Hujanku Pergi
Oleh : Putri Ayu Kartini
Ternyata benar, kepergian membuat jelas arti sebuah kata berarti. Diiringi dengan penyesalan yang pada akhirnya selalu ada di belakang.
Rinai hujan yang saat ini mengguyur deras, jatuh bersama ribuan kenangan dan membuatku semakin merindukan sosok perempuan mungil yang dulu selalu mengisi hari-hariku. Sebelum akhirnya dia memilih pergi melanjutkan pendidikannya di salah satu universitas di Australia. Ya, hujanku telah pergi. Pergi membawa separuh hatiku.
Ah, andai waktu dapat kuputar kembali. Akan kuhapus air mata yang dulu sering mengalir karenaku. Akan kuganti dengan senyum dan juga tawa di setiap detiknya. Tapi itu sudah tidak mungkin. Kini, tiap kali hujan turun hanya ada kenangan akan dirinya, menyatu dengan dinginnya rasa yang kian menggebu. Inginkan temu, hanya saja jarak dan waktu kini menjadikannya semu.
“Daniel!” Arga menghampiriku. Kupalingkan wajah ke sumber suara. “Balik, yuk. Dosennya nggak masuk, nih, hujan,” katanya lagi.
Entahlah, aku masih ingin di sini. Menikmati hujan. Karena setiap bulir air yang jatuh, aku merasakan kehadirannya. Arga memilih meninggalkanku sendiri di ruang kelas. Ya, dia paham apa yang aku rasakan saat ini. Aku masih ingat perkataan Arga dahulu.
Malam itu, wajahku babak belur dipukul habis sama Arga. Tapi aku tidak membalasnya, kubiarkan saja dia memukul hingga darah ikut menghiasi wajahku. Tidak sakit sama sekali. Lebih sakit rasanya ditinggal Ghania tanpa kata, meninggalkan rasa bersalah tiada tara.
“Lo tahu, Niel. Lo orang terbodoh yang pernah gue kenal.” Hanya kalimat itu yang Arga ucapkan, lantas pergi meninggalkanku.
Aku buka kembali buku diary milik Ghania yang dia titipkan ke ibunya untukku. Bisa kurasakan bagaimana sakitnya dia saat menulis semua puisi ini.
Sebab untuk mencintai, aku harus siap untuk terluka lagi
Ghania_
Ayolah, dengan apa aku harus membayar rasa sakitmu? Dengan apa aku harus membayar waktu yang terbuang percuma hanya karena menangisiku? Dengan apa aku harus membalas segala pengorbananmu? Tolong jawab aku! Perlahan air mataku ikut menghiasi wajah yang sudah kehilangan gairahnya hanya untuk sekadar tersenyum. Sekarang aku tahu rasanya, ingin menggenggam sesuatu yang sudah lepas. Ah, aku memang bodoh. Aku kembali mengingat momen-momen kebersamaan kami.
“Kenapa sampai bisa jatuh cinta sama aku?” Hari itu kulihat wajahmu pucat pasi saat aku mengetahui bahwa kamu menyukaiku. Saat itu, aku hanya dirundung emosi dan tidak memikirkan bahwa hatimu sakit tak terkira.
“Memangnya kenapa, apa sesalah itu? Kau tau, Daniel, aku tidak punya kuasa atas rasaku. Ini semua kehendak Sang Pemilik Rasa,” ucapmu dengan air mata yang sudah menggenang.
“Tapi itu salah. Kau tahu aku sudah pernah bilang jangan jatuh cinta padaku! Kau adalah sahabatku dan akan selamanya seperti itu. Mengertilah, jangan mengharapkan yang lebih,” balasku.
Tak ada balasan darimu waktu itu, hanya memandangku lekat dan meninggalkanku kemudian. Entahlah, aku hanya merasa dulu itu salah. Seharusnya kamu tidak jatuh padaku. Aku minta maaf tepat malam setelah pertengkaran itu. Meminta maaf karena telah membentakmu dengan kasar. Karena jujur kamu adalah salah satu orang yang penting dalam hidupku. Sahabat yang selalu ada di kala aku suka maupun duka, mendengarkan keluh kesahku, memberiku motivasi di kala aku ingin menyerah. Kamu adalah orang yang selalu hari-hariku. Ya, kamu adalah hujanku. Yang memberi kesejukan kala amarah menguasaiku, yang menerima segala keburukanku, mengajarkanku arti kehidupan. Dan itulah kamu dengan segala yang ada di dirimu, selalu memaafkan siapa saja. Katamu, jika sulit untuk diraih, apa salahnya memudahkan orang lain untuk bahagia? Malam itu kamu berkata agar aku tidak berubah hanya karena rasa cinta yang tumbuh untukku, kamu menyuruhku agar menganggap rasa itu seolah tak ada. Dan ya, saat itu aku menyanggupinya. Toh, aku pikir rasa itu akan hilang seiring berjalannya waktu.
Hingga tiba-tiba Keyra hadir di tengah-tengah kita. Keyra, sahabatmu sendiri. Aku tidak tahu dari mana aku menyimpulkan bahwa aku menyukainya. Entahlah, saat itu betapa bodohnya aku yang selalu menanyakan tentang Keyra kepadamu, tanpa memikirkan betapa sakitnya perasaanmu saat itu. Dengan baiknya kamu selalu membantuku untuk dekat dengan Keyra.
“Loh, Key. Ngapain di sini?”
“Tadi Ghania nyuruh aku nunggu dia di sini?”
“Lah, Ghania udah pulang tadi.”
Aku tahu hari itu hanya akal-akalan kamu saja. Pura-pura menyuruh Keyra untuk menunggu agar aku bisa mengantarnya pulang dan lebih dekat dengan Keyra. Dan, ya, sejak hari itu aku memang lebih dekat dengan Keyra. Mengobrol tentang kuliah, keluarga, bahkan sampai hal yang menyangkut hubungan asmara. Yang kebetulan saat itu Keyra tidak sedang menjalin hubungan dengan siapa pun.
Hujan semakin deras. Aku menghela napas kuat, makin kurapatkan jaket bulu yang kukenakan. Rasa ini seperti ingin membunuhku. Aku ingat betapa bodohnya aku, sejak saat aku dekat dengan Keyra, kamu seperti menjauh. Tidak ada lagi chat hingga aku tertidur, tidak ada lagi yang mengingatkanku untuk beribadah. Dan yang paling aku sesali adalah … ketika kamu sakit, aku bahkan tidak ada untuk sekadar mengetahui kabarmu. Aku tidak menyalahkanmu karena tidak memberi tahuku, karena aku tahu sifatmu yang tidak ingin membuat orang lain cemas. Yang aku sesali adalah kenapa aku tidak mencari tahu?
Kualihkan mataku kembali pada lembaran puisi yang ada dalam diary itu.
Wahai engkau yang bernama rasa
Berhentilah sejenak untuk berbicara
Aku lelah dengan rasa yang ada
Biarkan semuanya seperti semula
Cukup aku yang menjadi sumber tawa
Meskipun dengan membakar rasa yang ada
Karena dalam nestapa aku berdoa
Memohon kepada Sang Kuasa
Agar kau menuai tawa
Meskipun di atas luka yang kurasa
Semoga kau bahagia
Bersama dia yang kau cinta
Dan aku biarlah melarah
Berteman sepi tak terbantah
Bermain dengan sajak-sajak patah
Bermandikan mala tak berperah
Ghania_
Air mataku merembes tanpa aku perintah, puisi ini ditulis tepat malam saat aku mengatakan padamu bahwa aku ingin menjadikan Keyra sebagai kekasihku. Tidak terbayang betapa lelahnya kamu menanggung rasa ini.
Hujan perlahan mulai reda. Ghania, kapan kamu kembali? Tolong beri aku kesempatan untuk memperbaiki segalanya. Izinkan aku juga menjadi hujan bagimu. Menemani dalam kesendirianmu.
Waktu berjalan begitu saja. Ini sudah tiga tahun sejak kepergianmu. Tak ada kabar apa pun darimu. Entah mengapa keluargamu bahkan merahasiakannya dariku, pun melarangku menemuimu. Percayalah, Ghania, sedari awal rasa ini memang untukmu. Tak pernah sekali pun aku menjadikan Keyra kekasihku. Kau pergi tanpa mengetahui fakta itu. Saat itu aku menyadari ada yang aneh, waktu terasa berjalan hampa, hujan jatuh tanpa memberi kesejukan, amarah menyeruak begitu saja. Dan kini, aku sadar itu semua sebab kehadiranmu tak lagi ada. Percayalah rasa ini memang untukmu, aku hanya terlalu bodoh untuk menyadarinya.
“Niel!”
Kupalingkan wajah ke arah Arga, mengangkat sebelas alis mengisyaratkan kata: apa?
“Makan, kali. Tuh, makanan dari tadi lo aduk-aduk doang. Makan, deh, nanti ada yang khawatir.”
Aku tertawa geli, kujawab seadanya bahwa rasanya hambar. Kulihat Arga mendengus kesal.
“Nih,” sambil menyodorkan handphone-nya di depanku. “Habis baca itu, makan! Bosan gue liat lo kek makhluk tak bernyawa.” Mataku membulat tak percaya. Sebuah e-mail dari Ghania. Aku langsung mencecar Arga dengan berbagai pertanyaan. Dan dia menjawab bahwa sebenarnya Ghania sering menanyakan kabarku pada si Arga.
Aku baik-baik saja di sini. Jadi, tidak usah khawatir. Aku akan kembali, pasti. Dan rasa itu masih sama. Entah seberapa besar aku ingin menghilangkannya. Pada akhirnya kamulah tempat rasa itu tetap kembali.
Aku meneteskan air mata membaca tiap kalimatmu. Aku berjanji, akan kusambut kamu dengan rasa yang lebih besar, akan kurengkuh dengan dekapan yang paling hangat, menjadikan ragaku tempat berlindung yang paling aman. Hingga kamu akan lupa bahwa … pernah terluka. (*)
Putri Ayu Kartini, gadis yang biasanya disapa dengan Putri atau Ayu. Lahir 18 tahun yang lalu di Mamuju Sulawesi Barat. Saat ini sedang mengenyam pendidikan di IAIN Parepare. Sangat suka nonton konten yang berbau neror, dan hobi membaca. Kalian bisa berkunjung di Instagramnya: r_Putry29.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata