Hana dan Arya, Sah!

Hana dan Arya, Sah!

Hana dan Arya, Sah!

Oleh : Sri Wahyuni

“Hanaaa… I love youuuu ….” Arya—siswa teladan tapi juga playboy cap sabun—berteriak dari lantai dua sekolah. Ini bukan pertama kalinya Arya melakukan hal ini, tapi dia tidak kapok. Hana gadis manis bergigi gingsul itu sudah mencuri hatinya.

Hana yang sedang berjalan ke arah kelas terkejut mendengar namanya disebut. Pasti Arya, si playboy cap sabun. Ia mempercepat langkah menuju kelas, sementara teman-temannya ribut bersorak.

“Cie … cie … cie ….”

Hana membanting bukunya di atas meja, kesal.

“Sudah Han, terima saja, sepertinya si Arya gak bakalan nyerah”

“Apaan sih Ra, kamu itu temennya Arya atau temenku sih?”

“Lagian ya, Han, apa sih kurangnya Arya? Sudah ganteng, pinter, siswa teladan lagi!”

“Sayangnya playboy.”

“Hahahahaha ….”

Arya memang keras kepala, tidak akan berhenti sebelum keinginannya tercapai. Dari semua gadis yang ia sukai, hanya Hana yang bersikap cuek padanya. Ia menatap cermin, kulit putih, hidung mancung, apalagi yang kurang darinya.

Bukan Arya namanya kalau ia menyerah pada Hana. Tunggu dan lihat saja Hana. Tekad Arya dalam hatinya. Rupanya sampai kelulusan tiba, Hana masih tetap cuek pada Arya.

Memasuki bangku kuliah, Arya menjadi pribadi yang berbeda, tidak ada lagi Arya yang kekanak-kanakan, yang berteriak dari lantai dua sekolah bilang “ilove you”. Tidak ada lagi Arya yang tiba-tiba muncul di hadapannya dengan setangkai bunga. Tidak ada lagi cokelat yang diam-diam tersimpan dalam laci mejanya.

Tiba-tiba Hana merasa kehilangan sosok Arya. Di kampus, diam-diam Hana mencari sosok Arya, namun Arya tidak kelihatan batang hidungnya sama sekali. Mungkin karena mereka beda jurusan, garis edar mereka sekarang berbeda.

Rara menyadari perbedaan sikap Hana, wajahnya tiba-tiba bersemu saat melihat Arya dari kejauhan. Tapi sayangnya saat mereka berpapasan pun Arya sama sekali tidak menyapa. Dia selalu terlihat sibuk dengan teman-temannya. Rara tahu, sahabatnya sedang jatuh cinta. Tapi sayang, Arya yang sekarang bukan Arya yang dulu lagi.

***

Hana melangkah pelan, pandangannya berputar di sekeliling tempatnya berjalan. Jalan ini masih sama seperti sepuluh tahun yang lalu, saat ia masih duduk di bangku SMA. Saat hatinya masih dipenuhi kupu-kupu dan bunga.

Daun-daun kering berserakan di sepanjang jalan setapak yang ia lalui menyerupai hamparan permadani. Pikirannya mengembara mengenang sosok yang selalu menghantuinya saat sepi melanda, atau saat ia tak sengaja mendengar alunan lagu dari penjual CD, ketika ia akan berangkat bekerja.

Sosok yang membuatnya berani berharap suatu hari nanti akan merajut hari bahagia, dan akan berlayar bersamanya menaiki bahtera. Sosok yang menghiasi mimpi malamnya.

Arya, lelaki yang membuatnya jatuh hati. Kesungguhan yang dia tunjukkan membuat Hana yakin dialah calon imamnya.

Notes kecil itu masih tersimpan rapi di dompetnya. ‘Perasaanku kepadamu masih sama seperti tahun-tahun yang lalu, dan akan tetap sama bertahun-tahun lagi.”

“Hana, tunggu!”

Reflek Hana menghentikan langkah, menoleh mendengar namanya dipanggil oleh suara yang tidak asing di telinganya. Tiba-tiba detak jantungnya tidak beraturan mendapati Arya sudah berdiri di depannya. Dunianya berhenti berputar, berhenti di satu titik. Arya. Lelaki dengan sejuta pesona itu kembali. Hana mematung, mata kedua itu bersitatap. Senyumnya masih sama, pun gaya rambut cepaknya. Satu yang berbeda, dagu itu kini ditumbuhi janggut tipis.

Mereka berdua berjalan bersisian, menapaki jalan yang dulu sering mereka lewati. Hening menyelimuti keduanya, Hana berjalan sambil tangannya bersedekap mengusir dinginnya udara sore ini. Mendung menggelayut di langit sore, menghantarkan udara basah yang tertiup angin. Mungkin hujan turun entah di mana.

“Hana, apa kabar?”

“Alhamdulillah, baik.”

“Mas Arya, bagaimana?”

“Alhamdulillah, baik juga.”

Hening kembali melanda dua insan yang sama-sama memendam rasa. Tidak ada lagi aksara diantara mereka, hanya menikmati meniti jalan setapak dengan hiasan daun-daun kering berserakan serupa hamparan permadani.

“Mas Arya mau kemana?”

“Mau ketemu Hana.”

Hana tersenyum kecil mendengar jawaban Arya.

“Kok, tahu, Hana ada di sini?”

“Karena aku punya radar yang bisa mendeteksi keberadaan kamu, Han.”

Kali ini senyum Hana sedikit lebih lebar, memperlihatkan gigi gingsulnya. Manis sekali.

***

“Saya terima, nikah dan kawinnya Hana Adzkiya binti Ahmad Fanani, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai”

“Saaaaaah!!!!” (*)

Magetan, 15 Desember 2021

Sri Wahyuni. Penghuni pojok kelas yang selalu semangat belajar, rajin, tidak sombong, dan suka menolong.

Editor : Nuke Soeprijono

Sumber Foto

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply