Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Memberi Kejutan dalam Cerita (1)

Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Memberi Kejutan dalam Cerita (1)

Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Memberi Kejutan dalam Cerita (1)
Oleh: Lily Rosella

Dalam menyusun suatu cerita tentu setiap penulis memiliki teknik masing-masing. Kadang lain tema atau ide, maka lain pula teknik yang dipakainya. Ini bertujuan agar cerita yang ingin disampaikan kepada pembaca tersampaikan dengan baik. Dan untuk menghibur pembaca, maka setiap penulis kadang berlomba-lomba untuk memberikan kejutan. Entah kejutan di awal cerita (pembukaan yang menghentak), di tengah, ataupun di akhir (twits ending). Biasanya, tujuannya satu: agar pembaca terkesan.

Kita memang tidak bisa menolak—meski tidak melulu harus—kalau dalam membuat cerita terkadang diperlukan kejutan atau sesuatu yang baru. Memberikan spekulasi yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh pembaca (catat: kejutan) akan membuat cerita kita memiliki poin plus, yaitu cerita tidak mati hanya dalam sekali baca. Orang-orang kemudian akan membaca ulang untuk mendapatkan jawaban atau mencari titik-titik yang saling menghubungkan, yang bisa jadi tidak mereka sadari, atas jawaban yang diberikan penulis.

Hanya saja dalam hal ini ada beberapa yang dilupakan lantaran penulis terbuai atau terobsesi dengan memberikan tekanan kepada diri sendiri untuk-harus-membuat-kejutan. Padahal dibuat pun bagus, tidak dibuat pun juga bukan jadi persoalan. Toh, pada akhirnya cerita yang kita buat adalah milik kita. Semesta yang kita susun sedemikian rupa, sehingga mau dibawa ke mana cerita itu sendiri adalah hak kita.

Namun, jika memang kita ingin memberikan nilai tersendiri dalam membuat suatu cerita, salah satunya dengan memberi kejutan, ada baiknya perhatikan beberapa hal berikut ini:

  1. Buatlah Jawaban Sebelum Membuat Kejutan

“Jangan memberikan sesuatu yang tidak ada jawabannya.”

Mungkin kalimat tersebut tepat untuk menggambarakan suatu kejutan tanpa adanya satu pun petunjuk/clue di dalam cerita.

Pertama, perlu diingat terlebih dahulu, tujuan seseorang membaca cerita (catat lagi: fiksi) adalah untuk dihibur. Bukan untuk dipaksa—secara tidak langsung—memikirkan segala kerumitan yang disajikan penulis. Jika kita membuat kejutan tanpa ada ba-bi-bu terlebih dahulu atau dirasa benar-benar mengejutkan pembaca (lantaran tidak ditemukannya petunjuk yang mengarah kepada persoalan yang disuguhkan), maka itu bukan lagi kejutan, melainkan kegagalan. Jadi, jangan memaksa pembaca untuk pintar dalam menyerap inti cerita kita, tetapi jadilah penulis yang pintar menyuguhkan cerita sehingga cerita akan mudah dinikmati oleh pembaca awam sekalipun.

Kedua, tentu setiap persoalan perlu jawaban, dan akan sangat tidak etis jika penulis tidak memberikan jawaban apa-apa tapi menuntut kesetujuan pembaca atas hal/pernyataan yang dibuatnya. Memberikan jawaban ketika ditanya (menjabarkannya di luar cerita), padahal tidak semua pembaca bisa berinteraksi langsung untuk menanyakan ini-itu, sehingga sangat perlu menuangkan semua jawaban tersebut ke dalam cerita, agar tidak membuat kegagal-logikaan.

Contoh:

Pada novel Appointment with Death atau Perjanjian dengan Maut karya Agatha Christie. Penulis memberikan jawaban kalau pembunuh Mrs. Boynton adalah Lady Westholme, seseorang yang sulit diduga pembaca—sebelum kita membacanya sampai pada kesimpulan akhir persidangan tertutup yang dibuat oleh Hereule Pairot. Di sana tudingan pembunuhan bukan tanpa didasari alasan. Penulis menjabarkan jawaban setelah sebelumnya memasukan petunjuk yang tidak kentara lantaran sedikit tapi sangat penting, sehingga saat Hereule Pairot menjabarkan segala unsur pembunuhan dan cara Lady Westholme membunuh Mrs. Boynton, pembaca tidak merasa dibodohi.

Di novel ini Agatha Christie memasukan Lady Westholme sebagai tokoh tambahan, seperti seseorang yang ditemui secara tidak sengaja dalam perjalanan menuju Petra. Keberadaannya dalam cerita pun tidak mendominasi, tapi dari situlah pembaca tahu kalau kemunculannya tidak serta-merta tanpa alasan atau untuk membuat cerita terkesan panjang saja. Lady Westholme nyatanya membuat kita setuju kalau di titik-titik antara keberadaan, biografi, serta tindak-tanduknya memanglah memungkinkan bahwa dia memiliki motif kuat untuk membunuh Mrs. Boynton, terutama keterikatan soal Lady Westholme yang tidak lain adalah mantan narapidana dan Mrs. Boynton yang merupakan sipir penjara.

Coba saja kita bayangkan jika petunjuk kecil itu tidak ditulis, mungkin tudingan soal Lady Westholme bukan lagi fakta, melainkan fitnah. Kenapa demikian? Karena dalam cerita ini ada begitu banyak tokoh yang lebih memungkinkan menjadi pembunuh, meski kita tidak tahu siapa pastinya mengingat Mrs. Boynton bukanlah orang yang berkepribadian baik atau digambarkan sebagai seorang tirani. Namun kita dibuat kecele dengan petunjuk yang begitu lihai disisipkan ke dalam cerita.

 

….

 

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata