Golden Age, Letakkan di Ruang Terbaik

Golden Age, Letakkan di Ruang Terbaik

Golden Age, Letakkan di Ruang Terbaik
Oleh: Evamuzy

Salam Bunda dan Ayah. Sering mendengar istilah golden age? Atau baru kali ini mendengarnya? Ok, kali ini kita akan membahas sedikit  tentang golden age.

Golden age atau masa emas adalah masa penting pada anak untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangannya. Selayaknya emas, maka harus dijaga dengan baik, dijauhkan dari hal-hal yang akan merusak dan mengganggu keasliannya. Masa ini merupakan masa pembentukan sistem syaraf dasar anak.  Jika diibaratkan sebuah bangunan, maka masa ini adalah pondasinya.

Wah, ternyata masa ini sangat penting ya, Bunda dan Ayah. Lalu, pada umur berapa golden age ini terjadi?

Ok. Tidak semua negara memiliki pandangan yang sama terkait dengan rentang waktu golden age. Ada yang memandang jika rentang usianya adalah 0 sampai 8 tahun. NAEYC (National Association for The Education of Young Children) menyatakan bahwa anak usia dini pada rentang usia 0 hingga 8 tahun yang tengah berada pada program pendidikan di taman penitipan anak, penitipan anak pada keluarga, pendidikan pra-sekolah, TK dan SD. Sedangkan di Indonesia, rentang masa emas ini antara 0 hingga 6 tahun, disebutkan dan ditetapkan dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 28 ayat 1. Atau artinya golden age sama saja dengan masa anak usia dini.

Anak pada masa ini tengah tumbuh dan berkembang dengan karakter berikut ini:

  1. Memiliki rasa ingin tahu (curiosity) yang besar

Ini ditunjukkan dengan berbagai pertanyaan-pertanyaan kritisnya yang cukup menyulitkan orangtua maupun pendidik PAUD dalam menjawabnya.

  1. Menjadi pribadi yang unik

Ini ditunjukkan dengan kegemarannya dalam melakukan sesuatu yang berulang-ulang tanpa rasa bosan dan memiliki kecenderungan tertentu dalam bersikap. Kecenderungan tersebut menjadikan setiap anak memiliki gaya belajar dan kegemaran yang berbeda.

  1. Gemar berimajinasi dan fantasi

Misalnya menjadikan pisang sebagai pistol-pistolan, boneka sebagai seorang anak yang harus dirawat, remote TV sebagai handphone dan sebagainya.

  1. Memiliki sikap egosentris

Ini ditunjukkan dengan sikapnya yang cenderung posesif terhadap benda-benda yang dimilikinya serta terhadap kegemaran tertentunya.

  1. Memiliki daya konsentrasi yang rendah

Sulit bagi mereka untuk duduk tenang lalu mendengarkan penjelasan dari orangtua atau pendidik di sekolah. Mereka akan mudah gusar ketika duduk dan mudah beralih perhatian ketika mendapat objek baru.

  1. Menghabiskan sebagian besar aktivitasnya untuk bermain

Anak-anak pada usia emas memang sangat aktif dan suka bermain. Itulah sebab sering disebutkan jika dunia anak adalah dunia bermain.

  1. Belum mampu menggambarkan sesuatu yang abstrak, seperti: Tuhan, malaikat dan jin.
  2. Belum mampu mendeskripsikan berbagai konsep yang abstrak, seperti: keadilan, kejujuran, kedisiplinan, kemandirian, kepercayaan dan lainnya.

Diyakini pula pada masa ini, otak manusia sedang berkembang paling optimal, ruang memorinya mampu menerima input dan ransangan-ransangan dengan sangat baik, kemudian menyimpannya sebagai memori dasar yang akan berpengaruh terhadap karakternya kelak setelah dewasa. Atau, Bunda dan Ayah masih ingat dengan pepatah lama ini, “Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu, sedangkan belajar setelah dewasa bagai mengukir di atas air.” Ya, meski mengukir di atas batu itu sulit, namun hasil ukirannya akan berbentuk dalam jangka waktu yang sangat lama. Berbeda dengan belajar saat dewasa, semudah mengukir di atas air memang, namun semudah itu pula hilang dalam waktu yang singkat. Sebab itulah masa anak usia dini diibaratkan seperti emas, berharga.

Dalam kurikulum 13, ada empat kompetensi inti yang ingin dicapai dalam kegiatan pendidikan anak usia dini, yakni: sikap spiritual, sosial, pengetahuan dan ketrampilan. Untuk menjadi manusia yang siap menghadapi lingkungannya, seorang anak pada masa ini harus menguasai keempat kompetensi tersebut. Sedangkan menurut Aristoteles, ada dua karakter generasi penerus yang akan menentukan keberhasilan masa depan suatu bangsa, yaitu: Excelent of Thought atau keunggulan dan kehebatan dalam pemikira, dan Excelent of Character atau keunggulan dan kehebatan dalam karakter. Ekspektasinya, karakter penerus bangsa yang di mulai dari masa golden age ini diharapkan memiliki kecerdasan emosional dan spiritual (Emotional and Spiritual Quotient/ESQ) serta  kecerdasan intelektual (Intellegency Quetient/IQ). Namun jelas, target tinggi ini diupayakan tanpa mengesampingkan jati diri seorang anak. Anak-anak berhak tumbuh menjadi dirinya sendiri, kemudian berkembang menjadi versi terbaik dari dirinya.

Ada tiga ruang terbentuknya karakter seorang anak. Ruang keluarga, lingkungan sekitar dan sekolah.  Menurut para ahli, dari 100 % keberhasilan pendidikan karakter seorang anak, 60 % datang dari ruang keluarga, 20 % dari lingkungan sekolah dan 20 % sisanya datang dari lingkungan sekitar. So, Bunda dan Ayah, mari jaga emas di tangan kita masing-masing dengan beberapa cara sederhana yang di mulai dari ruang kita. Apa saja itu?

  1. Spiritual tetap menjadi yang utama di ruang keluarga. Kokohnya iman dan takwa adalah pondasi utama seorang manusia.
  2. Berikan kasih sayang sama rata kepada anak tanpa membedakan jenis kelamin, urutan kelahiran, tingkat prestasi atau lainnya.
  3. Berikan keteladanan kepada anak. Keluarga adalah ibarat televisi dan radio bagi sang buah hati. Maka perlihatkan dan perdengarkan hal-hal baik kepada anak.
  4. Ciptakan iklim positif dengan tidak mengungkit kesalahan anak. Kesalahan anak adalah jalan belajar mereka menjadi lebih baik. Ya, berikan second chance pada kesalahan anak yang masih bisa ditolerir.
  5. Ubah kata “Jangan” dan “Tidak” dengan kalimat penuntun. Misalnya “Jangan nakal!” ubah menjadi, “Baik-baik dengan teman ya, anak pintar.”
  6. Hargai keberadaan anak dengan meminta izin saat hendak bepergian dan dengarkan setiap pendapat mereka. Ini terkesan sepele, namun sangat berpengaruh pada pembentukan karakternya kelak. Anak yang biasa dihargai keberadaannya akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri.
  7. Berikan hak anak menentukan pilihannya selama itu baik. Dampingi mereka tumbuh menjadi seperti yang mereka inginkan hingga kelak menjadi manusia yang kokok, siap menjalani kehidupan dan bermanfaat bagi yang lainnya.

Sebab, jika manusia diibaratkan sebatang  pohon, maka ia harus dipelihara dengan baik sejak biji.

 

Sumber: Wiyani, N A. 2016. Konsep Dasar PAUD. Yogyakarta: Gava Media.

Evamuzy, gadis yang sedang belajar bersama anak-anak usia dini di ruang kecil dan sederhana.

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata