Kebebasan Tanah Perang

Kebebasan Tanah Perang

Kebebasan Tanah Perang

Oleh: Reza Agustin

 

“San, apakah selamanya kita akan seperti ini?” Jun tidak menatap kawannya ketika pertanyaan itu meluncur. Ditatapnya langit menjelang subuh yang tenang. Walaupun mereka semua tahu bahwa di setiap ketenangan itu tersembunyi ketidakpastian.

San sendiri sudah bosan dengan pertanyaan itu. Jun bukannya bertanya hal sama satu atau dua kali, itu mungkin pertanyaan yang akan ditanyakannya pada setiap orang. “Ya, mungkin sampai mereka semua mati ditembak, kena rudal, atau apalah itu. Ayolah, Jun. Kau sudah menanyakan ini pada semua di barak ini dan mereka semua memberikan jawaban beragam. Kenapa pula kau tanyakan pertanyaan sama berulang kali setelah mendapatkan jawabannya?”

“Kalau mereka mati dirudal, bukankah kita juga akan mati, San?”

Jeda beberapa detik sebelum membalas itu digunakan San untuk menahan amarah walaupun pertanyaan Jun tetap dijawab setengah hati. “Iya, kita akan mati. Tapi secara otomatis kita bebas, bukan? Tidak akan ada pria bersenjata yang menodong kita dengan pistol kalau ketahuan istirahat atau diam-diam mengambil kesempatan tidur.”

San kira Jun tidak akan membalas. Namun kawannya itu tetap saja banyak bicara. “Aku juga mendengar itu dari Min. Ia sebelumnya memberikan banyak jawaban dan beragam. Awalnya ia memberikan nasihat agar aku betah di sini, lalu ia mengatakan kalau akan ada serangan udara yang akan membumihanguskan mereka, ia juga bilang kalau kita akan berhenti dipaksa kerja ini ketika ada seseorang yang mau membeli kita, tapi… pada akhirnya dia memberikan jawaban sama denganmu. Kalau mereka mati, kita juga akan berhenti melakukan ini.”

“Lalu?”

“Bukankah akan lebih baik jika mereka mati, San?”

San sebenarnya enggan meladeni lagi. Jun mungkin menjadi lebih emosional semenjak kematian Min, perempuan yang sering diajaknya mengobrol ketika jam istirahat. Mayat Min sendiri digantung pagi-pagi sekali pagi itu sebelum upacara berlangsung dan penyebab mengapa ia berada di sana diumumkan di tengah-tengah upacara. “Perempuan ini berusaha kabur dari barak. Ia sudah sepantasnya dihukum gantung karena tidak hanya berencana kabur, tetapi juga melukai salah satu prajurit kami.”

Mungkin hanya San yang tahu jika malam itu Min tidak berencana kabur. Para prajurit di barak pada umumnya memang mencuri waktu menarik satu atau dua perempuan untuk… seperti yang sudah diketahui kebanyakan orang. Jauh dari istri dan kekasih, hasrat tak mampu ditahan, atau memang sekadar ingin merasakan pengalaman pertama berlatar situasi peperangan. Min ditarik paksa. Sebagai salah satu perempuan yang kerap menentang prajurit, ia adalah sasaran empuk.

Malam itu pun San buang air kecil keluar. Ia melihat Min dan salah satu prajurit di sisi terluar barak. Min enggan dijadikan pelampiasan nafsu sang prajurit. Ia menggigit, menendang, memukul, melakukan apa pun agar prajurit itu mengurungkan niatnya. Lalu, ya… secepat cahaya, sebuah pisau bersarang di dada kiri Min. Prajurit itu sendiri tentu kaget dengan hal yang baru saja dilakukannya. Lalu, jasad Min dibuang begitu saja ke lubang, yang ditujukan menjadi kuburan massal, tempat sampah atau apa pun itu. Ia mungkin mati di sana kalau bukan karena keberuntungan, prajurit itu sempat bertatapan dengannya untuk sepersekian detik.

“San, aku—“

Jun tak sempat menyelesaikan perkataannya ketika sirene dan suara-suara nyaring tiba-tiba saja datang. Itu adalah peringatan tanda bahaya, memaksa semua tentara dan budak keluar dari tenda masing-masing, semua tanpa terkecuali. San berada di depan, memisahkan diri dari yang lain. Jun sendiri kepayahan menyusul, ketika kaki pemuda itu tersandung, ia melihat dari bawah, bahwa tidak semua orang dari tenda barak mereka tidak memiliki kaki. Pandangannya jauh sekali ke depan… pada San yang seolah tidak mengetahui bahwa dirinya telah bebas. Ia telah terikat oleh perang, bahkan ketika kematian telah datang.(*)

 

Wonogiri, 16 Januari 2022

 

Reza Agustin, bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa.

 

Editor: Inu Yana

Sumber gambar: https://www.ukiranku.com/ilustrasi-gambar-perang-kartun/

 

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply