Hidupmu Pilihanmu
Oleh : Dhilaziya
Judul: The Hen Who Dreamed She Could Fly
Penulis: Hwang Sun Mi
Diterbitkan pertama kali di Korea oleh Sakyejul Publishing Ltd pada 2002.
Penerjemah: Dwita Rizki
Editor: Harum Sari, Dian Pranasari
Diterbitkan di Indonesia oleh PT Bentara Aksara Cahaya (Penerbit BACA), November 2020.
ISBN: 978-602-6486-52-3
Jumlah halaman: 210.
Sebuah dongeng, fabel, tentang seekor ayam betina yang menggunakan nama Daun untuk menamai dirinya sendiri. Hal itu karena dia merasa nama Daun begitu indah. Dedaunan adalah sumber kehidupan, menghidupi banyak makhluk hidup lain. Dedauan yang rimbun juga tempat berlindung yang nyaman, hangat, sekaligus menawarkan kesejukan. Pun, daun-daun yang jatuh tertiup angin juga menyuguhkan pemandangan indah tak terbantah. Bagi Daun, ayam petelur yang ditempatkan dalam sebuah kandang sempit, yang saking sempitnya sehingga untuk mengepakkan sayap pun tidak bisa, yang tak pernah bisa memeluk telurnya sendiri, sebab setiap kali dia bertelur, telurnya akan langsung menggelinding ke saluran yang sengaja dibuat si majikan untuk dikumpulkan bersama ratusan telur lain.
Daun ingin hidup di halaman, bersama Ayam Jantan dan Ayam Betina halaman, bersama anak-anaknya, dan juga sekelompok bebek yang berisik. Dijaga dengan gagah oleh anjing penjaga yang sangat berdedikasi. Daun merasa hatinya patah, dia ingin mendekap telurnya, kemudian mengeraminya. Daun ingin merasakan detak jantung dalam telur dekat dengan dadanya, menghangatkan dan melindunginya. Dia ingin melihat cangkang telurnya pecah dan sosok mungil yang keluar darinya akan menatap kemudian memanggilnya ‘Ibu’. Ya, Daun ingin menjadi seorang ibu. Tapi dia adalah seekor ayam betina petelur dan terkurung, lalu satu lagi. Dia sudah tua dan tidak mampu lagi bertelur. Telur terakhirnya bercangkang lembek lantas dibuang ke halaman dan menjadi santapan si anjing penjaga.
Ketika Daun dibuang karena dikira sudah mati, dia diselamatkan oleh Bebek Pengelana. Seekor bebek liar yang ikut berteduh di halaman, meski tidak disukai oleh keluarga bebek karena amat berbeda. Dia datang di suatu hari yang dingin dan tertinggal oleh kelompoknya. Sehingga dia selalu dianggap bukan bagian dari keluarga halaman.
Daun dan Bebek Pengelana berteman baik, mereka mengarungi padang rumput berdua. Bahkan Bebek Pengelana menjaga dan membantu Daun ketika ayam betina itu menemukan sebutir telur kemudian mengeraminya. Bebek Pengelana senantiasa berjaga agar Daun aman dari sergapan musang juga selalu membawakan makanan untuk Daun.
Akhirnya Daun menjadi seorang ibu. Kebahagiaan karena mimpinya terwujud harus dibayar mahal dengan kematian Bebek Pengelana. Satu-satunya teman yang pernah mengatakan bahwa tak apa mereka berbeda, toh mereka saling menyayangi. Bebek Pengelana mati diterkam musang demi melindungi Daun. Sejak saat itu Daun semakin bersiaga menghadapi musang, karena dia harus melindungi anaknya, Si Jambul Hijau. Seorang ibu tidak akan rela anaknya disakiti siapa pun, bukan?
Ternyata Jambul Hijau adalah bebek liar. Dia adalah anak dari Bebek Pengelana. Ibu Si Jambul Hijau juga disantap musang sesaat setelah bertelur. Daun sadar dia harus membesarkan Jambul Hijau sebagai bebek, bukan ayam. Maka Daun membawa Jambul Hijau ke bendungan meski dia harus berhadapan dengan Ketua Bebek yang meremehkannya. Daun terpesona melihat Jambul Hijau bisa berenang dan terbang.
Setelah pergantian musim, sekelompok besar bebek liar datang, dan mendiami bendungan. Jambul Hijau segera sadar, merekalah keluarganya yang sebenarnya. Tapi dia juga diasingkan karena dia berbeda. Daun sedih sekali. Tidak apa jika dia yang dihina, tapi melihat anaknya terluka dan merana, Daun merasa hatinya hancur.
Daun juga harus tetap melindungi Jambul Hijau. Bagi musang, kawanan bebek liar adalah buruan yang amat menggiurkan. Dengan caranya sendiri, Daun selalu menjaga dan mengingatkan Jambul Hijau untuk menghindari sergapan musang. Terbiasa hidup di padang membuat Daun dan Jambul Hijau memiliki pendengaran yang sangat sensitif. Ikatan hati di antara mereka sangat kuat, meski berjauhan. Daun selalu merasa bisa mendengar kata hati anaknya.
Lelah diabaikan, Jambul Hijau menyerah dan memilih kembali kepada Daun. Tapi Daun menolak. Daun berkata pada anaknya,” Tanyalah hatimu, apa mimpimu?”
Ketika akhirnya Daun menyerahkan diri untuk dimangsa Musang, dia merasa puas. Dia merasa bangga melakukannya, semata karena dia merasa membantu menyelamatkan hidup hewan-hewan kecil tak berdaya, anak-anak musang.
Membaca buku ini mengingatkan saya, tentang bagaimana hendak menjalani hidup. Apakah sekadar saja melewati hari menunggu mati, atau hidup sebagai orang yang berani bermimpi, lalu berjuang mewujudkan mimpi, sekaligus gagah perkasa menghadapi setiap aral yang melintang. Bahkan meski itu harus mempertaruhkan nyawa. Buku ini juga banyak bicara soal cinta. Mencintai kehidupan, teman, anak, ibu, dan siapa jua. Ada bagian yang menyentil saya, ketika Daun sebagai seorang ibu rela melakukan apa pun demi anaknya. Walaupun dia melakukan sedikit hal kejam, yakni mengancam menggunakan anak-anak tak berdaya.
“Jangan coba-coba kau sentuh anakku, atau kubunuh anakmu!”[]
#DZ. 25122020.
Dhilaziya, perempuan penyuka sunyi, bunga, buku, dan lagu.
Editor : Uzwah Anna
Grub FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/menjadi penulis tetap di Loker kata