Gadis Pesolek
Oleh: Arina
“Rin, ayo cepat. Teman-teman sudah nunggu di mobil.”
“Iyooo, bentar.” Rina berlari membawa kotak hijau yang agak berat. Kotak keberuntungan dan kegagalan.
Di mobil, temannya sudah duduk berjejer. Menunggu diturunkan oleh MasPengantar. Mereka, para gadis hanya bisa pasrah, bertugas mencari uang dengan modal kecantikan dan kepandaian berbicara. Gaji yang mereka peroleh pun tidak seratus persen. Namun, harus dibagi dengan Mas Pengantar.
“Mas, kita nanti turunnya dua atau satu orang?” Mia, gadis paling cantik dan selalu mendapat keberuntungan dari kotak hijau bertanya.
“Satu gadis satu rumah, ya,” jawab Mas Pengantar.
“Oke deh, semoga bisa semua.”
Rina melihat keluar jendela mobil. Langit tampak hitam kelam. Hatinya gundah gulana. Akankah hari ini keberuntungan akan berpihak padanya? Sudah satu bulan penghasilannya menurun, karena cuaca tidak bersahabat.
***
Mereka adalah para gadis pencari rezeki dari kotak hijau. Gadis Jawa yang merantau ke Pulau Sumatera.Mereka harus bersolek secantik mungkin, karena gaji mereka bergantung pada pelanggan yang mau membayar, selain pada cuaca yang bersahabat. Di Prabumulih, Palembang,hari ini cuaca kurang bersahabat. Satu bulan ini, setiap siang langit menitikkan airnya.
Mereka harus membawa kotak hijau, bukan di jantung Kota Prabumulih. Namun, harus menuju desa-desa yang jauh dari perkotaan. Perkebunan karet setiap hari dilewati, lengkap dengan bau khas karet yang direndam. Bahkan kadang rumah pelanggan kami berada di dekat tempat perendaman karet.
Jalan yang sulit pun tidak menyurutkan semangat. Cuaca yang cerah, hati juga cerah. Mobil pun melaju dengan nyaman. Sebaliknya, cuaca yang buruk membuat hati terpuruk. Jalan yang licin membuat ban mobil terperosok ke tepi. Bahkan saat mobil macet tidak bisa jalan, mereka pun harus menunggu dalam mobil di tengah hutan yang sepi. Pikiran yang sama, antara hidup dan mati. Kalau sudah seperti itu, mobil milik Pertamina sebagai dewa penolong.
***
“Rin, yuk turun.”
“Oke, Mas.”
“Sukses ya, Rin.” Teman-teman di mobil memberi Rina semangat. Dibalas dengan senyum semringah.
Ibu-ibu dan anak gadisnya sudah berkumpul. Rina bersemangat, pelanggannya banyak sekali. Semoga keberuntungan berpihak padanya hari ini.
“Selamat siang, Bu.” Rina menyapa para ibu yang sudah berkumpul.
“Siang, Mbak.” Mereka menyahut bersamaan.
Rina membuka kotak hijau yang sejak tadi dipangkunya. Isi dari kotak hijau ditata rapi di depan ibu-ibu. Mulai dari lipstik, bedak padat dan tabur, alas bedak, pelembap, minyak wangi, minyak rambut, pensil alis, dan lain-lain. Warna yang menarik. Penataan yang rapi.
“Baik, Bu. Saya mulai demonya, ya. Sebelumnya mohon maaf, saya di sini ingin menawarkan alat untuk mempercantik wajah Ibu dan Mbak semua. Saya membawa lipstik yang tidak gampang luntur, alas bedak, dan bedak yang awet. Selain itu, agar bapak-bapaknya betah di rumah, ini ada minyak wangi yang harumnya lembut. Mungkin untuk membuktikan produk kami, ada Ibu atau Mbak yang bersedia dirias?”
“Ini, Mbak, anak gadis saya mau dirias.”
Dengan cekatan tangan Rina merias wajah gadis manis di depannya. Para ibu di belakang punggungnya berbicara dengan bahasa komering. Telinga Rina tidak asing dengan bahasa tersebut, tapi belum paham betul artinya. Rina berusaha sebaik mungkin agar wajah si gadis tampak sempurna dan bersinar.
“Sudah selesai, Bu. Oh ya, jangan lupa agar warna kulit wajah dengan leher tidak berbeda kita juga harus memberi bedak pada leher. Agar tidak seperti zebra, ya. Silakan melihat hasil riasan saya, bedak dan alas bedak sama.”
Ibu-ibu melihat dan mencoba sedikit produknya. Nota dan pulpen sudah ada di tangan, siap mencatat.
“Mbak, saya ambil lipstik dua, bedak padat dua, sama minyak wangi dua. Tapi, minta yang baru, ya.”
“Siap, Bu. Nunggu mobilnya ke sini, ya.”
Dengan terampil Rina menulis pesanan ibu-ibu yang di sana. Sepuluh lembar nota disobek. Hari ini memang keberutungannya. ‘Semoga semua membayar lunas,’ gumam Rina.
Selesai memasukkan barang di kotak hijau, suara mobil datang. Rina melangkah ke mobil, disambut MasPengantar untuk mengambil barang pesanan.
“Bu, saya pamit dulu. Jangan lupa untuk pembayaran nanti dikumpulkan di ibu tuan rumah. Dan diberi tempo tiga bulan. Terimakasih banyak atas waktunya. Semoga cocok dengan barangnya.”
***
Mobil melaju kencang. Rinai air langit mulai jatuh dengan derasnya. Perjalanan mereka ke Prabumulih masih setengah jalan. Benar saja, di tengah hutan dengan jalan licin, ban mobil terjebak. Sopir dan MasPengantar turun untuk menggerakkan mobil. Mereka para gadis, hanya bisa pasrah dan berdoa di dalam mobil.
Waktu terasa lama. Mereka masih terjebak. Mobil milik Pertamina tak kunjung menampakkan bodinya. Hujan semakin deras. Hari bertambah gelap. Wajah lelah. Tubuh kedinginan. Mulut membungkam. Sepi. Suara air terus jatuh memekakkan telinga.
Dalam ketidakpastian, sinar lampu mobil dari belakang membuat hati riang dan bersyukur. Mobil itu berhenti, memberikan bantuan. Tali panjang dan besar menarik mobil kami. Butuh waktu yang cukup lama, karena ban mobil terjebak agak dalam. Mobil ditarik sampai jalan beraspal. Sesampainya di jalan beraspal mobil kembali melaju dengan cepat. Satu jam mereka baru sampai di Prabumulih.
Capai, mengamuk, bercampur jadi satu. Para gadis pesolek sudah tidak berdaya. Mereka harus segera berisitrahat agar besok bisa menggapai asa dengan gembira.(*)
Kota Kediri, 2 April 2019
Arina Novita Sari. Emak-emak yang ngeyel kepingin jadi penulis.
Tantangan Lokit adalah lomba menulis yang diadakan di grup KCLK.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata