Image Menyedihkan
Oleh: Marissa Saud
Bayu terbangun dengan jantung yang berdegup tak karuan. Semula ia mengira itu bagian dari mimpi buruknya, nyatanya bukan. Semua ini adalah realita buruk yang menjadi pembuka harinya-harinya. Bayu mengerjapkan matanya, ia merasakan lelah yang luar biasa setelah semalaman berkeliling kompleks dan meminta pinjaman. Hasilnya nihil.
“Tak ada ruang bagi orang sepertimu,” begitu cibiran yang ia dapatkan.
Ketukan itu semakin keras dan berulang, beberapa kali terdengar suara tendangan. Bayu beranjak dari tikar dan membuka pintu. Dua … tiga, tidak, lima orang pria mengerumuni, tatapan mereka tak ada ampun.
“Selamat pagi, Pak, mohon beri saya perpanjangan–” belum selesai Bayu menuntaskan kalimatnya, kerah bajunya telah dicengkeram kuat oleh Pak Galang,
“Apa peduliku!? Orang seperti kau mati saja!” Pak Galang berteriak di depan muka Bayu kemudian ia melepas cengkeramannya, membiarkan Bayu jatuh tergeletak, menunduk. Penagih-penagih itu memasuki rumah Bayu, mengambil barang apa pun yang tertinggal. Ini sudah ketiga kalinya, dan mungkin terakhir kali mereka mengangkut. Kali ini kelima penagih datang sekaligus, tak ada yang tersisa, tikar yang selama ini digunakan Bayu untuk tidur pun diambilnya.
“Pak, itu alas tidur saya satu-satunya, mohon jangan diambil, Pak,” pinta Bayu kepada Pak Akbar.
“Untungnya kami belum merampas tanahmu.” Kelima penagih itu lalu pergi meninggalkan Bayu yang mematung dengan kalimat Pak Akbar. Ia benar, dalam hitungan hari saja Bayu dapat kehilangan kediamannya.
Bayu meringkuk di sudut rumah, merenungi nasib. Bukan hanya terlilit utang, dua pekan yang lalu adalah hari termalang dalam hidupnya. Saat itu Bayu mencari orang yang bisa memberikannya pinjaman, ia mendapati seseorang yang bisa meminjaminya uang namun dengan satu syarat, terlebih dahulu Bayu diminta pergi ke toko emas untuk mengambil 100 gram emas dan beberapa perhiasan lainnya. Awalnya Bayu menolak mentah-mentah permintaan itu, lalu kemudian ia percaya karena Bayu diberikan surat perizinan dengan tanda tangan sah orang tersebut. Bayu pun menerimanya dan pergi ke toko emas sambil memperlihatkan surat yang diberikan. Beberapa pegawai toko menatapnya lamat, ragu memberikan emas tersebut, beberapa kali mereka mengecek suratnya, surat itu asli dari si pemilik toko, juga dibubuhi cap basah.
Pegawai toko melaksanakan sesuai perintah yang tertera di surat. Mereka meminta Bayu untuk mengisi data diri pengambil barang. Bayu tak memikirkan hal tersebut sebelumnya, setahunya ia hanya melaksanakan perintah, itu saja, dan ia tak perlu cemas, ia punya tanda bukti surat perizinan. Tanpa pikir panjang Bayu pun mengisi dan menandatangi data tersebut.
Setelah mendapatkan barang yang diperintahkan, Bayu langsung menuju ke tempat orang itu, sesampainya di sana, orang itu tidak ada, di situ hanya ada dua orang lelaki dengan tampilan setengah preman.
“Kau sudah mengambilnya? Berikan padaku. Akan kuberikan pada Tuan Jamal,” pinta salah satu lelaki yang berbaju loreng.
Bayu menolak, ia tak bisa memberikan emas itu kepada orang lain, karena Bayu sendirilah yang diperintahkan.
“Tidak, aku akan memberikannya sendiri pada Tuan Jamal.” Bayu diam seribu bahasa. Ia mencerna kalimatnya. Tunggu sebentar, Jamal? Ia menyadari yang bertanda tangan dalam surat perizinan itu bernama Daniel Nugraha. Ini penipuan !
Bayu hendak melarikan diri dan mengembalikan barang, namun lelaki yang satunya telah mengunci jalan Bayu.
“Hey, Kau mau ke mana? Kau butuh uang pinjaman, bukan? Jangan mempersulit kami!”
Bayu memanas, seumur hidupnya ia tidak pernah mencuri, ia rela berkelana ke seluruh pulau untuk bekerja atau meminjam demi melunaskan utang-utangnya ketimbang mencuri sebuah jeruk, ia gemetar sekaligus murka. Barang yang ada di tangannya sekarang hampir setara dengan jumlah utangnya. Bayu mencoba melarikan diri untuk kedua kalinya, namun sayang, tendangan pria berbaju loreng lebih dulu mengenai perutnya. Bayu tersungkur, merintih kesakitan, barang itu masih di tangannya. Bayu mencoba berdiri dan ….
Bugh!
Pukulan kedua telak menghantam bagian belakang kepala Bayu. Pukulan itu berhasil merebut koordinasinya, cairan merah mengalir dari hidung Bayu, pandangannya memudar, suara kedua pria itu menjadi samar. Mereka mengambil barang di tangan Bayu, lalu meninggalkannya.
Bayu sempurna terjatuh. Semuanya gelap seketika.
Kini Bayu mendapat gelar itu sekaligus, pengutang dan pelanggar. Di sudut rumah ia masih mengubur wajahnya dalam-dalam. Selaput bening memenuhi pelupuk matanya. Hatinya berteriak:
“Wardah, maafkan aku!” (*)
Marissa Saud, kerap dipanggil Mars, dalam proses menekuni dunia kepenulisan.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata