Gasing untuk Paijo

Gasing untuk Paijo

https://id.pinterest.com/pin/174655291790153333/

 

Gasing untuk Paijo

Oleh: Inyong

 

Paijo berjalan gontai sambil menundukkan kepalanya. Tas ransel bergambar mobil tamiya yang biasanya digendong ia seret dengan tangan kirinya, lalu dilemparkan begitu saja ke lantai ruang tamu begitu ia sampai di rumah. Tanpa mengucap salam. Ibunya yang sedang memotong-motong sayuran memandang heran. Tak biasanya anak lelakinya itu bersikap demikian.

“Lho, kok, nyelonong aja. Nggak ngucap salam?” tanya sang ibu.

Assalamualaikum.” Paijo menanggapi perkataan ibunya dengan malas.

Bocah yang masih duduk di kelas satu SD itu mengempaskan tubuhnya di atas kasur tanpa mengganti seragam terlebih dahulu.

Ibu menghentikan kegiatannya, lalu menghampiri Paijo. Ia duduk di tepi ranjang sambil mengusap rambut anaknya yang lurus dan hitam.

“Kamu kenapa? Cemberut aja. Nanti gantengnya ilang, lho,” goda sang ibu.

Paijo bergeming. Ia lalu mengembuskan napas dengan kasar.

“Anak ganteng, saleh, coba cerita sama Ibu. Ada apa? Apa di sekolah ada yang nakal?”

Paijo mengubah posisi tidurnya membelakangi Ibu. Kemudian, berkata dengan suara lirih, “Aku kepingin punya gasing yang kaya punya teman-teman, Bu.”

Ibu menghela napas. Dibelainya pipi Paijo yang gembil.

“Nanti, ya, Le. Harga gasing itu, kan, mahal. Kalau bisa, kamu beli mainan lain aja yang harganya murah.” Ibu berkata dengan pelan, berharap Paijo menurut dan melupakan keinginannya membeli mainan seperti yang sudah-sudah.

Sejak Ibu berkata seperti itu, Paijo tak pernah lagi meminta untuk dibelikan gasing kepada Ibu. Sikapnya pun sudah kembali seperti sedia kala. Ceria dan aktif. Bermain dengan mainan yang ia buat dengan bahan-bahan yang ditemukan di sekitar rumah. Mulai dari ranting, plastik bekas, kaleng susu bekas, dan lain sebagainya.

Suatu hari, Ibu ke sekolah Paijo untuk membayar SPP. Wanita itu melihat anaknya sedang berjongkok dengan tangan menopang dagu. Di depannya, gasing-gasing dengan aneka warna berputar-putar. Para pemilik gasing bersorak sorai. Ramai sekali. Tak lama kemudian, suara riuh itu terhenti oleh suara dering bel listrik tanda istirahat telai usai.

Anak-anak berlarian menuju kelas masing-masing. Sementara Paijo berjalan tanpa semangat menyusul teman-temannya. Mata Ibu berembun menyaksikan anak semata wayangnya itu. Ibu pikir, Paijo sudah melupakan gasing itu karena sikapnya di rumah tak lagi murung.

Ibu menghampiri gerobak penjual mainan di luar gerbang sekolah. Dilihatnya gasing-gasing yang terpajang dengan gambar yang berbeda-beda. Ibu memilih sebuah gasing berwarna merah dengan stiker bergambar robot.

“Ini harganya berapa, Bang?” tanya Ibu.

“Dua puluh lima ribu, Bu,” jawab penjual mainan.

Ibu memeriksa uang yang tersisa di dalam dompet. Ada dua lembar sepuluh ribu dan dua lembar lima ribu. Cukup untuk membeli gasing yang Paijo inginkan.

Setelah membayar, Ibu pun langsung pulang. Ia berencana memberikan gasing itu di rumah. Sebagai kejutan.

Ibu baru selesai memasak makan siang saat Paijo pulang. Wajah anak itu ceria. Tak murung seperti yang Ibu lihat sewaktu di sekolahan.

“Ayo ganti baju dulu, terus makan,” perintah Ibu.
Paijo mengangguk, lantas bergegas mengganti seragamnya dengan kaus oblong dan celana kolor.

Makanan telah tersedia di atas karpet, di depan televisi. Paijo duduk berhadapan dengan Ibu. Anak laki-laki itu langsung melahap masakan Ibu hingga tak ada sisa di piringnya. Selesai makan, Paijo hendak bangkit dan pergi bermain. Tapi, Ibu menghentikannya.

“Le, duduk dulu sini!” titah Ibu.

Paijo pun urung keluar dan menunda acara bermainnya. Ditatapnya Ibu dengan heran.

“Kenapa aku nggak boleh main, Bu?” tanyanya.

“Tunggu!” kata Ibu sembari bangkit, lalu menuju kamar.

Tak lama kemudian, Ibu kembali dan menyerahkan plastik kresek hitam kecil kepada Paijo.

Paijo penasaran. Dibukanya bungkusan plastik itu. Dengan tatapan tak percaya, ia melihat ke dalam plastik, kemudian beralih ke Ibu.

“Ini buat aku, Bu? Gasing?!” tanya Paijo dengan suara sedikit berteriak.

Ibu mengangguk dan tersenyum. Lalu berkata dengan suara lembut, “Itu gasing, hadiah buat kamu yang mau sabar.”

Tamat.

 

Inyong, ibu rumah tangga yang sedang suka belajar apa saja.

Editor: Vianda Alshafaq

 

Grup FB KCLK

Halaman FB Kami

Pengurus dan kontributor

Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply