Hello, Sir! (Episode 3 – About Her)
Oleh : Freky Mudjiono
Tidak tahu, apakah genggaman Andika memang ampuh meredakan mimpi buruk atau hanya soal waktu. Namun, guru muda itu bisa sedikit merasa lega setelah tidak lama kemudian rintihan dari bibir gadis abegeh yang tengah terbaring di ranjang pasien itu berhenti. Gerakan dadanya naik turun, seiring irama napas yang beranjak teratur. Syukurlah.
Andika melepaskan genggaman tangannya, lalu melangkah keluar. Bagaimanapun kuatnya dorongan hati untuk menemani siswi yang menjadi tanggung jawabnya itu, ia sadar … ada etika yang harus dijaga. Berdua saja dalam satu ruangan, rasanya kurang pantas. Meskipun ia gurunya. Apalagi, gadis muda itu tengah kehilangan kesadaran.
Perlu beberapa menit bagi Andika untuk menunggu tepat di depan pintu, sebelum siswi yang tadi ditugaskannya datang bersama seorang wanita paruh baya. Ia mengenal wanita bertubuh sedikit gemuk itu sebagai guru yang menangani UKS sekolah.
Andika mengeluarkan tangannya dari saku dan memperbaiki posisi berdiri yang tadinya menyender ke dinding, bersikap sopan terhadap sesama rekan kerja.
“Ada yang pingsan, Pak?” Wanita itu langsung bertanya tanpa menyapa lebih dulu.
Andika mengangguk, “Iya, Bu. Salah satu siswa kelas saya.”
Sang petugas UKS lalu mempersilakan Andika melanjutkan mengajar, sebab ia akan mengambil alih. Sepertinya, ia telah terbiasa menangani hal ini. Sikap tegas petugas UKS tersebut membuat Andika sungkan untuk bertanya lebih jauh, memilih menurut.
Sebelum berlalu, sekilas Andika bisa melihat tubuh mungil itu masih terbaring tanpa daya. Hati guru muda itu terasa sedikit tercubit oleh hadirnya iba. Tubuh muda yang seharusnya ceria itu terlihat ringkih.
Andika menarik napas panjang dan melepaskannya sedikit kuat. Trik simpel yang ia pelajari untuk mengurangi tekanan emosi. Selalu berhasil membuat ketegangan di pundaknya mengendur. Sudah seperti pria berumur saja, tapi begitulah. Bila ditarik persepsi idealis, ia memang telah menjadi bapak bagi ratusan abege dengan berbagai tingkahnya. Senyum kecil Andika tersungging mengingat hal ini.
Ayolah, masih ada tugas yang harus ditunaikan, Andika membatin menyemangati diri sendiri. Langkah diayun balik menuju ke kelas.
“Ayo, kita kembali belajar,” ujar Andika pada siswi yang tadi membantunya. Gadis itu ikut mengatur langkah, bersisian.
“Apa dia pernah pingsan sebelumnya?” tanya Andika pada siswi yang berjalan diam di sampingnya. Sesaat, celoteh beberapa siswa saat kejadian tadi, teringat kembali oleh Andika.
Siswi yang beriringan dengannya itu tampak mengangguk pelan. Kerutan di kening dan gerak bola matanya menyiratkan ragu. Andika yakin, ia merasa keberatan untuk bercerita, mungkin tidak ingin mengadukan kesalahan teman-temannya.
“Ayo, bicara. Bapak janji ini rahasia antara kita.” Andika mulai persuasif, memperlambat gerak langkahnya agar dapat mengulur waktu.
Siswi itu menggigit bibir bawahnya, terlihat berpikir sejenak, lalu menunduk sambil mengangguk. “I-iya, Pak,” jawabnya singkat.
“Kapan?”
“Hmm … di kelas yang dulu. Arini kalo digangguin sering pingsan.” Siswi itu mulai lancar berbicara.
“Diganggu?” tanya Andika mengambang, dahinya mengernyit. Siswi yang bersamanya terlihat serba salah.
“Cuma dikata-katain, atau disorakin, Pak. Seperti tadi itu … langsung pingsan,” jawabnya lagi. Nada suaranya jelas berusaha membela diri meskipun masih takut-takut.
Andika mengangguk paham. Walau terdengar tidak ada hal yang di ‘luar batas’, ia tetap harus mencari tahu lebih banyak. Ini jelas bukan keadaan biasa. Namun, mengejar jawaban dari siswi yang terlihat mulai rikuh, bukanlah cara yang bijak. Andika memutuskan untuk meneruskan langkah tanpa bertanya apa pun lagi.
Pasti ada cara lain. Pandangannya dilempar jauh, ke arah kelas yang terdengar riuh oleh suara siswa. Anak-anaknya. Dapatkah ia merengkuh mereka semua? Termasuk seseorang yang baru saja ia tinggalkan di ruang kesehatan sana.
Ah, mengapa ia tidak memperoleh kelas yang ‘biasa-biasa’ saja seperti yang lain. Mengajar, ujian, prestasi siswa yang membanggakan, selesai. Huft!
Selanjutnya Andika menyadari, segala sesuatu tentang Arini, tidak pernah menjadi hal yang ‘biasa’ saja.
Seperti saat ini.
Andika menoleh, tersadar dari sekilas ingatannya ke masa lalu. Ia masih berada di bioskop yang gelap dan layar masih menyuguhkan adegan film horor. Lengannya terasa nyeri oleh cubitan dari jari lentik yang membuat beberapa helai bulunya tercabut. “Duh, sakit,” ujar Andika menggosok kasar permukaan kulit lengannya yang ditumbuhi bulu lumayan lebat.
“Habisnya … Arini dicuekin!” Gadis Abegeh yang duduk menyamping di sisi Andika dalam ruangan bioskop yang gelap itu terdengar merajuk.
Andika tidak dapat melihat raut wajah polos Arini. Namun, pastilah bibirnya maju beberapa senti, menggemaskan untuk di ….
“Aduh!” Andika kembali merasakan ujung kuku gadis itu mencubit lengannya kuat.
“Sstt!” Suara hardikan dari pengunjung lain terdengar hampir serentak. Andika dan Arini sontak saling berpandangan, lalu membenamkan tubuh ke kursi besar yang mereka duduki.
Andika tersenyum tertahan, di bawah pendar cahaya yang berasal dari layar bioskop yang tengah memutar film, ia bisa melihat Arini menutup mulutnya dengan mata yang membulat. Sungguh menggemaskan.
“Kamu sih … sakit tau,” bisik Andika tepat di telinga Arini, di mana bibirnya bisa menyentuh helaian lembut rambut gadis itu. Arini malah semakin mencondongkan tubuhnya, lalu merebahkan kepalanya ke bahu Andika. Tidak ada kata-kata terucap. Hanya degup jantung yang bertalu lebih cepat.
Sial! Andika benar-benar kelimpungan merasakan lengan gadis itu di antara sela lengan dan ketiaknya.
Harus bagaimana? Arini kali ini berbeda dengan Arini yang dulu. Gadis berwajah pucat, yang seringkali terlambat masuk kelas itu, berubah menjadi gadis lincah hanya dalam waktu semalam.(*)
Bersambung ….
Episode Sebelumnya (Episode 2 – First Touch)
Episode Selanjutnya (Episode 4)
Medan, 31 Maret 2020
Freky Mudjiono. Penulis bernama sedikit ‘maskulin’ ini adalah seorang wanita kelahiran tahun 1980. Sejak mulai serius menekuni hobinya di pertengahan tahun 2019, karyanya telah beberapa kali dibukukan dalam bentuk antologi. Ia memiliki keinginan untuk tampil keren, dengan meninggalkan jejak kehidupan melalui dunia literasi.
Penulis bisa dihubungi di Facebook: Freky Mudjiono
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata