Finalis event cermin horor komedi pilihan
Hantu Pohon Asem
Oleh:Nawang Wulan N
Malam ini, hanya Parto dan Kardi yang mau jaga di pos ronda. Sudah seminggu ini, para lelaki di dusun Susahkaya ogah-ogahan bila disuruh giliran siskamling.
Satu kampung merasa ketakutan. Para wanita dan anak-anak tidak mau ditinggalkan bapaknya, pun para bapak, juga ngeri keluar malam.
Seminggu yang lalu, mbak Dewi anak pak Mantri–perawat kesehatan pemilik klinik praktek–yang tinggal di ujung jalan, ditemukan tewas gantung diri di pohon asem dekat rumahnya. Kabar yang beredar, mbak Dewi nggak kuat dibully netijen, karena tulisannya di media sosial viral.
Sejak saat itu dusun Susahkaya terasa mencekam. Bila maghrib menjelang warga buru-buru masuk kerumah dan menutup rapat pintu dan jendela.
“Eh, Parto. Jangan lupa bawa singkong rebus dan kacang ya, buat bekel kita di pos,” ujar Kardi, sambil menenteng termos berisi kopi.
“Iya, Kar. Nih, udah disiapin ma Bini gue,” balas Parto.
***
Pukul 24.00 WIB. Parto mengingatkan Kardi untuk berkeliling kampung, seperti yang biasa mereka lakukan ketika ronda.
“Eh, Kardi. Yuk kita keliling, lu yang bawa kentongan ya,” ajak Parto.
“A-anu, gue takut, Par. Lo tau kan, ada yang baru mati kendat (gantung diri),” kilah Kardi.
“Elah, pan udah tujuh harinya, Di … Udah pulang ke kuburan demitnya!” bujuk Parto meyakinkan.
Akhirnya mereka pun berangkat, berjalan menelusuri jalan dusun dan melewati rumah setiap warga. Memastikan tidak ada maling, kebakaran, atau hal lain yang bisa mengganggu keamanan kampung.
Sampai di jalan dekat rumah pak Mantri, Kardi menghentikan langkahnya. Tiba-tiba bulu kuduknya meremang.
“To-tolong … tolong saya. Hiks … Hiks,” raung seorang perempuan, dengan nada pilu.
“Eh … eh, Parto! Lu denger kagak? Ada yang minta tolong tuh!” seru Kardi.
“Wah, jangan-jangan ada rampok, Di!” terka Parto polos.
“Bujug buset, ni bocah! Kagak ngeri apa lu, mana ada rampok di dusun kita yang pelosok beginih? Balik aja yuk, merinding gue,” omel Kardi
“Lah, jangan! Tinggal dikit nih, nanggung. Dari ujung jalan situ belok kanan udah nyampe pos lagi, buru jalan!”
Mereka pun terpaksa melanjutkan keliling. Sampai di ujung jalan, depan rumah pak Mantri, terdengar suara isak tangis perempuan dari atas pohon asem.
“Tolongin, Bang … hiks … hiks.”
Kardi dan Parto berdiri kaku di bawah pohon, mendongak ke arah sumber suara. Di sana duduk mbak Dewi, mengenakan dress warna putih dengan rambut panjang tergerai. Memandang mereka berdua dengan hati riang sambil terkikik, “Hii, hiii … hiiiyyyy ….”
“Se-setaaan!” Kardi dan Parto serempak lari tunggang langgang hingga ngompol di celana.
“Tunggu, Baaang! Jangan lari, tolongin aye. Pegel nih, udah tujuh hari.” Mbak Dewi memelas.
Sejak kematiannya seminggu yang lalu, arwah mbak Dewi hanya bisa menangis, karena tidak tau caranya turun dari pohon asem.
TAMAT.
Kahyangan, 22 Januari 2020