Gang Kumuh
Oleh: Reza Agustin
Aroma minyak wangi murah menusuk indra penciumannya. Semakin dalam menyelam ke dalam gang sempit tersebut, aroma-aroma lain menyeruak. Lantas berbaur, menciptakan perpaduan yang tak bisa disebut ramah bagi hidung. Bahkan jika harus dideskripsikan dengan satu kata, bolehkah aku sebut memuakkan? Gang sempit di mana setiap kanan-kirinya wanita-wanita berpakaian minim saling unjuk diri.
Jangan berharap bahwa mereka akan lebih baik dengan wanita yang biasa ditemui di kelab malam. Gang bau ini bahkan jauh dari kata layak untuk disebut sebuah tempat pelacuran. Kalau bukan karena didorong rasa penasaran, maka ia tidak akan memaksakan diri masuk lebih dalam.
“Mas, butuh kehangatan?”
Itu adalah pertanyaan ketiga yang ia dapat semenjak memasuki gang. Kebanyakan dari mereka tak bertanya. Langsung memberikan gestur tubuh yang bisa membuat jiwa kelaki-lakiannya berontak. Namun, berkaca dari buruknya tempat ini, membuat dorongan yang memberontak itu berangsur luntur. Maaf saja, seleranya tinggi. Ia bergerak makin cepat, mengikuti gang sambil sesekali menutup hidung. Tujuannya bukan di tempat sialan ini. Sebuah kertas kumal berisi alamat rumah menjadi satu-satunya bekal yang ia dapat.
“Kamu mungkin ingin tahu siapa ibu kamu yang sebenarnya, ‘kan? Cuma ini satu-satunya petunjuk yang Mama dapat. Mungkin dengan ini, kamu bisa ketemu sama ibu kandung kamu, Aldo,” ujar Mama kemarin sore. Ia mengangsurkan sepucuk kertas kumal yang beberapa bagiannya tampak mengabur.
“Mama dapat ini dari mana?”
“Dari sopir lama kita. Mama sampai bela-belain ke kampungnya. Dulu kamu dibawa sama ibu kandung kamu dari kampung, setelah kamu diserahin ke Mama dia bukannya balik ke kampung. Dia justru merantau. Dia juga sudah enggak hubungin keluarganya sejak kamu diserahkan ke Mama. Cuma alamat itu yang dia tinggalkan ke sopir itu sebelum merantau,” terang Mama lantas menatap Aldo lamat-lamat.
Untuk sesaat mereka enggan mengusik sunyi. Saling tenggelam pada pemikiran masing-masing. Aldo sering kali bertanya saat masih kecil, kenapa teman-temannya yang lain mempunyai foto masa bayi, sedangkan ia tidak. Apalagi saat ia mendapati bahwa statusnya di Kartu Keluarga bukanlah anak kandung melainkan anak adopsi. Mama dan Papa bukanlah orangtua kandungnya. Mereka adalah pasangan suami istri yang tak dikaruniai buah hati, sedangkan Aldo adalah anak yang hadir di tengah-tengah mereka. Mengisi ruang kosong untuk buah hati yang telah lama mereka damba.
“Apa kamu enggak ada keinginan buat tahu gimana kabar ibu kandung kamu, Nak?” tanya Mama lesu. Bukan perkara mengenai ibu kandung Aldo yang membuatnya uring-uringan beberapa hari ini.
“Aldo enggak tahu, Ma. Haruskah Aldo menyusulnya ke sana? Sementara pikiran Aldo masih ada di sini?” Aldo mengembuskan napas berat. Pikirannya melayang pada permasalahan yang ia buat belakangan ini.
“Kamu mau tahu kenapa Mama suruh cari ibu kandung kamu?” Mama bertanya balik pada Aldo. Tentu saja gelengan lemah Aldo menjadi jawabannya.
“Supaya kamu tahu gimana rasanya pas dia mengandung kamu. Mengandung anak itu berat, Nak. Jadi jangan seenak udel kamu menghamili anak orang, apalagi kamu baru kenal semalam,” terang Mama sambil memijit pelipisnya, pusing. Inilah yang membuat keduanya pusing bukan main akhir-akhir ini.
Perempuan yang baru diajak Aldo “menginap” sekali datang ke rumah mereka untuk meminta tanggung jawab. Papa segera ambruk begitu mendengar anak satu-satunya menghamili perempuan yang baru dikenal. Kedatangan perempuan itu membuat hidup Aldo dijungkirbalikkan. Apalagi dengan kondisi Papa yang belum menunjukkan perkembangan dan Mama yang mulai habis batas sabarnya. Maka keputusan Mama agar Aldo menemukan ibu kandungnya datang.
“Kalau kamu sudah ketemu sama dia, minta maaflah. Jangan lupa buat ajak dia tinggal sama kita di sini,” pungkas Mama lantas berlalu.
Aldo mengacak rambutnya kasar. Ia menyesal bertemu dengan perempuan itu. Perempuan berwajah polos yang ia temui di kelab malam waktu itu. Ia membutuhkan uang untuk operasi ibunya. Sambil memelas dan membuat gestur tubuh nampak merangsang berahi, perempuan itu berhasil mengajaknya bermalam. Uang senilai dua juta melayang bersamaan dengan perginya perempuan itu tanpa pamit. Lalu satu bulan kemudian ia datang dengan kabar mengerikan itu. Sial. Apa benar yang dikandung perempuan itu adalah anaknya? Aldo bahkan sudah lupa namanya!
“Oh, ini rumahnya Sarti yang tinggal di ujung sana. Orangnya memang jarang keluar rumah. Pindahan udah lama, dua puluh tahunan. Tapi enggak semua orang di sini kenal dia. Anaknya ada banyak, beda bapak semua lagi,” jelas pria paruh baya yang berjualan wedang ronde di sudut remang-remang.
“Bapak tahu gimana orangnya, ‘kan?” tanya Aldo mencoba mengorek informasi lebih banyak.
“Ya, mata sama bibirnya mirip kamu. Cuma orangnya enggak suka sosialisasi, sukanya banyak diam di rumah.”
Aldo menelan ludah susah payah. Mereka sudah ada kemiripan yang mudah dikenali ternyata. Sudah bukan keraguan lagi bahwa wanita yang tinggal di lingkungan kumuh ini adalah ibunya. Setelah mengucapkan terima kasih, Aldo segera berlalu. Pintu rumah dengan cat yang pudar itu menyapa Aldo. Sesaat, ia merasa ragu. Namun, keraguan itu ia telan lagi. Ketukan ringan pada pintu dijawab oleh suara familier dari dalam. Ini tidak seperti yang Aldo bayangkan, ‘kan?
***
Mama segera membukakan pintu setelah mendengar ketukan pelan. Semenjak sorot lampu mobil Aldo memasuki halaman rumah, Mama telah bersiap-siap untuk menyambut kedatangan Aldo dan ibu kandungnya. Namun, ketika pintu rumah sepenuhnya terbuka, Mama nyaris kena serangan jantung.
“Ma, perkenalkan ibu kandung Aldo. Dan anak perempuannya.”
Teras rumah itu sesaat lengang. Aldo menatap Mama pias. Sedangkan ibu kandungnya bergeming. Lengan wanita paruh baya itu melilit lengan putrinya. Anak perempuan itu sudah tak bisa disebut anak lagi, karena tengah mengandung anak Aldo. Perempuan sama yang telah membawa lari uang dua jutanya demi pelayanan satu malam.
Reza Agustin, temui dengan mengetik namanya pada kolom pencarian Facebook dan Joylada. @Reza_minnie pada Instagram. Lalu @reza_summ08 di Wattpad.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata