Kelinci Berhati Emas

Kelinci Berhati Emas

Kelinci Berhati Emas

Oleh: Triandira

Kelinci melompat ke sana kemari, menginjakkan kaki di bebatuan yang tidak ikut tergenang air. Semenjak kemarin hujan turun dengan deras, itulah kenapa hutan menjadi banjir. Jalanan yang biasanya dilalui oleh Kelinci untuk mencari makanan nampak seperti sungai. Membuat hewan bertelinga panjang itu ketakutan.

Ia terus melompat. Mencari tempat yang nyaman untuk singgah sambil mendekap sekantung makanan di tangannya. Untung saja ia masih menyimpan beberapa wortel, jadi tidak perlu khawatir kelaparan.

Ah, ke mana perginya mereka, ya?

Sepanjang perjalanan Kelinci belum menemukan teman-temannya. Saat banjir datang ia memang sedang terlelap. Semua penghuni hutan sangat panik sampai-sampai lupa membangunkan hewan berbulu putih itu.

Setelah cukup lama menerobos pepohonan, akhirnya Kelinci bersorak riang. Matanya berbinar melihat sebuah pohon besar yang ada di hadapannya. Rumput di sekitar pohon itu terlihat rimbun. Meskipun basah tapi setidaknya masih bisa ia gunakan untuk berteduh. Menunggu banjir surut dan barulah kembali ke rumah lamanya.

“Syukurlah, sekarang aku bisa beristirahat dulu di sini.” Kelinci meletakkan kantung berisi wortel di samping tubuhnya, kemudian bersandar di batang pohon dengan tangan bersedekap menahan dingin.

Kelinci yang malang, tubuhnya menggigil hebat. Angin yang berembus kencang pun semakin membuatnya takut. Apalagi langit mulai gelap.

Sambil mengelus perutnya yang buncit, Kelinci membetulkan posisi duduknya, “Sebaiknya kumakan saja wortel ini. Lagi pula aku membawa cukup banyak tadi.”

Tanpa berlama-lama, Kelinci membuka kantung yang ia bawa. Namun betapa terkejutnya ia, ternyata bekal makanan tersebut tak sebanyak yang dikira. Hanya ada dua wortel saja, yang satu masih utuh sedangkan satunya lagi sudah tergigit bagian ujungnya. Ia jadi teringat sesuatu.

“Ini wortel yang belum selesai kumakan tadi, tapi ….” Kelinci menghela napas. “Ke mana yang lainnya, ya? Sepertinya sudah kumasukkan semuanya.”

Petir menggelegar, Kelinci pun panik. Ia tidak punya persediaan makanan lagi untuk esok hari, padahal hujan masih deras.

Sambil memakan wortel yang tidak utuh itu, Kelinci bergumam dalam hati, “Aku memang ceroboh.”

Ia mendengus kesal. Kantung yang ia bawa ternyata berlubang. Sewaktu melompati bebatuan satu per satu biji wortel berjatuhan, dan hanya tersisa dua biji yang bisa dimakan. Kelinci tidak menyadarinya karena ia terlalu sibuk memerhatikan jalan yang sudah tergenang banjir.

Aku masih lapar. Bagaimana ini?

Sayuran berwarna oranye itu sangat menggiurkan. Kelinci yang belum merasa kenyang bermaksud menghabiskannya. Namun urung ia lakukan saat tiba-tiba terdengar tangisan dari balik semak.

Kelinci mendekat. Ia ingin memastikan siapa yang sedang menangis hingga membuat jantungnya berdegup lebih cepat.

“Tupai?” Hewan yang ia panggil langsung menoleh. “Kenapa kau menangis?”

“A—aku ….”

Tupai kembali menangis. Tubuhnya yang mungil sudah basah kuyup dan menggigil karena kedinginan. Kelinci merasa iba dan akhirnya ia mengajak Tupai untuk berteduh bersama di bawah pohon besar.

Mereka duduk berdampingan. Tak lama setelah itu, Tupai menceritakan apa yang sudah menimpa dirinya.

Saat banjir datang, hewan berbulu coklat itu sedang asyik memakan buah rambutan di atas pohon. Batang yang ia injak licin, dan karena kurang berhati-hati si Tupai jadi terpeleset.

Byur!

Tupai terjatuh dan terbawa arus. Ia menangis sambil menjerit-jerit meminta tolong, tapi tidak ada seekor hewan yang ia temui. Beruntung tubuhnya tersangkut semak belukar, jadi tidak terseret sampai jauh.

“Sekarang kau tidak usah takut lagi,” sela Kelinci. “Aku akan menemanimu, oke?”

“Terima kasih, Kelinci.” Tupai tersenyum dengan tubuh yang masih menggigil. Kelinci merasa tak tega melihatnya. Teman kecilnya itu tampak lemas. Mungkin ia sangat lapar sekarang, pikir Kelinci.

Apa kuberikan saja, ya? Sebenarnya aku masih lapar, tapi … kasihan dia.

Kelinci mengambil wortel terakhir yang ia punya, lalu menyodorkannya pada Tupai.

“Makanlah ini, sepertinya kau sangat lapar.”

“Tapi …,” jawab Tupai sedikit ragu. “Bagaimana denganmu?”

“Aku sudah makan tadi.”

Tupai tersenyum, lalu menerima pemberian Kelinci. Sejurus kemudian ia melahap wortel sampai habis. Hewan berekor cantik itu beruntung, ia bisa bertemu dengan kawan yang baik dan suka menolong.

“Suatu hari nanti aku pasti akan membalas kebaikanmu, Kelinci,” bisik Tupai dalam hati.

Sementara itu, si Kelinci sudah berbaring di samping Tupai sambil memejamkan mata. Menanti hari esok yang lebih cerah.(*)

Grup FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Cara mengirim tulisan
Menjadi penulis tetap di Loker Kita