Hari Pernikahan
Oleh : Rachmawati Ash_
Banyak kejadian di hari pernikahan bisa menjadi kenangan di suatu hari. Kenangan yang sengaja diciptakan atau yang hadir tanpa disadari. Seperti pernikahan Margareta kali ini, tak akan terlupakan sepanjang sejarah bagi orang-orang di sekitarnya.
Margareta duduk di pelaminan yang dipenuhi bunga-bunga. Nathan duduk di sampingnya dengan senyum kemenangan. Nathan telah berhasil melumpuhkan gadis yang telah tujuh kali menolak cintanya, sedangkan Margareta duduk dengan gelisah. Matanya menatap seorang pemuda yang duduk termenung di kursi tamu. Seorang pemuda yang wajahnya dirundung kemuraman, dia datang sendiri untuk memberikan doa kepada kedua mempelai di hadapannya.
Pendeta baru saja selesai memberikan pemberkatan kepada sepasang pengantin. Beberapa detik kemudian, disusul pesta minum anggur dan tarian suka cita yang begitu meriah. Nathan-pengantin laki-laki, turun untuk menari bersama teman-teman dan tamu undangan. Margareta menatap lekat pemuda yang masih duduk dengan tatapan kosong. Margareta turun dari pelaminan, mendekati sahabatnya yang sedang duduk menikmati jamuan bersama beberapa gadis lain.
“Alea, kumohon bantu aku. Beritahu pemuda itu untuk menungguku di belakang gedung. Kumohon.” Margareta berkata dengan wajah memelas.
Alea, sahabatnya sejak masih kanak-kanak dengan tulus bangkit dari tempat duduknya. Berjalan ke arah pemuda yang duduk dengan pandangan kosong. Alea menyampaikan pesan Margareta kepada pemuda itu.
***
Arkan menunggu pengantin perempuan di bawah pohon akasia yang kukuh. Tubuhnya berdiri kaku seperti patung di sebuah toko baju langganannya. Margareta berjalan cepat-cepat, meninggalkan suaminya yang mulai mabuk bersama teman-temannya. Margareta mengangkat gaun putihnya, menyusuri lorong gedung untuk mencuri kesempatan menemui kekasihnya.
Margareta memeluk erat tubuh Arkan dengan kuat, seperti seseorang yang tidak mau lagi dilepaskan. Dia ciumi tubuh pemuda itu sebagai permintaan maaf. Margareta telah meninggalkannya, menikah dengan laki-laki yang tak dicintainya. Margareta merasa bersalah dan ingin menebus semuanya.
“Sayang, aku siap pergi bersamamu. Kita pergi sejauh mungkin, aku punya perhiasan dan permata yang cukup untuk memulai kehidupan di tempat yang baru.” Suara Margaret penuh permohonan.
“Aku tidak mau, pergilah! Kembalilah kepada suamimu.” Suara Arkan tenang, tubuhnya tetap kaku.
“Kenapa? Apa kamu marah padaku? Tidak mau memaafkan aku?” Margareta bergelayut di lengan Arkan. Kepalanya dimiringkan dengan manja, menatap mata Arkan yang masih kosong.
“Lepaskan aku, Margareta, kembalilah pada suamimu.”
“Sebuah kesalahan aku menikah dengannya, maafkan aku. Mereka bilang kamu telah meninggalkanku dan pergi dengan kekasih barumu.” Wajah Margareta memelas. Arkan membuang pandangannya, memandang langit yang mulai gelap.
“Kesalahanmu adalah percaya kepada mereka.” Arkan masih menatap langit, mengalihkan pandangan dari Margareta.
“Aku minta maaf, ayo kita pergi.” Margareta menarik lengan Arkan.
“Aku tidak bisa membawamu pergi, kembalilah kepada suamimu, sebelum orang-orang melihatmu bersamaku dan kamu akan menjadi bahan gunjingan sepanjang sisa hidupmu.” Arkan menatap wajah Margareta.
Ada tatapan penuh kebohongan di sana, Margareta bisa membacanya.
Perselisihan terjadi diantara keduanya, Margareta memaksa Arkan untuk membawanya pergi. Margareta merasa bersalah karena menikah dengan Nathan, setelah sebelumnya Margareta mendapat kabar yang meyakinkan bahwa Arkan telah memiliki kekasih baru dan pergi meninggalkan kota.
Arkan tetap menolak. Berusaha pergi meninggalkan Margareta di belakang gedung pengantin. Margareta menghujamkan pisau yang disembunyikannya di balik gaun pengantinnya. Arkan bersimbah darah, dadanya luka begitu dalam. Hujaman pisau telah membuatnya rapuh, terjatuh di tanah dan tidak berdaya. Margareta berdiri termangu, tubuhnya gemetar, dadanya bergemuruh. Kekasih hatinya jatuh tersungkur dengan darah yang terus mengucur di dadanya.
Margareta terduduk lemas, pisau berlumuran darah masih di tangannya. Arkan meraih tangan Margareta, bibirnya pucat dan menggigil. Meski ajal sebentar lagi menjemput, tetapi bibirnya masih berusaha tersenyum.
“Aku mencintaimu, kekasihku. Margareta, sungguh aku tidak rela melepasmu untuk orang lain. Tapi kematian ini lebih baik untukku, karena separuh jiwaku telah mati saat melihatmu di pelaminan bersama laki-laki lain.” Suara Arkan seperti berbisik.
Membuat Margareta semakin gemetar dan tidak bisa berbuat apa-apa. Margareta tahu, bahwa Arkan masih mencintainya sejak awal.
“Kenapa kamu meninggalkanku, padahal aku tidak pernah mengizinkanmu menjadi milik orang lain, aku tidak sebaik itu Margaret, hatiku tidak sedermawan yang kamu pikirkan, sejak awal kamu adalah milikku. Aku bisa bermurah hati untuk benda-benda yang kumiliki, tapi tidak untuk kekasih hati yang kucintai, sungguh, aku tidak rela Margaret.” Wajah dan bibirnya semakin pasi. Arkan berusaha mengucapkan kata-katanya meski napasnya mulai tersengal dan putus-putus. Margareta mematung, tubuhnya tak dapat digerakkan, bahkan untuk sekadar menyetuh pipi kekasihnya itu.
“Ciumlah aku, Margaret. Lalu letakkan pisau itu di tanganku, mereka akan mengira bahwa aku mati bunuh diri karena sakit hati dan putus asa, pergilah sayang. Aku mencintaimu.” Suara Arkan semakin menurun dan kedua matanya terkatup rapat.
Margareta menjerit, para tamu dan teman-temannya datang menghampirinya. Margareta mengguncang-guncang tubuh Arkan yang sudah tidak bernyawa. Para tamu bereaksi berbeda-beda, beberapa wanita menjerit histeris karena melihat mayat penuh darah segar dari dadanya. Laki-laki saling dorong untuk melihat lebih jelas mayat yang tergeletak di tanah.
Nathan segera melangkah, menyingkirkan orang-orang yang berkerumun di depannya. Nathan memastikan bahwa perempuan yang memegang pisau itu adalah isterinya. Nathan menahan langkahnya, saat perempuan itu berdiri dan menatap bengis kepadanya.
“Berhenti di situ orang jahat, bukankah kematiannya adalah keinginanmu?” Margareta berkata dengan bibir yang bergetar. Sumpah serapah keluar dari bibirnya. Margareta menyesal telah mempercayai orang-orang untuk menghasutnya, sampai dia percaya dan mau menikah dengan Nathan. Margareta yang tak pernah sedikit pun meragukan cinta dan ketulusan Arkan, kini telah mengkhianati cintanya.
“Lihatlah aku Nathan, aku telah membunuh calon suamiku karena perbuatanmu. Kematiannya adalah bukti bahwa dia sangat mencintaiku, aku akan menyesal jika tidak mati bersamanya.” Di akhir kalimatnya, Margareta menghujam pisau ke dadanya. Darah segar muncrat dan mengenai wajah Nathan. Seketika tubuh Margareta terjatuh dan bersimbah darah. Jerit histeris dari para tamu memenuhi halaman gedung pengantin.
Nathan masih berdiri terpaku. Margareta menyeret tubuhnya yang lunglai mendekati tubuh Arkan yang sudah tak bernyawa. Margareta mencium bibir Arkan dengan tulus, direbahkannya tubuhnya di atas tubuh Arkan.
“Kita akan menjadi sepasang pengantin. Ayo, sayang kita pergi ke langit. Kita akan bersama selamanya dan tak akan terpisahkan lagi. Aku mencintaimu, kekasihku.” Margareta tidak bernapas lagi, tubuhnya rebah dengan mata yang masih terbuka.
Rachmawati Ash. Wanita Vegetarian yang hobi memasak, dan kecanduan cerita Romance.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata.