Keunikan Cleopatra

Keunikan Cleopatra

Keunikan Cleopatra

Oleh: Anis Hidayati

“Cleo!” Aku menoleh saat seseorang menghampiriku.

“Apaan, sih?” tanyaku dengan kening berkerut.

“Kamu masih aja suka ngelakuin hal itu?” Gea—sahabatku—menatap aneh.

“Kenapa emangnya?” Aku bertanya datar. Tak lagi menatapnya. Aku membolak-balikkan halaman buku kesayanganku itu dengan santai.

“Ya ampun, Cleo! Ingat, umurmu udah 17 tahun. Masih aja suka duduk di dalam koper sama boneka.” Gea menyentil pelan keningku, membuatku terdongak dan menatapnya sebal.

“Emang kenapa? Ini udah jadi hobiku sejak kecil. Adakalanya seseorang memang punya hobi aneh,” jawabku membela diri.

Gea cuma menggeleng-gelengkan kepala. Ia menyerah dan memilih duduk di sofa, kemudian menatapku dengan pandangan heran.

Aku masih menekuk lutut tanpa memedulikannya lagi. Boneka beruangku Teddy, masih setia menemaniku.”

“Cleo, ke lapangan, yuk!” ajak Gea tiba-tiba.

“Ngapain? Kamu ingin menemui Arbe, penggembala domba tampan itu?”

Seketika Gea nyengir menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Aku beranjak sembari menenteng koper di tangan kanan, sebelahnya lagi merangkul si Teddy dan menggenggam erat buku kesayanganku.

“Ayo!” ajakku pada Gea dengan muka yang masih cemberut.

“Hello … Cleo! Kau membawa tiga benda itu?” tanya Gea melongo sambil menepuk jidatnya.

“Mau aku temani, tidak?” tanyaku setelah mengembuskan napas dengan kesal.

“Okelah. Ayo, kalau begitu! Cleo, apa tidak sebaiknya Teddy dan bukumu itu ditaruh di dalam koper itu saja?”

“Ketiganya memiki arti lebih dari sebuah benda bagiku, jadi tidak bisa ditaruh sembarangan,” kataku sambil mencium Teddy.

Akhirnya kami pun sampai di lapangan, tempat yang biasa digunakan untuk menggembala domba-domba milik warga. Salah satu yang ada di sana adalah penggembala tampan yang disukai Gea.

Seperti biasa, setelah kutemukan tempat yang sesuai untuk membaca buku, aku membuka koper, dan menaruh Teddy. Aku kembali membaca tanpa peduli dengan Gea dan Arbe yang asyik berlarian bersama domba-domba itu.

***

“Cleo, simpan semua itu! Koper, Teddy dan bukumu. Cepat pakai ini lalu turun ke bawah!” seru Mama sambil melempar dress warna jingga padaku.

“Iya,” jawabku, karena aku tahu Mama tidak suka dengan kata sebentar.

Akhirnya dengan cepat aku mengganti pakaian dengan dress jingga yang diberikan mamaku.

Aku turun ke bawah, menghadiri pesta keluargaku.

Di sana, aku melihat seseorang yang tidaklah asing bagiku. Rasa gugup menyelimuti diri setelah bertahun-tahun tak bertemu dengannya.

Kusapa dirinya dengan bahagia, “Asraf, apa kabar?”

Dia mengerutkan dahinya, melihat detail padaku, “Siapa, ya?” tanyanya.

Aku kecewa karena dia tak mengenaliku. Aku ingin menjelaskan, tapi Mama memanggil dan membawaku pergi dari tempat itu.

“Cleo, rupanya kau di sini. Ayo, ikut!”

Rasa kecewaku sedikit terobati ketika Asraf mencariku dan mengajak berbincang dan lagi sepertinya dia juga menyukaiku.

Seiring perjalanan waktu, Asraf sering mengunjungiku di rumah. Sampai suatu ketika, ia datang dan melihatku duduk di dalam koper bersama si Teddy, buku dan mahkota kertas buatannya dulu terletak di kepalaku. Seolah dia mengingat sesuatu, sesaat kami berpandangan.

“Ariana,” kata Asraf.

“Iya, ini aku Asraf. Saat pesta itu kau tak mengenaliku,” kataku tersenyum lega.

“Habis, kamu bilang namamu Cleo,” protes Asraf tak mau kalah.

“Iya, aku memang Ariana. Setelah mengalami kecelakaan tragis, mamaku menambahkan nama Cleopatra, menjadi Ariana Cleopatra. Mama berharap aku bisa sekuat Cleopatra, karena aku hampir tak terselamatkan waktu itu,” kataku, kemudian Asraf memelukku.

Dia sahabat juga cinta pertamaku. Kami bagaikan dua sejoli yang lama terpisah. Kini kami telah kembali bersatu berkat keanehan yang kumiliki.

Rasa bahagia yang tak pernah dapat kuungkapkan. Aku dan Asraf akhirnya menikah dan hidup bahagia selamanya.

Kebahagiaan kami semakin lengkap setelah kelahiran putri pertama kami yang memiliki kecantikan bak Ratu Cleopatra.

***

Usai persalinan, Asraf membawaku pulang dari rumah sakit, dia menggandeng tanganku berjalan perlahan menuju kamar putri kami.

Kusandarkan kepala di bahunya ketika kami sampai di kamar putri kecilku, Razan.

Aku tersenyum lalu memandang suamiku ketika melihat empat benda itu, tersimpan di kamar Razan—putri pertama kami. Benda keramat bagi kami. Benda yang menyatukan kami kembali.

***

Setiap benda kenangan, mempunyai caranya sendiri untuk membuat kita kembali ke masa lalu. Dengan hanya melihatnya, walau semua berubah, tapi dengan benda itu kita dapat merasakan kebahagiaan yang sama.(*)

Malang, 13 Juli 2018

Hay, aku Hikayat Cinta, hobiku ngemil, berkhayal dan berimajinasi. Kota asalku Kediri tapi aku berdomisili di Malang.

Grup FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Cara mengirim tulisan
Menjadi penulis tetap di Loker Kita

Leave a Reply