Kelas Menulis Loker Kata: Leah Story (2)

Kelas Menulis Loker Kata: Leah Story (2)

Kelas Menulis Loker Kata: Leah Story (2)

 

Imas Hanifah N

Sekarang, Leah mengerti mengapa ia seolah selalu diasingkan oleh orang-orang di sekitarnya. Semuanya terkadang terasa begitu misteri baginya. Ada banyak kepalsuan yang ia rasakan.

Gurunya selalu memberinya banyak nasihat tentang tidak masalah memiliki jari yang jumlahnya lebih dari sepuluh. Semua sudah takdir dan tentu saja Leah tak boleh menyalahkan keadaan apalagi menyalahkan diri sendiri. Selain gurunya, sahabat dan seorang lelaki di kelasnya juga sering menghiburnya dan mereka sangat pengertian terhadap Leah. Namun, tetap saja. Leah selalu merasa bahwa kehidupannya begitu tidak sempurna.

“Ayah, kenapa jariku banyak?” tanya Leah, selalu. Ayahnya hanya tersenyum dan tak menjawab apa-apa. Ayahnya hanya memikirkan kegetiran. Lelaki tua itu berusaha keras. Sampai kapan pun, putrinya tak boleh tahu perihal hubungan terlarang yang pernah dilakukannya. Perkawinan sedarah.

***

 

Fathia Rizkiah

Sudah bukan hal yang asing lagi bagi Leah, jika ia ditatap sengit teman-temannya dalam situasi apa pun. Berulang kali Leah mencoba untuk tidak peduli, tapi tidak bisa. Setiap mata dan mulut jahat yang didengar pasti menjadi beban yang selalu dipikirkan sampai menitikkan air mata. Entah berawal dari siapa gosip itu menyebar, kini hampir seluruh murid dan guru mengetahuinya.

Kata mereka, Leah gadis cantik yang malang, yang lahir dari hasil kecelakaan, Ibu Leah hamil di luar nikah. Berkali-kali Leah membantah dan meluruskan, kalau semua itu tidak benar. Ayah Leah memang jarang pulang karena tuntutan pekerjaan, tapi bukan berarti ia lahir dari sebuah kesalahan.

Meski sudah dijelaskan, teman-teman Leah tetap saja tidak percaya. Leah sedih, ia bertanya kepada ibunya, apakah benar ia terlahir dari sebuah kesalahan?

Ibu menghela napas muak, sudah kesekian kalinya Leah bertanya dengan pertanyaan yang sama. “Abaikan saja cibiran teman-temanmu, Nak. Mereka hanya menduga-duga tanpa mengetahui kebenarannya.”

Leah mengangguk lesu, kalimat penenang ibunya tidak juga membuatnya lega pun tidak akan mengganti kepercayaan teman-temannya.

Ibu Leah mengintip ponselnya saat Leah menuju kamar. Di sana tertera, “Mas aku hamil.” Sebuah pesan singkatnya untuk Joni, lelaki yang ditemui beberapa bulan lalu di bar.

***

 

Sinta Dewi S.

Semakin beranjak dewasa, Leah semakin merasa bahwa dirinya berbeda. Dengan hati yang takut bercampur penasaran, dia pun memberanikan diri bertanya kepada orang tuanya. Hingga sebuah rahasia pun terungkap.

Waktu kelahiran Leah bertepatan dengan kematian kakek buyutnya. Lelaki itu seorang pengilmu batin. Sebelum meninggal, dia berpesan akan menurunkan keahlian membatinnya kepada keturunannya. Namun, tiada yang menyangka jika Leah-lah yang menjadi penerus ilmu kebatinan kakek buyutnya.

“Begitulah awalnya, sehingga kamu lahir sebagai seorang indigo, Sayang,” ucap Ayah.

Leah pun kaget, dia hanya bisa diam. Kenapa harus dia yang menerima ilmu kebatinan yang menakutkan seperti itu? Kemampuan untuk melihat hal mistis hingga bisa menerawang masa depan itu justru menyiksanya.

***

 

Devin Elysia Dhywinanda

Leah keluar dari stasiun kereta api tua di kotanya, kemudian menangkap panorama yang beberapa tahun ini dia tinggalkan: kuil Buddha berbalut awan putih dari kejauhan; jalanan berkelok dengan bangunan berwarna hangat serta kuil kecil di kanan-kiri; orang-orang berpakaian kain longgar yang berjalan serapat angsa. Dia mengulum bibir, menyadari bahwa kotanya tidak banyak berubah. Lantas, dia pun merunut tujuannya datang ke sini, yang bermula pada suatu malam di awal musim dingin, dulu sekali, ketika dia terbangun oleh suara halus yang menyerupai semesta yang kesepian.

Cukup lama Leah mendengar suara tersebut, dan dia hanya dapat terduduk, entah kenapa merasa sangat hampa. Suara itu baru berhenti ketika dia keluar, mendapati orangtuanya tengah terduduk di depan altar doa, melafalkan doa yang terdengar amat asing. Leah ingat betul, waktu itu dia gemetaran dan lekas kembali ke tempat tidur, berusaha melupakan pengalaman aneh tersebut.

Akan tetapi, kejadian tersebut terus berulang di tahun-tahun berikutnya—selalu pada malam di awal musim dingin, dengan gema indah tetapi sendu yang berhenti ketika Leah keluar, mendapati orangtuanya berdoa di depan altar. Leah berusaha mengabaikannya, tetapi keanehan tersebut amat lekat, terlebih setelah dia merasa terhubung secara aneh dengan sesuatu-di-luar-sana dan akhirnya dikirim untuk belajar di luar kota saat berusia dua belas tahun. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk pulang dan menanyai orangtuanya secara langsung: apa yang terjadi pada dirinya selama ini?

***
 

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply