Hilang

Hilang

Hilang
Oleh: Naafisa

Dengan senyum penuh kegembiraan, aku melangkahkan kaki menuju sudut taman kota. Menggenggam erat buku kecil yang berisi ribuan kata selama satu tahun terakhir ini. Ribuan kata yang tentunya selalu tertulis untuk dia, lelaki yang akan kutemui. Lelaki yang selalu memberikan kenyamanan dan janji kebahagiaan untukku. Dia yang selalu menjaga hati selama berjarak raga denganku. Ah, sudah tak sabar rasanya aku melihat dan memeluknya dengan erat. Menyalurkan gunungan rindu yang telah terkumpul sejak ia pergi.

Langkahku terhenti. Sudah sampai. Ini dia. Bangku ujung taman. Tempat janjianku dengan dia. Hm, seharusnya dia sudah datang saat ini, namun ternyata tak ada sosoknya di sini. Aku menoleh ke segala arah, memastikan apakah dia benar-benar belum datang atau sedang bermain petak umpet denganku.

Ternyata nihil. Tak ada siapa pun. Lalu, teleponku berdering menandakan ada panggilan masuk,

Bara is Calling .…

Itu dia. Akhirnya dia menelepon juga. Tanpa pikir panjang, aku langsung menggeser ikon telepon berwarna hijau ke arah kanan dan segera menyapanya.

“Halo, Bara aku sudah sampai.”

“Iya. Kamu tunggu saja di situ. Aku sudah sampai.”

“Di mana? Aku tak melihatmu.”

“Tunggu sebentar.”

“Tap—”

Tutt! Tutt! Tutt!!

Belum selesai aku berbicara, namun Bara sudah mematikan panggilannya. Aneh dan membingungkan. Teleponku kembali bergetar. Kali ini ada pesan masuk dari Bara.

Tunggu aku 5 menit lagi.

Setelah membaca, aku segera membalas pesannya. Sambil menunggu, aku duduk di bangku taman. Memandangi bunga di depan sana yang terlihat sangat cantik.

Tepat setelah Bara mengirimiku pesan, teleponku berdering kembali. Namun, kali ini bukan nomor Bara yang menelepon. Nomor tak dikenal. Aku segera mengangkatnya.

“Ha … halo. Siapa ini? Ya, benar. Ada apa? Apa!”

Telepon genggamku terjatuh begitu saja. Meluncur menuju tanah. Ucapan barusan membuat hatiku tersayat perih. Tak percaya dengan itu semua, aku kembali mengingat saat Bara meneleponku. Ini sungguh tak masuk akal. Aku terdiam dan menangis sejadi-jadinya. Sungguh, aku belum rela kehilangan sosoknya yang begitu aku cintai. Bahkan, aku belum memberikan seluruh catatanku selama ia pergi. Catatan isi hatiku yang kutuliskan. Perasaanku bahkan belum sempat aku utarakan. Tapi, dia pergi untuk selamanya. Dan aku masih sempat berpikir, siapakah yang menghubungiku beberapa menit yang lalu.

Saudara Bara Ardiansyah telah meninggal akibat kecelakaan satu jam yang lalu. (*)

 

Naafisa, nama pena dari Nilna Kaesan Nafis. Lahir di Banjarnegara dan pencinta ngapak.
FB: Nilna Kaesan Nafis

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply