Kenapa Masjid Kosong?
Oleh : Alin Muzakky
Kulangkahkan kaki ke masjid dengan ringan. Ah, rindu. Genap setahun aku tak di rumah, menuntut ilmu di kota sebelah. Salah satu hal yang paling kurindu adalah salat di masjid ini. Bertemu dengan kawan setelah salat Maghrib, lalu mengobrol hingga tak sadar sudah memasuki waktu isya. Apalagi dalam suasana Ramadan seperti ini. Aku paling semangat mengikuti acara buka bersama hingga tadarus.
Tapi tidak untuk tahun ini.
Ke mana perginya orang-orang?
Kutolehkan kepala ke sana-kemari. Namun hingga iqamat berkumandang, hanya aku dan ibu yang berada di saf jamaah perempuan. Kuintip saf jamaah laki-laki melalui kaca jendela. Ah, ternyata sama saja.
“Ke mana perginya orang-orang, Yah?” Ayah tersenyum mendengar pertanyaanku. Hanya tersenyum saja tanpa menjawab.
“Kenapa orang-orang nggak ke masjid, Buk?” Ibu menatapku dalam. Meringis kecil sebelum menjawab, “Corona, Yu.”
Aku terdiam. Kuhubungi temanku satu per satu. “Kenapa nggak ke masjid, Ma?” kutanya teman baikku sejak sekolah dasar. Yang biasa menyapaku di masjid sebelum ia pulang.
“Pandemi, Yu. Pemerintah mengimbau untuk beribadah di rumah.”
“Terus, membiarkan masjid-masjid kosong gitu aja? Apalagi ini Ramadan loh, Ma.”
“Aku cuma mematuhi imbauan pemerintah, Yu.”
Kuembuskan napas kesal sebelum menutup telepon.
“Kenapa nggak ke masjid, Kan?” kutanya teman baikku yang lain. Yang kukenal sejak usia lima tahun, setelah dia pindah kemari dari Jakarta.
“Kan pandemi, Yu. Jadi di rumah aja. Pemerintah juga nyuruh ibadah di rumah aja, kan?”
“Terus, nggak ada gunanya dong masjid semegah itu berdiri. Nggak ada yang ibadah di sana juga, kan.” Kataku dengan emosi. “Bayangin ya, Kan. Yang adzan Ayahku, yang iqamat Adekku. Yang imam Ayahku, terus makmumnya Adekku sama aku. Masjid sebesar itu, loh. Orang-orang ini ke mana semua?”
“Pandemi, Yu.”
Ingin aku mengumpat. Tapi tidaklah. Buat apa juga. Lagian ini masih Ramadan. Tak ada gunanya dong, aku ibadah jika berbuat hal-hal buruk seperti itu. Kulihat ayah dan ibu. Juga adik laki-lakiku. Mereka semua tak mempermasalahkan hal itu. Ayah masih oke meski setiap memasuki waktu salat harus sudah standby di rumah. Itu berarti, sebelum zuhur dan asar ayah sudah harus pulang dari kantor meski sebentar. Sekadar menghidupkan masjid yang berdiri kokoh di depan rumah indekos kami.
Aku yang baru pulang dari pesantren, mengapa harus mempermasalahkan hal itu?
Mengapa tak belajar ikhlas dan berlaku lillahi ta’ala seperti mereka?
Ah, baiklah. Hanya, jujur saja, aku rindu suasana itu.
Semoga pandemi segera berlalu. Mengempaskan rindu yang bertalu-talu.(*)
Alin Muzakky. Pegiat Literasi sejak kecil yang lahir di kota Magetan.
Editor : Uzwah Anna