Jatuh Cinta 

Jatuh Cinta 

Jatuh Cinta 
Oleh: Lorina

Cerpen Juara 1 #Tantangan_Lokit_9

Gugusan hari-hari indah bersamamu, Camelia
Bangkitkan kembali rinduku mengajakku ke sana
Ingin kuberlari mengejar seribu bayangmu, Camelia
Tak peduli kau kuterjang biarpun harus kutembus padang ilalang
Tiba-tiba langkahku terhenti
Sejuta tangan telah menarikku
Ingin kumaki mereka berkata
Tak perlu kau berlari mengejar impian tak pasti
Hari ini juga mimpi maka biarkan dia datang di hatimu … di hatimu

Sudah lewat tengah malam, tapi aku masih ingin mendengar lagi, dan lagi Camelia 1 dari koleksi lagu-lagu Ebiet G. Ade yang tersimpan dalam mp3ku. Hanya perpaduan petikan gitar dan suara merdu Ebiet yang mampu menghidupkan kembali semangatku untuk memburu jejak Camelia, gadis misterius yang akan menjadi tokoh utama di dalam novel terbaruku.

“Belum tidur?” suara itu membuyarkan lamunanku.

“Bagaimana dengan kamu?” aku balik bertanya.

“Mau kopi?” dia bertanya lagi.

Spontan, kupecahkan tawa kecil.

“Ada yang lucu?” dia mengerutkan keningnya.

“Ya, kita sama-sama konyol.” Dia terlihat semakin bingung.

“Maksudku, kau bertanya, dan aku menjawab dengan mengajukan pertanyaan lain. Akhirnya kita saling bertanya.”

Dia terdiam di ujung meja kerjaku. Sesekali mengarahkan pandangannya pada deretan buku koleksiku dengan mimik wajah bosan. Tampaknya dia masih menanti jawab yang enggan kuberikan. Sementara aku lebih memilih untuk berkutat dengan bayangan Camelia yang sedang menguasai imajinasiku.

Dia berbalik. Sekilas kulirik punggungnya yang menghilang di balik pintu. Tak lama kemudian, dia kembali dengan secangkir kopi hitam. Aroma Toraja Black memenuhi ruangan.

“Lagunya masih yang itu?”

“Ya, aku suka liriknya,” ucapku sambil merapikan lembaran-lembaran kertas yang berserakan di atas meja.

“Hary, lirik lagu atau wanita di dalam lirik lagu itu yang sudah mencuri hatimu?” aku tersentak.

“Diamlah! Diam,” seruku di dalam hati. Apa pun yang terjadi, aku tidak akan memberitahu alasan yang membuatku tergila-gila dengan Camelia 1 setiap kali menjelang tengah malam.

“Tidurlah, kau terlihat lelah.” Kucoba mengalihkan perhatiannya dari aktivitasku.

Sontak, dia tertawa. “Apakah aku mengganggumu?”

Aku menggeleng. “Tidak.”

“Kau tak jujur. Aku sudah mengganggumu.”

“Baiklah, kau sudah menggangguku. Membuyarkan lamunanku, menanyakan hal-hal yang tak penting, membuat kopi yang tak kuminta, dan ….”

“Dan apa?” dia menyelaku.

“Dan kau masih di sini.”

“Maafkan aku. Namun kali ini aku ingin mengetahui bukan saja buku apa yang hendak kautulis, tetapi tokoh wanita yang membuatmu terobsesi.”

Aku menarik dia dalam pelukanku, mendekapnya erat dan membopongnya ke kamar.

* * *

“Tidurlah. Aku menemanimu,” bisikku sembari mengecup keningnya saat dia memejamkan mata.. Ingin kubisikkan puisi tentang cinta, tapi kupendam sebab aku tahu, dia tidak menyukai hal-hal yang terlampau romantis.

I love you, Camelia,” desahku. Dia menggeliat dalam pelukanku.

“Apa?” aku terkejut

“Kau belum tidur?”

“Tentu saja belum. Kau menyebut nama wanita lain. Katakan siapa itu Camelia?”

Aku menggigit bibir kuat-kuat. “Sial!”

* * *

Aku menutup mata rapat-rapat. Berusaha untuk segera tidur, saat bunyi langkah halus Camelia mendekat. Dia terlihat anggun dengan gaun mini berpotongan baby doll yang mengembang bak bunga di taman. Bagian dadanya dipercantik dengan payet dan aksen bros warna senada. Tanpa make up, tanpa assesoris. Terlampau polos dan sederhana dengan rambut hitamnya yang sengaja dibiarkan tergerai. Tak kuasa aku menatapnya lebih lama lagi, sementara Coramdeo tertidur pulas dalam pelukanku.

“Hary, kau terlihat sangat bahagia,” ucapnya seraya mengambil tempat di tepi ranjang. Tepat di hadapanku.

“Dan kau?”

Dia tersenyum. “Seperti yang kaulihat. Hary, mengapa kau mengejarku?”

“Aku ingin kau menjadi tokoh yang hidup dalam setiap karyaku.”

“Tidak! Maafkan aku. Keinginanmu terlalu berlebihan.” Suaranya mulai meninggi.

“Sssssttttt … jangan berisik. Istriku bisa terbangun,” geramku.

“Kau terlalu banyak berkhayal.”

“Baiklah Camelia, karena kau menolak membuka dirimu, maka aku tidak akan berhenti mengejarmu.”

Dia menarik napas panjang. “Kutunggu kau di ruang kerja.”

Dia menghilang bagai diembus angin malam. Perlahan aku melepaskan pelukan pada tubuh Coramdeo. Apa pun yang terjadi kelak, tetap akan kuhadapi sebagai seorang lelaki.

“Selesaikan saja tulisanmu dalam rangkaian kata-kata yang unik. Fokuskan imajinasi. Pastikan tidak ada karya yang persis sama dengan karyamu. Kumpulkanlah semuanya di dalam buku, agar kelak anak cucumu bisa mengenal dirimu melalui karya-karya yang kautinggalkan untuk mereka,” ujarnya panjang lebar, saat aku duduk menghadap tumpukan coretan dan secangkir kopi dingin.

“Mengenai itu, semua orang juga tahu. Sekarang, beritahu aku. Siapa dirimu sebenarnya?”

“Aku bukan siapa-siapa, Hary. Aku hanyalah sosok fiktif yang ada dalam imajinasi Ebiet G. Ade,” bisiknya lembut sesaat, sebelum aku menyelesaikan cerita pendekku.

Plasma V, 5 November 2018.

Loisa Lifire, pecinta literasi yang bangga lahir sebagai anak Indonesia. Nah, itu saja ya, Kak. Terima kasih sudah berkenan mampir dan ngingatin saya.

Tantangan Lokit adalah lomba menulis yang diselenggarakan di grup KCLK

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata