutan yang luas itu. Walaupun begitu, Momon tetap waspada. Siapa tahu dalam hutan ada binatang buasnya.

Entah sudah sampai di tengah hutan atau belum, Momon memutuskan untuk istirahat sejenak. Ia memijat bahunya yang terasa pegal sekali. Iya, itu gara-gara membawa makanan banyak. Untuk mengurangi agar menjadi agak ringan, kali ini Momon memakan dengan jumlah yang lebih. Biasanya hanya memakan dua sampai tiga buah saja, tetapi sekarang makan lebih dari tiga buah.

Ketika Momon sedang mengunyah, tiba-tiba matanya melihat samar-samar sosok hewan yang sedang duduk di tanah, yang tidak jauh dari tempatnya berada. Ia bergegas menghabiskan makanannya yang tinggal sedikit itu. Kemudian, Momon melangkah perlahan mendekati sosok tersebut yang sudah membuatnya penasaran.

Lama-lama sosok itu terlihat jelas di mata Momon. Tubuhnya besar dan berperut gendut, ia sedang menikmati makan siangnya.

“Maaf.” Perkataan itu yang terucap dari mulut Momon saat sudah berada di samping hewan tersebut.

Hewan itu menghentikan makannya setelah mendengar suara dari Momon. Ia terkejut, tiba-tiba saja ada monyet muda yang berada di dekatnya.

“Kamu siapa? Dari mana? Lagi apa di hutan bambu ini?” Semua pertanyaan itu yang keluar dari mulut seekor hewan pemakan bambu, setelah ia terdiam beberapa saat.

Sekarang Momon yang terdiam. Ia bingung mau menjawab pertanyaan yang mana dulu.

Momon mengamati sosok hewan yang ada di depannya mulai dari atas sampai bawah. Tiba-tiba ia teringat cerita sang Ayah, kalau di hutan bambu ada binatang yang berbadan gemuk dan bulunya berwarna hitam-putih. Ia adalah panda pemakan bambu.

Panda itu memandangi monyet yang memakai topi rajutan berwarna hijau di hadapannya tanpa berkedip.

“Hai, hai ….” Tangan si Panda melambai-lambai di depan wajah Momon. Seketika Momon tersadar dari lamunannya.


Bersambung ….


Sidoarjo, 21 Maret 2021

Penulis dengan panggilan akrab Tias ini adalah seorang ibu dari dua putri cantik, Aisyah dan Shofia. Penulis saat ini sedang belajar membuat cerita anak. Cerbung anak berupa fabel ini adalah karya pertamanya. Semoga segera bisa dibukukan. Aamiin.

Penulis bisa dihubungi melalui Facebook Isnani Tias dan Instragam @t145.7055.

Editor: Fitri Fatimah

Leave a Reply