Jangan Lelah, Ma (Terbaik Ke-2 LCL2)

Jangan Lelah, Ma (Terbaik Ke-2 LCL2)

Jangan Lelah, Ma

Oleh : Mafaaza

Cermin Terbaik Ke-2 LCL2

 

Jam dinding baru bendentang sembilan kali, matahari juga masih terasa hangat menyentuh kulit, tapi rasanya sudah lebih dari sepuluh kali tanganku mengelap lantai yang licin karena tumpahan air, susu, jeli, dan makanan lain.

Mengurus dua balita dengan dua tangan tanpa bantuan, setiap hari berhadapan dengan tangisan yang memekakkan telinga. Aku berusaha keras agar tetap waras. Bukan hal yang mudah, tentu saja. Belum lagi ditambah suara-suara dari mulut busuk yang melontarkan kata-kata menyayat hati.

“Makanya punya anak tuh dijeda, biar bisa ngurus diri sendiri juga.”

“Duh, kasihan banget mamanya sampe kucel begitu, anaknya juga kasihan kayak kurang kasih sayang.”

Hei, ingin sekali rasanya kusumpal mulut-mulut itu dengan lap kompor, atau menamparnya dengan sandal jepit bolak-balik.

Aku terduduk di lantai dengan air mata berderai. Jika boleh meminta, ingin rasanya sehari saja libur menjadi ibu rumah tangga dengan segala kerepotan yang tak pernah ada habisnya.

Dua bocah dengan mata bulat di hadapan memandangku  mengelap keringat dengan ujung lengan daster kumal. Adel, sulungku yang berusia tiga tahun kemudian bertanya, “Mama capek?”

Aku diam, tak menanggapi, lelah yang mendera sepanjang hari, sering kali membuat suasana hatiku menjadi buruk dan terkadang malah tak terkendali.

Aku tak memedulikan Adel yang memandangku dengan tatapan aneh. Air mataku kian deras mengalir, tanganku tanpa sadar menjambak rambutku sendiri. Kalau saja, saat itu aku tak lupa minum pil KB, kalau saja usahaku untuk menggugurkan anak keduaku berjalan lancar, tentu aku tak akan serepot ini sekarang. Tentu aku masih bisa santai duduk manis menikmati hari tanpa kerepotan yang berarti. Tentu skin care yang berderet di atas meja rias tak akan sia-sia karena kedaluwarsa.

Aku memperhatikan kulitku yang semakin kusam, baju daster yang berbau keringat bercampur bau bawang juga ompol dua balita ini. Membuatku kian frustrasi.

Aku rindu kebebasan, aku rindu pergi jalan-jalan tanpa direpotkan dua bayi, aku rindu tidur nyenyak di rumah yang rapi dan wangi, bukan bau ompol yang memenuhi setiap sudut ruang.

“Mama, minum dulu.” Adel  sudah berdiri di hadapanku sambil membawa sebuah cangkir plastik yang isinya tinggal separuh. Melihat lantai yang kembali basah karena tumpahan air yang dibawa Adel, rasanya ubun-ubunku mau meledak.

Aku kembali menjambak rambut, dan tiba-tiba saja sebuah ide gila muncul dalam benak.

“Tidak ada salahnya sesekali aku keluar rumah sendiri, menikmati waktu sendiri, tanpa anak-anak ini.”

Aku bergegas menuju kamar mandi, memakai lulur yang entah sudah berapa bulan tak tersentuh, memakai sampo dan menggosok sekujur badanku dengan sabun.

Selesai mandi, kugunakan semua skin care-ku yang kemasannya mulai berdebu, tanpa sadar aku tersenyum sendiri melihat pantulan diriku dalam cermin yang tampak lebih cantik dari biasanya.

Tangisan si kecil dari ruang depan tak kupedulikan. Sehari ini saja, aku ingin menikmati hari. Ya, sehari ini saja.

Kugunakan pakaian terbaik yang sudah terbeli sejak lama tapi belum pernah kupakai. Sekali lagi kutatap pantulan diriku dalam cermin. Memang cantik.

Adel kembali datang membawa cangkir plastik ke hadapanku. Kuperhatikan lantai yang dia lewati, lagi-lagi basah karena tumpahan susu yang dia bawa. Hampir saja aku membentak anak itu, tapi kembali lagi tersadar bahwa hari ini aku ingin menikmati hari, menjadi diri yang kusukai.

“Mama cantik banget. Mama mau pergi ke mana?”

Aku diam, terus saja mengoleskan hand body lotion pada tangan.

“Mama minum dulu,” ucapnya lagi. Aku tetap diam, tapi tak tahan juga untuk tak melihat mata bulat anak itu yang tanpa rasa bersalah karena telah membuat lantai licin karena tumpahan susu.

“Mama nggak mau minum air putih, kan? Mama mau minum susu kan? Ini Adel bikinin susu buat Mama. Mama jangan nangis lagi, ya.” Adel meletakkan cangkir susu di meja rias, kemudian memeluk tubuhku dengan tangan mungilnya.

Ada yang berdesir di dalam dada, saat sulungku itu kemudian menangis dan berkata “Maafin Adel sama adik udah bikin Mama nangis, bikin Mama capek setiap hari.”

Tanganku gemetar, pelan-pelan terulur membalas pelukan Adel. Tubuh kecil yang memelukku ini seakan menjelma menjadi malaikat. Tangan kecil ini tumbuh begitu cepat, rasanya baru kemarin aku melahirkannya ke dunia, sekarang dia sudah bisa mengartikan kesedihan, dengan caranya sendiri. Air mataku luruh lagi.

Ada yang menyentak dalam benak. Apa yang baru saja hendak kulakukan?

Tuhan, tolong beri aku waktu lebih lama lagi untuk membersamai tumbuh kembang mereka yang tak lama ini.

Kupeluk tubuh Adel lebih erat lagi.(*)

Indragiri hilir, 22 Juli 2021

Mafaaza, seorang perempuan penyuka hujan, biru, bunga, benang dan pena.

Komentar juri:

Sebelum ke paragraf pertama, saya sudah terpikat duluan dengan judul “Jangan Lelah, Ma”. Ada makna yang dalam di kalimat ini. Ia tidak hanya tentang sebuah larangan, melainkan juga seperti menggambarkan sebuah stigma yang berkembang di masyarakat. Bahwa menjadi seorang ibu, berarti siap mengemban tugas yang berat. Sebagaimanapun menggunungnya pekerjaan rumah, tak boleh ada kata lelah.

Cerita ini juga ditulis dengan bahasa yang ringan, mengalir, dan enak dibaca. Tentang seorang ibu yang sehari-hari disibukkan oleh tanggung jawab mengurus keluarga, disertai gunjingan para tetangga. Kemudian muncul sesuatu yang menarik, yaitu ketika ia menginginkan satu hari yang ia punya untuk bersenang-senang, sekadar melepas rasa penat dan bosan. Tapi justru di saat itu pulalah ia sadar, bahwa rengekan anaknya, rasa bosan, frustrasi, dan lelah yang selama ini mendera dirinya, adalah hal yang patut dinikmati. Sebab kelak ketika anaknya sudah besar, “kerepotan” itulah yang akan ia rindukan. Lalu seusai membaca, cerita ini memberikan saya sebuah perenungan: bukankah beginilah nikmatnya menjadi seorang ibu?

—Triandira—

Lomba Cermin Lokit adalah lomba menulis yang digelar di grup FB Komunitas Cerpenis Loker Kata (KCLK)

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadipenulistetap di Loker Kata

Leave a Reply