Kisah Kasih
Oleh: Ketut Eka Kanatam
Aku melihat gadis di hadapan yang terus mengangguk-angguk sambil mendengarkan penjelasanku. Sesekali dia bertanya. Tatapannya menunjukkan rasa penasaran yang tinggi terhadap bahasan yang sedang kami diskusikan.
Saat kuterangkan bagian-bagian mana dari tulisannya yang perlu diperbaiki, reaksinya selalu membuatku tidak berkedip menatapnya. Reaksinya begitu beragam, kadang mulut mungilnya menganga, kadang mengerucut, dan lebih sering digigitnya bibir bagian bawah, seolah-olah dia sedang menahan diri agar tidak menyela, mengomentari kritikanku.
Saat akhirnya kuberi kesempatan menanggapi, seketika matanya terlihat hidup, penuh semangat memberi penjelasan apa yang dia maksud menulis seperti itu.
Dari sekian gadis yang mengikuti kelas menulis yang kuadakan, hanya dengan dia, aku sering terbawa perasaan.
Hanya dengan dia kulakukan pertemuan tatap muka, bukan lewat daring seperti biasanya.
Aku menikmati diskusi di antara kami. Terkadang timbul rasa kesal dengan sikap keras kepalanya, geregetan karena dia masih saja membantah saran yang kuberikan, dan paling sering kaget dengan ide yang dia sampaikan.
Khayalannya ke mana-mana. Dia bisa menyodorkan kisah yang begitu drama dengan banyak air mata di dalamnya dan di saat yang lain menunjukkan cerita yang begitu sadis dengan penuh darah dan kebencian dengan tokoh yang tidak punya perasaan belas kasih.
Kemajuan yang ditunjukkan gadis itu begitu pesat. Enam bulan di bawah pengasuhanku, perkembangan menulisnya sangat pesat. Dia mulai berani ikut berbagai macam event menulis yang banyak muncul di grup-grup media sosial. Meskipun belum pernah menjadi juara, setidaknya nama dia ada di urutan sepuluh besar.
Apa pun pencapaian yang diperolehnya selalu disampaikan kepadaku. Matanya berbinar-binar menunjukkan hasil dari tulisannya itu.
“Semua yang aku dapatkan berkat bimbingan Bapak. Terima kasih, ya, Pak.”
Sanjungan yang diucapkannya terkadang disertai pelukan spontan, membuatku salah tingkah.
“Sama-sama, Sih. Semua mentor akan merasa senang, jika anak didiknya berhasil. Semangat ya, Sih!”
Rasa bangga, terharu, dan kagum menjadi satu di hatiku saat melihat keberhasilannya. Dia memang berbeda dibandingkan peserta didikku yang lainnya.
“Kamu tidak boleh merasa cepat puas dengan pencapaian kali ini, Sih. Kamu harus terus menggali semua potensi. Belajar dan latih terus kemampuanmu.”
Sesekali kuucapkan kalimat itu saat kulihat dia berjingkrak-jingkrak kegirangan saat mendapat hadiah dari sebuah event yang diikutinya.
“Siap, Pak. Aku akan belajar terus. Hanya Bapak yang bisa mengerti tentang diriku. Jangan kapok mengajari aku, ya, Pak.”
Permintaannya segera kusanggupi. Aku juga penasaran, ingin melihat sampai mana kemampuannya bisa berkembang.
Kini, pertemuan kami tidak lagi sebatas ada kelas saja. Dia bisa menghubungiku kapan pun. Kuberi hak itu semata-mata demi mendukung harapannya menjadi penulis terkenal.
Pertemuan demi pertemuan yang tidak lagi melibatkan murid yang lain membuat kami semakin dekat. Panggilannya mulai berubah kepadaku.
“Ada apa, Mas Pras? Kenapa murung?”
Hari ini, kami kembali bertemu di sebuah tempat wisata favorit. Kasih sangat menyukai danau yang ada di pinggir jalan raya ini. Dia selalu meminta kami bertemu di sini.
Setiap selesai berdiskusi, dia akan mengajakku mengelilingi danau dengan perahu.
Pilihan yang sedikit aneh bagiku. Ada motor boat yang bisa membawa kami berkeliling danau dengan cepat, tapi tidak disukainya. Dia beralasan lebih senang naik perahu karena lebih puas menikmati pemandangan alam di sekitar danau itu.
Terkadang celetukan-celetukannya membuatku kaget. Ada saja bahan untuk membuatku bisa tertawa lepas.
Saat melihat hutan lindung yang mengelilingi danau, dia akan tercenung lama. Kasih bisa membuat kisah tentang apa pun saat melihat pemandangan di depan matanya.
“Aku mau buat kisah horor, Mas. Wanita yang meminta pertanggungjawaban pacarnya yang ditenggelamkan di sini. Dia akan meneror siapa pun yang sedang pacaran di sini.”
Aku hanya bisa mengangguk mendengar ide spontannya itu.
“Beri saran dong, Mas!”
“Bagus! Coba kulihat nanti seperti apa jadinya tulisanmu. Kamu akan mengungkap dari sisi gadis itu, apa dari sudut pandang pasangannya?”
Kasih menatapku lama sekali tanpa menjawab.
Di lain waktu, dia akan mengatakan padaku akan membuat kisah perjuangan para pedagang asongan yang banyak berjualan jagung rebus dan buah stroberi. Bagaimana mereka berhasil mengangkat derajat kehidupannya sehingga akhirnya sukses menjadi pengusaha.
“Aku juga akan membuat kisah anak yang menjual dirinya sebagai jalan pintas untuk bisa kaya, Mas.”
Aku hanya bisa mengangguk untuk semua ide yang disampaikannya.
Begitulah yang terjadi, dari waktu ke waktu setiap pergi ke danau ini, ide cerita selalu dia dapatkannya dengan begitu mudahnya.
Kisah yang kadang membuatku tersentak, karena seperti sedang berkaca. Dia sedang menceritakan masa laluku.
“Kenapa ndak dijawab, Mas? Ada apa?”
Tegurannya menyadarkanku dari lamunan.
“Tidak ada apa-apa, Sih. Ayo, minum kopinya, nanti keburu dingin.”
Kasih tersenyum manis saat menerima minuman yang kusodorkan.
“Kita mau begadang ya, Mas?”
Aku hanya membalas pertanyaannya dengan anggukan samar. Aku lebih memilih menatap pemandangan dari jendela kamar yang kami sewa.
Bunyi benda jatuh bersamaan dengan kursi terguling membuatku kembali menoleh pada gadis itu.
Aku hanya bisa menghela napas dan mengembuskannya dengan kasar.
Tebakan Kasih benar sekali, akan ada yang begadang malam ini.
Aku harus menunggu tengah malam agar bisa mengikuti jalan cerita yang dulu dibuatnya.
Jika nanti Kasih meneror pasangan lain, aku tidak bisa berbuat apa pun. Itu adalah pilihannya.
Pilihanku adalah menyelamatkan diri dari tuntutannya. Istriku tidak boleh tahu keteledoran yang kubuat. Ada penerusku di rahimnya. Fasilitas yang kudapatkan dari istriku dengan susah payah, bisa menghilang begitu saja.
Bali, 20 Maret 2021
Ketut Eka Kanatam, lahir di Pegayaman, Bali. Mengajar di Taman Kanak-kanak. Penyuka warna ungu. Berharap suatu saat tulisannya dibaca oleh semua anak didiknya.
Editor : Freky Mudjiono
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata